Diary Ramadhan 9

Buka Bersama - B

"Om, motoran yuk, Om," rengek Masha kepada omnya.

Bila berdecak pelan. Masha ini seperti dapat kado tersendiri karena adiknya pulang. Sejak Rangga menikah, Masha kehilangan sedikit perhatian. Sejak Didi merantau, fix Masha tidak ada yang memerhatikan sebagai keponakan. Nasib ayahnya menjadi anak tunggal. Paling maksimal yang sering menengok Masha ya cuma Najwa dan Embun. Akan tetapi, pasti rasanya tidak sama dengan om-omnya.

"Lho, kok malah motoran, Kak? Bantu Uti gih, buat nyiapin buka," tolak adiknya.

Masha tampak muram. Ekspresi kecewanya sangat kentara.

"Ndak ada yang mau boncengin Kakak motoran lagi sekarang selain Ayah. Kan Kakak suka kasihan lihat Ayah capek pulang kerja kalau diajak motoran. Jadi, Kakak ndak pernah motoran lagi," ujar Masha dengan lirih.

Deg.

Bila yang mendengar ucapan sederhana dari Masha tergugu. Sebegitu kangennya Masha diajak motoran? Selama ini, dia tidak pernah bilang. Ketika ayahnya pulang, putrinya itu justru selalu berkata 'Ayah capek? Mau Kakak pijitin?' . Ternyata Masha bukan tidak ingin motoran lagi, melainkan tidak ingin ayahnya kecapekan.

Didi yang menggaruk kepalanya, membuat Bila tersenyum tipis. Beruntung Om Didimu belum nikah, Kak. Setidaknya sayangnya untukmu belum terbagi.

"Kakak bantuin Uti bungkus kerupuk aja kalau gitu. Kakak sebel sama Om. Om ndak sayang lagi sama Kakak"

Begitu berkata demikian, Masha langsung meninggalkan Didi yang memandangnya tanpa kata. Dia berjalan ke dapur dengan Lesu. Anak itu terlanjur kecewa karena omnya tidak segera memberi jawaban.

Bila dibuat mati kata. Ucapan Masha tak lain adalah isi hatinya. Kejadiannya memang terlalu begitu cepat antara dia punya Naufal, Rangga menikah, dan Didi merantau. Bila pikir, Masha yang sudah mulai berdamai dengan adiknya adalah hal yang baik. Namun, ternyata masih ada sisi hati Masha yang merasa kehilangan.

Maafkan kami ya, Kak. Tidak bisa memerhatikan keinginanmu sepenuhnya.

Sebuah tepukan di bahu dari Didi membuat Bila kembali dari lamunannya. Dia menghela napas.

"Maaf, Kak. Aku nggak maksud kayak gitu, lama nggak ketemu ternyata Masha jadi sensitif. Aku ambil kunci terus samperin anaknya deh, ya."

"Iya."

Bila menyusul Masha yang sudah ada di dapur. Dia menemani Utinya yang sedang membungkus kerupuk.

"Ti, Om Di itu ndak sayang lagi ya sama Kakak?"

"Kok begitu? Sayang, Kak. Kalau nggak sayang, kamu nggak dikasih oleh-oleh baju"

"Tapi kok ndak mau motoran sama Kakak? Itu artinya ndak sayang kan, Ti?" tanya Masha yang ternyata sedang curhat kepada utinya.

Bunda menatap Bila dengan pandangan bertanya yang dibalas dengan mengangkat bahu.

"Om Di masih capek mungkin, Kak. Kan baru datang," ujar Bila menghibur Masha.

"Begitu, Mei?"

"Iya."

Jawaban yang dipikir Bila akan membuat Masha tenang, ternyata sama saja. Anaknya itu memasukkan kerupuk ke kantong plastik dengan tidak semangat.

"Kak, Om mau beli buah. Kamu mau ikut nggak, Kak?" tanya Didi menyusul mereka.

"Ndak mau kalau naik mobil," tolak Masha cepat.

"Naik motor kok."

"Kan beli buahnya banyak, Om. Buat buka bersama, toh? Kakak nggak mau jadi koala kalau di depan buat naruh buah."

Didi yang menggaruk kepalanya lagi tanda kalau kehabisan akal. Bila memberikan kode tanpa suara untuk membelikan Masha anggur, buah favoritnya. Dia tahu betul kalau membeli buah hanya alasan untuk berdamai dengan Masha. Sementara itu, buah untuk buka bersama sudah dibeli bunda.

"Beneran nggak mau, Kak? Om cuma mau beli anggur aja kok. Nanti juga bisa ditaruh di jok. Ya udah, Om jalan sendiri kalau begitu," ujar Didi pada akhirnya.

"Anggur, Om? Kakak juga suka anggur."

Nggak ada yang nanya, Kak.

"Ayo, Om! Kakak ikut beli anggur. Kalau ikut nanti dibagi kan? Sekalian belinya yang jauh ya, Om." Ucapan Màsha terhenti.

"Tapi... apa Om ndak capek? Mau Kakak pijitin dulu?"

"Nggak kok. Ayo!"

Tanpa menunggu diminta dua kali, Masha langsung memberikan plastik kepadanya. Dia langsung menarik tangannya, berpamitan dengan cepat. Kemudian beralih pada utinya.

"Ti, Kakak pergi dulu, ya. Assalaamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalaam."

"Asikkkkk, Kakak mau motoran terus beli anggur!"

Bila tersenyum senang melihat Masha yang sudah kembali ceria. Dia menggandeng tangan omnya sambil terus berbicara.

"Disuapnya Masha mahal ya, Bil. Coba buah favoritnya semangka, kan sekilo nggak sampai sepuluh ribu."

Ucapan Bunda membuat Bila tertawa pelan. Itulah harga yang harus dibayar untuk menarik perhatian Masha oleh omnya. Ah, padahal kalau tidak sedang puasa, putrinya itu cukup disuap dengan satu cup ice cream kemasan 3.000 saja.

❤❤❤

Seringkali, diam membuat salah paham.

Buat yang bertanya cerita Om Didi, bisa di-search pakai judul 'Serenade Biru Jingga' ya. Ini penampakannya. Om Di udah nggak single lagi😄😄.
Maafkan buat yang abis sahur nungguin Kak Masha, baru sempet edit🙏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top