Diary Ramadhan 8

Buka Bersama - A

Minggu ini, Bila dan keluarga berksempatan ikut buka bersama di rumah Ayah. Selain dihadiri tetangga satu RT, beberapa kerabat dekat juga menyempatkan diri. Termasuk keluarga Caca, keluarga Najwa, juga orangtua Daffa.

"Kak, siap-siap kita mau ke rumah Kakung, ya," ujar Bila kepada Masha yang sedang sibuk memberi makan ayam.

"Ngapain, Mei?"

"Buka bersama, Kak."

"Yahhh, Kakak kan mau ngaji di sini. Nanti kalau ndak berangkat ketinggalan sama Daun bacanya."

Kekecewaan tampak jelas di wajah Masha. Beginilah yang Bila suka dari mengaji, Masha merasa termotivasi agar segera menyelesaikan iqro-nya. Kalau di rumah? Untuk belajar membaca selembar butuh waktu satu jam agar Masha mau konsentrasi.

Ngomong-ngomong, sekali-kali Masha bolos tidak apalah, ya.

"Ada Om Didi lho, Kak."

Jawaban dari sang Ayah membuat Masha menatap ayahnya dengan cepat.

"Beneran, Yah? Om Didj pulang? Kakak lama ndak ketemu Om Di."

"Bener. Ada Kak Caca, Om Ken, sama Papa Mamanya."

Bila nyaris tertawa ketika melihat Masha tampak antusias.

"Wahh, rame! Nte Najwa juga, Yah?"

"Iya, sama Eyang Eja."

"Dek Rafa?"

"Dek Raffanya nggak dateng, Kak. Kemarin lagi ke tempat Utinya di Jakarta, terus sakit di sana. Jadi, belum bisa pulang," sahut Bila sambil tak lepas memerhatikan respon Masha.

"Jakarta, Mei? Tempat kerjanya Om Di? kalau gitu nanti Kakak ajakin Om Di nengokin, ya."

Ya ampun, Kak. Memangnya Jakarta itu seperti jarak rumah ke tempat kakungmu apa? Seenaknya saja kalau bicara.

"Jadi, Kakak mau ke tempat Kakung apa ngaji?" tanya ayahnya memastikan.

"Ke tempat Kakung lah, Yah. Kakak besok belajar sama Memei biar bacanya cepet, terus balap Daun. Yuk, berangkat sekarang."

"Mandi dulu kali, Kak."

Selanjutnya Masha yang tertawa sambil mengatakan lupa membuat Bila menggelengkan kepala. Siapa tadi yang tidak mau diajak pergi? Sekarang justru sebaliknya.

"Meiiiii, buruan adek dibangunin! Ntar kelamaan nunggu adek," teriak Masha dari dalam rumah.

Iya, iya, Kak.

❤❤❤

Begitu sampai rumah Kakung, Masha langsung berteriak memanggil omnya. Manjanya sedang kambuh, dia langsung minta dipangku begitu bertemu.

"Kirain pulang bawa calon yang siap dilamar, Dek," ujar Bila sambil terkekeh pelan. Membully satu-satunya penghuni di rumah yang masih single memang memberi kesenangan tersendiri.

"Maunya gitu, tapi belum nemu," balas Didi kalem.

"Masalahnya, kamu nyari nggak, Om?" tanya Bunda telak.

"Ampun deh, Bun. Ini lho kenapa aku malas pulang, pulang sehari aja udah habis sama kalian yang komplotan. Nanti kalau waktunya nikah, aku bakalan nikah juga kok. Kalau perlu besok pas kuajak pulang bukan lagi calon istri, tetapi udah istri."

"Aamiin...."

Jawaban yang kompak terdengar dari seluruh ruangan. Bila melihat Didi menghela napas. Ah, dia tahu bagaimana rasanya ditanya kapan nikah, di saat dirinya belum siap.

"Kak, kamu mau oleh-oleh apa?" tanya Didi yang akhirnya mengalihkan pembicaraan dengan memanfaatkan Masha.

"Kata Ayah, Kakak ndak boleh minta oleh-oleh, Om."

Anak Ayah.

"Tapi, kalau Om mau kasih, Kakak pilih dibeliin baju."

Bila tersenyum geli melihat ekspresi Didi yang semula tampak terpesona atas jawaban Masha, tapi langsung syok mendengar kalimat selanjutnya. Menolak, tapi memilih.

"Warna apa, Kak?" tanya Didi kemudian.

"Warna biru ya, nanti Adek juga dibeliin warna yang sama ya, Om. Ayah sama Memei juga."

"Itu sama aja Om beliin kamu seragam keluarga, Kak. Ayah sama Memei biar beli sendirilah."

"Ayah belum gajian, Om. Belum ada duit. Ayah kan kerja duitnya buat Memei, Kakak, sama Adek, jadi cepat abis. Kalau Om duitnya buat siapa? Kan uang Kakung udah banyak."

Bila terbahak, dia tak bisa lagi menahan tawa mendengar jawaban polos Masha. Anak kecil saja dengan kepolosannya bisa membuat adiknya terdiam tanpa kata. Tepatnya, ucapan Masha seakan mengingatkan Didi atas status single-nya.

"Iyain aja, Om. Kapan lagi bisa nyenengin Masha sama ibunya. Selagi masih single, besok kalau sudah nikah boro-boro beliin baju buat ponakan, keuangan diatur sama Nyonya."

Ucapan dari suaminya membuat Bila terdiam. Apa yang dikatakannya memang benar, dialah yang mengatur keuangan. Bahkan untuk hal sepele dengan uang simpanannya sendiri pun, Kak Daffa selalu minta pendapatnya.

"Hitung-hitung kami hemat pengeluaran juga, Dek. Jadi, tidak perlu siapin baju lebaran," lanjut Daffa kemudian.

Poor Didi.

Seperti Masha yang tidak mau ketinggalan dengan Daun, motivasi untuk belajar itu bisa kita ciptakan sendiri.

❤❤❤

Di sini Om Didi masih single, ya. Jodohnya belum kelihatan. Nanti nggak singlenya pas Kakak udah SD 😄😄😄

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top