Hari Pertama
Assalaamu'alaikum.
Haluuu, kita ketemu lagi di lapak ini, ya teman-teman ^,^
Lapak Masha ini hanya selingan sambil menunggu lapak sebelah update.
Bisa dibilang lapak suka-suka. Lapak hasil gagal move on dari Masha lebih tepatnya :) .
Nah, yang kemarin minta dibuatin lapak sendiri Masha-nya, ini sudah lunas, ya.
Untuk updatenya tidak terjadwal, tergantung ide yang ada. Teman-teman kalau ada ide/cerita boleh juga lho dibagi, siapa tahu jadi ceritanya Masha.
Terakhir, selamat membaca, semoga terhibur dan ada yang bisa diambil baiknya.
Wassalaamu'akaikum
Alyaaa
•°•°•°•
Hari ini adalah hari pertama Masha masuk PAUD.
Aqeela Masha Salsabila, tahun ini menapaki usia tiga tahun. Dia adalah anak pertama sekaligus anak satu-satunya dari pasangan Bila dan Daffa. Seharusnya dia belum akan di sekolahkan, tetapi terus merengek minta sekolah. Alasannya sederhana, teman-temannya yang kebanyakan lebih tua sudah mulai sekolah.
"Hali ini Maca jadi sekolah, Mei?" tanya Masha girang ketika Bila memakaikan baju, masih dengan cadelnya. Dia memang belum bisa mengucapkan "R" dengan benar, sisanya lancar.
Lain halnya dengan anak kebanyakan, Masha memang memanggil ibunya dengan sebutan Memei. Bagaimana ceritanya? Ada di novel Bila lebih tepatnya.
"Iya."
"Asikkkk, Maca udah gede. Kata Kak Deni kalau udah sekolah, udah gede."
Bila tersenyum, Deni adalah anak tetangga sebelah yang berusia lima tahun. Tahun ini dia sudah masuk TK. Mirisnya, Masha tidak punya teman seumuran saat ini. Anak di kawasan ini kebanyakan lebih tua, juga laki-laki. Hal yang mengkhawatirkan.
"Diantal Ayah, kan, Mei? Kak Deni kalau sekolah diantal Om."
Bila memutar bola mata, apa yang dilihat Masha, itulah yang suka dia tiru.
"Nggak, Sayang! Masha kan masih kecil, baru PAUD. Jadi, sekolahnya deket, diantar sama Memei. Kalau Kak Deni sekolahnya jauh. Terus Ayah kan harus berangkat kerja pagi-pagi."
"Yahhhh," ujar Masha kecewa.
"Ayahmu kan udah jalan, Sha. Tadi udah dipamitin, kan?"
Masha tertawa, ingat kalau Sang Ayah memang sudah berangkat. "Lupa, Mei."
Selesai bersiap, Bila mengantar Masha dengan berjalan kaki. Tempat sekolah Masha memang tidak jauh, hanya sekitar 200 meter dari rumah. Hitung-hitung olahraga pagi.
Pakaian Masha hari ini berwarna biru laut. Baju terusan merk fattaya, lengkap dengan kerudungnya. Dia menggendong ransel kecil berwarna senada. Sekolah Masha sudah terlihat ketika anak itu menarik baju ibunya.
"Kenapa, Sha?"
"Jajan, Mei. Itu ke tempat Mbak Wi," ujar Masha sambil menunjuk warung kelontong yang tidak jauh dari mereka berdiri. Lebih tepatnya sekitar 50 meter dari sekolah.
Bila menghela napas, belum juga mulai sekolah sudah minta pajak. Hadeh.
"Nanti pas pulang, ya? Kalau sekolah nggak boleh bawa makanan."
"Gitu, Mei?
"Huum." Bila mengangguk meyakinkan
Sampai di depan sekolah, terlihat beberapa anak yang juga diantar oleh ayah atau ibunya. Ada satu anak dengan rambut ekor kuda menangis keras. Anak itu memegang erat baju ibunya, tidak mau ditinggal, hingga akhirnya Bu Guru menggendong anak tersebut. Dibawanya masuk ke sekolah meski tetap menangis.
Bila yang melihat hal itu meringis tidak tega. Kasihan sekali. Kalau begini ibunya yang tega apa bukan?
Bu Ika yang bertugas sebagai penjaga pintu gerbang tersenyum.
"Biasa, Bu. Anak-anak suka begitu, nanti juga tenang. Soalnya kami membiasakan untuk ditinggal biar mandiri." Bu Ika berkata seakan tahu pertanyaan di kepala Bila.
Bila tersenyum. Ah, pasti mukanya terlihat syok melihat kejadian tadi. Dia baru tahu hal ini. Lain halnya dengan Taman Kanak-Kanak yang letaknya tidak jauh dari PAUD, di sana beberapa ibu tampak menunggu di depan kelas. Pemandangan yang jauh berbeda. Seharusnya mereka bisa menerapkan hal yang sama, sayang sekali.
"Sayang, Masha masuk dulu, ya. Di dalam banyak temannya, nanti Memei jemput lagi," ujar Bila pada akhirnya. Dia berkata sambil berjongkok demi menyamakan tinggi dengan Masha.
"Iya, Mei."
"Salim dulu, Sayang."
"Assalaamu'alaikum," Masha berkata agak terbata sambil mencium tangan ibunya. Lalu, dibawanya tangan itu menuju pipi.
