Hari Ibu

Daffa menuruti Masha yang sudah sejak tadi merengek minta diantar ke warung. Putrinya minta dibelikan kertas origami. Libur sekolah memang membuat Masha meminta perhatian lebih sementara weekend adalah baginya untuk hari anak. Terlebih lagi, beberapa hari ini Naufal sedang demam. Fix, Masha menempel padanya.

"Assalaamu'alaikum. Mbak, beli kertas origaminya ada?" tanya Masha begitu sampai warung.

"Wa'alaikumussalaam. Yah, kosong, Sha. Baru aja habis tadi."

"Ya udah, kalau buku tulis ada, Mbak? Sama pulpen juga."

Daffa mengernyit heran. "Kamu kan masih ada buku baru di rumah, Kak. Nulis juga masih sering salah, jadi pakai pensil saja."

"Bukan buat Kakak kok, Yah."

"Terus?" tanyanya heran.

"Mbak Ning, sama beli bungkus kado juga, ya."

Bukannya menjawab pertanyaannya, Masha justru berbicara pada Mbak Ning, penjaga warung.

"Buat Memei, Yah. Ini kan hari ibu. Nanti buku sama pulpennya biar dipakai buat Memei nyatet kalau ada yang pesan buku. Memei sukanya minjam buku Kakak."

Glek.

Daffa speechless. Betapa dia tak ingat sama sekali. Hari libur membuatnya belum membuka sosmed pagi ini. Sementara itu, Masha justru ingat dan menyiapkan kado sederhana untuk ibunya.

"Tujuh ribu lima ratus semuanya."

"Pakai uang Kakak aja, Yah. Kan Kakak yang beliin," kata Masha sambil mengeluarkan satu lembar uang sepuluh ribu.

"Sisanya buat beli ice cream murah ya, Mbak," lanjutnya kemudian.

MasyaAllah, Kak....

Daffa seperti tertampar dengan sikap Masha. Mungkin baginya uang itu tidaklah seberapa, tetapi lain lagi bagi putrinya. Uang tersebut adalah uang saku sekolahnya untuk empat hari.

**

"Mei, Kakak mau ke gramedia, ya. Origaminya di Mbak Ning abis, terus Kakak pengen ayam Kentucky juga."

"Adek kan lagi sakit, Kak. Nanti saja kalau udah sembuh."

"Kakak sama Ayah aja yang pergi. Memei sama adik di rumah, nanti Kakak bungkusin. Memei mau paha apa dada?"

Daffa tersenyum kecil menyaksikan Masha yang sedang meminta ijin kepada ibunya. Dia mendapat ide dari rencana Masha dan berakhir dengan membujuknya untuk ke mall bersama. Jika Masha saja mengapresiasi ibunya, kenapa tidak demikian dengannya. Lalu, tidak mungkin kan dia membelikan Bila buku tulis seperti yang putrinya? Maka, jadilah kertas origami alasan untuk pergi. Momennya sangat pas dengan Naufal yang masih demam. Dia bisa leluasa memilih hadiah spesial bersama Masha.

"Kita makan sekarang, Yah?" tanya Masha ketika mereka keluar dari Gramedia. Origami dan buku dongeng sudah dibelinya.

"Sebentar, kita cariin tas buat Memei ya, Kak."

Tidak perlu menunggu lama bagi Daffa untuk memilih tas. Dia tahu betul kalau Bila tidak pernah rewel untuk masalah ini. Selama warnanya hitam, istrinya akan suka.

"Kita makan sekarang, Yah?" tanya Masha dengan pertanyaan yang sama seperti sebelumnya, saat satu goodiebag sudah dibawanya keluar.

"Sebentar, kita cari jilbab sama kerudung buat Memei, ya, Kak."

Masha tampak tidak bersemangat. "Kok semua buat Memei. Kakak ndak dibeliin, Yah?"

Daffa tergelak.

Iri, Kak?

