Diary Ramadhan 14

Lomba

"Kak Masha, mau ikut nggak?* tanya Caca ketika berpamitan untuk pulang.

Masha menggeleng cepat.

"Kenapa, Kak? Nanti Kak Ca ajakin ke Syifa sama Syafa."

"Ndak mau, ndak ada Ayah."

"Ada Om Ken sama Kak Caca, Mama, Papa juga."

"Ndak mau, ndak ada Ayah."

"Nanti Kak Caca beliin baju baru, Kak," bujuk Caca pantang menyerah.

"Kayak punya duit aja, Dek," bisik Ken yang ada di sebelahnya.

"Kan ada Kak Ken," jawab Caca tanpa dosa.

Ken menatap adiknya jengah, "Memangnya sini ATM berjalan."

"Iya."

"Udah, kamu ditinggal sini aja, Dek. Nanti Kakak jemput pas lebaran. Rumah damai banget kalau kamu nggak ada," kata Ken pada akhirnya. Dia tertawa puas melihat Caca cemberut.

"Kak Masha, beneran nggak mau ikut? Nanti Ayah biar nyusul sama Memei, sama Adek, Kak," rayu Mama Karen basa-basi. Padahal, Beliau tahu betul kalau Masha tidak akan pergi tanpa ayahnya, sementara ayahnya masih harus bekerja.

"Ndak mau, Ma. Ntar kalau ayah di rumah, ayah jadi ayahnya Dek Nopal. Terus nanti Kak Masha jadi anak siapa?" tanya Masha, kali ini dengan wajah muram.

Bila yang mendengar jawaban Masha tergelak. Apa yang diucapkan Masha adalah kopian dari mulutnya. Dia terpaksa berkata demikian karena Masha suka sekali menerima ajakan menginap. Entah itu di rumah Kakung, Najwa, bahkan Rangga yang rumahnya tak jauh sekali pun. Jika begitu, nanti berujung dia yang repot ketika Masha seringkali tiba-tiba minta dijemput karena katanya kangen rumah. Fiuhhh, lebih baik tidak sejak awal.

"Sak karepmulah, Sha!" decak Caca yang sudah menyerah dengan penolakan Masha.

❤❤❤

Sepulang mengaji, Masha pulang dengan riang. Dia langsung menghampiri Bila yang sedang menyuapi Naufal begitu selesai mengucapkan salam, meninggalkan ayahnya yang sibuk membawa mukena miliknya.

"Mei, Mei, Mei!"

"Kenapa, Kak?"

"Besok Kakak mau lomba mewarnai, sama Daun juga. Jauh, Mei. Nanti diantar sama Mbak Anak ke tempat lombanya. Ada Mas Deni lomba adzan, Mas Adit lomba hafalan, terus ada yang lomba shalat juga. Banyak deh," cerita Masha dengan semangat.

"Sekarang Kakak mau belajar mewarnai dulu ya, Mei. Daaa, Adek!"

Bila menggelengkan kepala melihat tingkah Masha. Belum juga sempat menjawab, anak itu sudah kabur mengambil meja lipat, buku mewarnai dan pewarnanya.

"Kamu mau ikut lomba, Kak?" tanya ayahnya kemudian.

"Iya, Yah."

Masha menjawab mantap, tanpa menoleh dan masih tetap fokus pada gambarnya.

"Kalau mau ikut lomba, misal kalah tidak boleh ngambek lho, Kak. Kakak tetap harus ngaji. Ayah tidak suka kalau kayak tahun kemarin, hadiahnya ketinggalan terus Kakak ngambek."

"Iya, Ayah."

Bila menatap Masha dengan tidak yakin. Tahun lalu, mereka lupa mengajari Masha tentang menerima kekalahan sebelum berlomba. Hasilnya, ketika putrinya tidak juara, ngambek tidak mau mengaji lagi. Masha baru mau mengaji ketika dibelikan buku gambar yang dibungkus kertas kado, dikatakannya kalau hadiah miliknya ketinggalan di rumah Ustadzah.

"Kalau lomba tuh, Kak. Pasti ada yang juara sama tidak. Kalau tidak juara bukan berarti kalah atau mewarnainya jelek, tapi karena ada punya teman yang lebih bagus. Mungkin temannya itu lebih rajin belajar. Jadi, anak solehah Ayah kalau tidak dapat juara tetap senang ya sudah ikut lomba?"

"Heem."

Masha masih sibuk ketika ayahnya menasehati. Meskipun begitu, dia menjawab dengan meyakinkan.

Besok tidak akan ada drama lagi kan, ya?

❤❤❤

Hari H

"Assalaamu'alaikum, Kakak pulang!"

"Wa'alaikumsalaam."

"Mei, coba tebak, Kakak juara apa  ndak?" tanya Masha dengan wajah berseri-seri.

Wah, kalau dilihat dari ekspresinya sih, sepertinya juara.

"Juara berapa, Kak?" tanya Bila to the point.

"Juara jadi anaknya Ayah, Mei! Kan katanya kalau ndak juara tetap senang, Kakak anak solehah Ayah."

Bila terdiam. Ini beneran Masha tidak juara? Dia masih bisa tersenyum? Apa sebegitu hebatnya perkataan ayahnya tempo hari?

"Wih, hebat ya, Kakak. Kalah-juara tetap senang," pujinya bangga.

"Tadi tuh, Mei. Sebelah Kakak cepetttt banget mewarnainya,  bagus deh warnanya. Eh, pas dia udah selesai, tahu-tahu semua disuruh kumpulin kertasnya. Gara-gara Kakak lihatin punya teman sebelah, kertasnya Kakak belum diwarnai semua. Jadi ndak juara."

Bila menahan tawa mendengar cerita dari Masha. Antara gemas, juga gregetan. Bagaimana ceritanya ikut lomba dan justru sibuk melihat temannya. Akan tetapi, Masha yang mau menerima kekalahan patut diapresiasi. Setidaknya ada peningkatan dari tahun lalu.

Kekalahan itu bukan untuk disesali atau pun ditangisi, melainkan untuk introspeksi diri.

❤❤

Nb. Buat teman-teman yang ikut penjualan spesial, buku sudah dikirim hari ini, ya. Buat tanya resi sila DM (besok baru diambil resinya). Mohon maaf untuk yang waiting list Calon Imam+Bila tidak ada yang cancel, jadi stoknya kosong😯😯.. InsyaAllah nanti kalau  udah re.stok diinfoin lagi, ya.
Terima Kasih
Alyaaa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top