Diary Ramadhan 10
"Kak Cacaaaaaaa," teriak Masha kencang ketika motor yang dikendari Didi baru mulai masuk halaman. Belum parkir, bahkan belum berhenti.
"Kak, jangan gerak-gerak begitu," tegur Didi ketika Masha sudah heboh menggerakkan badannya.
Begitu motor berhenti, Masha langsung turun tanpa aba-aba hingga motor hampir hilang keseimbangan.
"Astaghfirullah... Untung aja Kak Bila nggak dikasih belajar motor sama ayahmu, Sha," gumam Didi sambil menggelengkan kepala melihat kelakuan keponakannya..
"Kak Ca sama siapa datang ke sini? Katanya sama Papa? Sama Mama juga, Kak? Om Ken ikut?" tanya Masha beruntun, tanpa rem begitu di depan Caca
"Iya, sama Om Ken, Papa sama Mama."
"Wahhh rameee, Kakak mau liat Papa Kak Caa dulu ah!"
Caca dibuat melongo oleh tingkah Masha. Tadi ketika datang dia seakan ditunggu-tunggu, begitu ketemu cuma salaman terus pergi begitu saja. Ck. Anak itu sekarang sudah berteriak memanggil papanya.
"Kak Di kapan pulang? Tadi dari jauh kirain Kak Rangga."
"Kami apa miripnya sih, Ca? Ngawur aja kamu. Tadi pagi baru sampai."
Caca terkekeh pelan. "Mirip sih, nggak. Cuma kan kata Bunda, Kakak nggak pernah pulang kecuali lebaran. Makanya Caca pikir tadi itu Kak Rangga. Terus sekarang lebaran masih belum kelihatan kok udah pulang, Kak? Mau lamaran?"
Didi menghela napas. Kan, belum juga setengah hari dia pulang kampung, entah sudah berapa orang membahas hal yang sama. Tidak jauh-jauh dari masalah nikah dan lamaran.
"Kamu mau kulamar, Ca?" tanyanya bercanda.
"Nggak maulah."
Jawaban cepat didapat dari mulut Caca.
"Nggak harus cepat dan yakin gitu juga kali jawabnya, Ca. Aku merasa nggak laku banget jadinya."
Bukannya prihatin, Caca justru tertawa lagi.
"Bukan gitu, Kak. Tapi aku kan belum dapat ijin nikah dari Papa, sementara Kak Didi udah diburu usia, kan."
Jleb. Nggak Caca, nggak Masha, entah sadar atau tidak selalu saja perkataannya tepat dan mengena di hati.
"Sama Najwa aja free, Di. Dia udah dapat ijin nikah kok."
Suara Om Eza yang baru datang bersama Tante Vani mengalihkan perhatian keduanya. Om Eza, tak lain adalah adik ayahnya. Najwa itu masih saudara sepupu.
"Kata Bunda, aku disuruh cari istrinya yang jauh kayak Rangga, Om. Jadi biar berasa punya besan. Gara-gara Kak Bila sama Kak Daffa nih, katanya kasihan Masha saudaranya itu-itu aja."
"Ca, kamu jangan bilang-bilang ke Najwa kalau dia ditolak Didi, ya. Ntar dia ngomel-ngomel ke Bopo, nawarin anaknya ke semua orang," ujar Om Eza kemudian.
Caca mengangguk mantap, "Siap, Om! Tapi... Kak Najwanya---"
"Bopoooo! Aku dengar lho ini! Aku juga nggak mau sama Kak Didi, nanti saingan cari perhatiannya sama Masha. Berat!"
Najwa yang ternyata sudah tiba lebih dulu mendengar obrolan mereka. Gadis itu muncul dari pintu depan, lalu menarik lengan ayahnya.
"Bapak-bapak sana ngobrol sama orang tua," usirnya dengan nada bercanda.
❤❤❤
"Kak Caca, kok Syafa sama Syifa ndak diajakin ke sini toh?" tanya Masha ketika para generasi kedua sibuk memasukkan snack ke dalam plastik sambil mengobrol. Ada Bila, Najwa, Caca, dan Embun di sana.
"Mereka lagi ke tempat eyangnya, Kak. Jadi nggak bisa ke sini."
"Meiii, tuh kan kakak ndak punya teman main. Coba di rumah, bisa main sama Daun," adu Masha kepada ibunya. Keramaian yang ada, ternyata belum mampu membuatnya senang.
"Assalaamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalaam."
Suara salam dari ruangan depan terdengar samar. Masha langsung bangkit dari duduknya.
"Wah ada tamu, siapa ya? Kok Kakak ndak kenal suaranya," kata Masha sambil berjalan menuju depan. Dia penasaran dengan suara asing itu.
"Siapa, sih, Kak? Aku jadi ikut penasaran," tanya Najwa kemudian.
Bila yang mengangkat bahu sebagai jawaban membuat Najwa makin penasaran. Dia ikut bangkit menyusul Masha, lalu mengintip ke ruang tamu. Padahal, tanpa melihat pun Bila tahu pasti siapa pemilik suara itu. Fadli, sahabat sekaligus masa lalunya.
Najwa kembali tak lama kemudian. Bibirnya tersenyum penuh kejahilan.
"Siapa, Kak?" tanya Caca ingin tahu.
"Cinta tak sampainya Kak Bila, hahaha." Najwa terkekeh pelan.
"Masa lalu, Wa. Sekarang udah move on," balas Bila malas.
"Siapa, sih? Cinta tak sampai? Masa lalu?" tanya Caca makin penasaran.
"Makanya baca novelku, Ca. Beli, murah kok. Nanti bakalan tahu deh siapa tanpa banyak nanya."
"Yahh, malah promosi. Bagilah sini buat THR."
Bila berdecak. Rugi memang menawarkan jualan ke Caca, jago ngeles.
"Eh, Kak Bil," panggil Najwa meminta perhatian.
"Hm."
"Masha sekarang udah dapat teman main. Itu dia sekarang di depan lagi main sama Fattah. Cieeee, nanti bisa besanan ni. Dari teman, cinta tak sampai, terus jadi besan."
Fattah adalah anak Fadli. Najwa mengenalnya karena beberapa kali bertemu ketika ke sini.
"Jadi besan juga nggak papa, Wa. Kalau nggak ada Fadli, nggak ditinggal nikah, aku nggak bakalan jadi sama Kak Daffa. Kalau begitu, nggak bakalan ada Masha sama Naufal, kan. Memang skenario Allah sudah begitu. Sekarang aku udah berdamai sama masa lalu kok." Bila menjawab dengan tenang. Baginya, Fadli kini hanyalah seorang teman, tidak lebih.
Najwa bertepuk tangan, "Super, Kak Bila! Aku aja yang nggak jalanin masih kesel kalau ingat."
"Roaming! Roaming! Ahhhh, ganti topik gihhh, Caca nggak nyambung," protes Caca yang tidak tahu cerita lengkao tentang kehidupan kakak sepupunya.
"Makanya beli bukunya gih, Ca. Aku reseller lho, nanti tak kasih diskon."
Najwa tertawa pelan, ikut ambil kesempatan promosi. Didukung dengan dua jempol dari Bila.
Caca memanyunkan bibir.
"Caca mau ke Kak Didi dulu lah, minta THR buat beli novel," ujarnya sambil bangkit berdiri, mencari Didi.
Bila dan Najwa kompak menggelengkan kepala. Caca, si Bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarganya. Sudah tak heran lagi jika tumbuh menjadi anak yang dimanja.
Kita tidak akan berdiri seperti sekarang, tanpa adanya masa lalu.
❤❤❤
Edisi sore ini lagi-lagi mengandung promosi ya.
Jadi, ceritanya sisa PO terakhir, ada beberapa buku Bila+Calon Imam yang ada minusnya dikittt, jadi sengaja dipisahin gitu. Maklum, mereka udah tua😂😂😂
Nah, barangkali ada yang berminat, atau masih penasaran dengan cerita ayah sama memeinya Masha bisa dikoleksi, selagi harga spesial dengan kondisi spesial ini.
Bila: 53.000 jadi 45.000
Calon Imam: 46.000 jadi 38.000
Stok terbatas, ya. Siapa cepat dia dapat.
Oh iya, kalau mau sekalian beli DIA (55.000) juga bisa.
Sila DM buat yang berminat, InsyaAllah akan dibalas totalannya (slow respon)
Buat yang penasaran, ini penampakannya.
Terima Kasih
Alya
Ini tepinya buku kuning gitu, ada juga dipojok karena plastiknya kebuka.
Buat penampakan dalamnya masih lumayan normal. Foto dibawah ini penampakannya dibandingkan dengan DIA
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top