"Kan ini hari ibu, Kak. Jadi buat Memei."

"Terus hari anaknya kapan, Yah? Kok ndak pernah ada? Kakak kan mau jilbab baru juga, tapi belum punya tiga alasan buat minta dibeliin."

"Ya sudah, buat hari ini karena Ayah baru punya uang cukup, Kakak boleh beli satu tanpa alasan."

"Beneran, Yah?" tanya Masha dengan mata berbinar. Dia langsung bersorak kegirangan ketika Daffa mengangguk sebagai jawaban.

"Asikkkkkk! Adek dibeliin juga ndak, Yah? Beliin kopiah?"

"Kopiah, Kak?"

"Iya! Adek suka pake kopiah," jawab Masha mantap.

Memang Kak, Naufal suka. Tapi kopiah vs jilbab rasanya tidak adil sekali.

**

Bila menunggu kedatangan Daffa dan Masha dengan bosan. Dia harus mandi, sementara sejak tadi Naufal rewel dan hanya diam ketika digendong. Huh, memang ya, kalau ayah anak sudah pergi tanpa dirinya akan berujung pada lupa waktu. Ada saja yang keduanya lakukan. Entah itu ke timezone, gramedia, carefour, hingga berakhir ke foodcourt untuk mengisi tenaga.

Suara salam terdengar nyaring di telinga. Pintu yang terbuka menampakkan Masha yang berjalan riang ke arahnya.

"Wa'alaikumsalaam. Kakak kok lama ba__"

"Selamat hari ibu, Mei! Kakak sayang Memei! Terima kasih sudah jadi ibunya Kakak. Ini hadiah dari Kakak."

Melayang sudah kata omelan yang tadi sudah terangkai dan siap dimuntahkan. Siapa yang menyangka jika Masha akan memberi kejutan. Dia menerima bungusan hadiah dengan senang hati. Ketika Daffa muncul untuk bergabung, Naufal langsung berpindah tangan.

Bila membuka bungkusan dari Masha. Dia terdiam saat melihat buku tulis dan pulpen di dalamnya. Sebuah coretan tangan tidak rapi bertuliskan 'Selamat Hari Ibu' tidak ketinggalan.

"Kakak belinya pakai uang sendiri lho, Mei!" cerita Masha dengan semangat.

"MasyaAllah.... Terima kasih, Kak Masha. Buku sama pulpennya nanti Memei pakai, ya!" ujarnya sambil memeluk Masha.

Tak lama kemudian, dia menguraikan pelukan.

"Jadi, Ayah sama Kakak sayang ibunya cuma pas hari ibu aja? Hari lainnya nggak sayang?"

Masha menggeleng cepat.

"Ndak, Mei! Setiap hari Kakak sayang sama Memei. Tapi, kalau setiap hari kasih hadiah, Kakak kan jadi ndak punya tabungan, Mei. Jadi, dikasih hadiahnya pas hari ibu aja. Begituuu!"

Bila tertawa mendengar jawaban putrinya yang diucapkan dengan begitu lancar.

"Oh iya, Mei. Tadi Ayah beliin Memei tas sama jilbab lho. Sama kerudung juga, cantik."

"Yah, Kak.... Itu kan kejutan, kok diberitahu sekarang?" tegur Ayahnya dengan nada pura-pura kecewa.

"Ups, keceplosan!" Masha tersenyum sambil menutup mulutnya.

Setiap hari adalah Hari Ibu. Jadi, tak perlu menunggu Hari Ibu jika hanya untuk mengucapkan terima kasih atas jasa yang tak bisa ditukar dengan apa pun. Tanpa mereka, kita tidak akan terlahir ke dunia. Selamat Hari Ibu kepada semua Ibu yang membaca tulisan ini. Kalian adalah orang terpilih untuk diberikan kepercayaan yang luar biasa. Karena tidak semua orang bisa seberuntung kalian.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top