"Wa'alaikumsalaam."
Selanjutnya, Masha bersalaman dengan Bu Ika dan masuk ke dalam bersama guru yang lain. Bila yang melihat Masha sudah hilang dari pandangan pun undur diri.
PAUD Kasih Bunda, berdiri sekitar 50 meter dari jalan utama. Bangunan berwarna hijau itu memiliki halaman yang cukup luas. Dari depan, ada rumput hijau yang kadang digelari tikar untuk bermain anak-anak. Lebih ke dalam terdapat permaiman, mulai dari ayunan, jungkat-jungkit hingga kuda-an. Pintu gerbang utama sebenarnya tepat di depan rerumputan, tetapi jarang dibuka. Mereka lebih sering menggunakan pintu samping, pagar besi yang hanya berukuran satu meter.
Orangtua atau wali memang tidak diijinkan masuk kecuali ada keperluan. Mereka hanya bisa mengantar sampai pintu. Kenapa hanya pintu kecil yang dibuka, supaya anak-anak terbiasa antri dan guru tidak kewalahan dalam pengawasan. Anak-anak baru boleh pulang kalau sudah ada yang menjemput, selebihnya dilarang keluar. Alasannya adalah demi keamanan.
**
"Ayah! Ayah! Ayah!" Masha berteriak heboh ketika ayahnya pulang. Dia berlari kecil mendekat dan berakhir di gendongan. Barbie yang tadi dimainkan, dilempar begitu saja. Bila yang melihat hal itu menggelengkan kepala sambil masuk ke rumah membawa tas kerja Daffa. Pemandangan ini sudah biasa.
"Wihh, anak ayah udah wangi. Dimandiin sama Memei, ya?"
"Mandi sendili, Yah. Kan udah gede, udah sekolah tadi." Masha berkata bangga.
"Pintar dong, sekarang Masha main dulu, ya. Gantian Ayah mau mandi."
Daffa menurunkan Masha di tempat bermain sebelumnya.
Masha? Manyun. Dia belum puas bersama ayahnya.
Setelah Maghrib, Daffa dan Bila menemani Masha yang sibuk mewarnai. Jika siang hari dihabiskan untuk bermain yang lain, malam harinya Masha lebih suka menggambar atau mewarnai. Terkadang dia juga sibuk membongkar mainan lego dan berakhir merengek karena tidak bisa merangkainya kembali.
"Gimana tadi dia di sekolah?" tanya Daffa penasaran.
"Ya ampun, Masha tuh ya, Kak. Tadi kan aku jemput udah setor muka di gerbang, dia cuma lihatin aja abis itu lanjut main ayunan. Sok cuek banget," cerita Bila tentang kejadian tadi siang.
"Terus?"
"Ya gitu, lanjut mainnya. Padahal anak yang lain udah pada keluar. Dipanggil sama gurunya juga bodo amat. Waktu udah mulai sepi, didatangi gurunya lagi, baru deh dia ambil tas terus mau keluar."
Bila memutar kejadian tadi siang. Dia datang bisa dikatakan awal, tetapi pulang belakangan. Efek Masha yang kegirangan dapat mainan baru, malas diajak pulang. Lalu, ketika dalam perjalanan pulang mereka harus mampir ke warung milik Mbak Wi. Masha menagih janji ibunya pagi tadi.
"Jatah jajannya nambah, pulang sekolah mampir ke warung Mbak Wi."
"Ya jangan dikasih jajan," kata Daffa kalem.
Bila berdecak. "Kayak nggak tahu Masha aja, dia bisa nangis kejer kalau nggak diturutin."
"Nanti kita kasih tahu dia pelan-pelan."
Bila menatap suaminya kurang setuju. Daffa itu terlalu santai menghadapi Masha. Sekarang bilang seakan-akan melarang Masha untuk jajan. Namun, kalau ayah anak sudah keluar bersama, pulang-pulang pasti bawa tentengan yang tidak sedikit. Entah itu makanan, boneka, atau mainan.
"Yah, Mei, lihat gambalnya udah selesai diwalnai. Bagus, kan?"
Masha memperlihatkan buku mewarnai miliknya. Daffa dan Bila langsung berpandangan setelah melihat hasil karya Masha. Mereka tertawa geli.
Ya ampun, Sha. Ya kali satu halaman penuh diisi dengan warna pink. Gambarnya sampai nyaris tidak kelihatan lagi. Rugi, mendingan tadi diberi kertas polos saja.
"Mei, besok Maca sekolahnya ndak pake keludung, ya?"
Pertanyaan Masha yang tiba-tiba sukses membuat Daffa dan Bila terdiam.
"Kenapa, Sayang?"
"Teman-teman Maca ndak ada yang pakai keludung."
Jawaban Masha membuat Bila berpikir keras. Alasan memakaikan pakaian tertutup kepada Masha sebenarnya sederhana, agar dia terbiasa sejak kecil. Minimal, Masha sekarang tidak lagi mengatakan gerah ketika memakainya. Namun, jawaban atas pertanyaan Masha ini sedikit membingungkan.
Bagaimana caranya dia memberi penjelasan agar bocah tiga tahun ini mengerti?
-Yuk dibantu jawab pertanyaan Dek Mashanya-
Menyisipkan pelajaran tentang islam, bisa dilakukan sejak dini, bahkan dari masih dalam kandungan.
•°•°•°•
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top