Diabaikan
Sekadar mengingatkan, hari ini batas terakhir buat ikut PO DIA,ya.. Buat yang belum transfer ditunggu transferannya. Buat yang belum pesan ditunggu pesanannya😍😍😍
Selamat bertemu Masha
Terima kasih
Alyaaa
💙💙💙
"Om Didiiiii! Assalaamu'alaikum," teriak Masha yang saat ini ada di depan pintu rumah omnya, Didi.
"Ommmmmm! Buka pintunyaaaaaa!"
Masha berteriak makin lantang ketika pintu itu enggan terbuka. Ayahnya yang mengantar kali ini memilih duduk tenang di kursi yang ada.
Pintu kayu itu terbuka lebar tak lama kemudian. Sosok Didi muncul dengan tangan mengusap wajah. Wajahnya masih khas bangun tidur.
"Wa'alaikumsalaam. Kenapa, Kak? Ini baru jam enam kok udah ke sini? Nggak ke rumah Uti?" tanya Didi setengah malas. Dia baru bisa tidur setelah Subuh karena ada deadline yang harus dikejar. Jadi, itu berarti baru sekitar satu jam yang lalu.
Masha menggeleng. Dia berjalan masuk menggandeng Didi untuk diajak duduk di ruang tamu. Didi yang masih setengah sadar mengikuti keponakannya yang sudah seperti pemilik rumah.
"Uti sama Kakung lagi ke pasar, Om. Makanya Kak Masha ke sini. Kita ke timezone yang ada dinosaurusnya yuk, Om."
"Kenapa nggak sama Ayah, Kak?"
"Ayah mau antar adek ke dokter. Adeknya batuk-batuk terus, Om."
Didi mengangguk sebagai tanggapan Masha. Dia kemudian pamit untuk mencuci muka. Hmm, padahal sejujurnya dia ingin menghabiskan waktu libur dengan bermalas-malasan di kasur. Air dingin membuat wajahya segar. Kantuk yang ada mulai menghilang. Dia kembali menghampiri Masha sambil membawakan air putih.
"Di, minta tolong titip Masha dulu, ya. Kami mau ke dokter sebentar. Naufal lagi kurang sehat," pamit Daffa begitu Didi muncul.
"Siap, Kak."
"Kak Masha, Ayah pamit, ya. Assalaamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalaam...."
Setelah kepergian Daffa, Didi duduk di seberang Masha sambil mengamati wajah keponakannya. Tak ada senyum terlihat di sana, matanya menatap sendu kepergian sang Ayah. Hatinya seakan tidak rela ayahnya pergi begitu saja. Hal itu membuat Didi mau tak mau turun tangan untuk menghibur.
"Kak Masha sebel!" ujar Masha ketika Didi baru akan membuka mulut.
"Kenapa, Kak?"
"Ayah sama Memei ndak sayang sama Kak Masha. Apa-apa Adek, dikit-dikit Adek. Kemarin minta ke kebun binatang juga ndak dikasih, terus Kak Masha cuma main ke rumah Om Rangga," adunya dengan nada kurang menyenangkan.
"Adek kan masih kecil, Kak. Adeknya belum bisa apa-apa. Jadi, ya mesti diperhatiin sama Ayah dan Memei. Perginya kan bisa nanti-nanti."
Didi mencoba memberikan pengertian sebaik mungkin. Oh, ayolah, dia belum punya pengalaman menghadapi anak yang merajuk seperti sekarang.
"Kak Masha ndak suka punya adik. Dek Nopal jual aja yuk, Om!"
Uhuk...
Didi yang baru meminum air langsung tersedak begitu mendengar kalimat Masha.
Memangnya Naufal ponsel yang bisa dijual bekasnya?
**
Menjelang siang, Didi mengajak Masha ke Transmart demi menghilangkan kekesalan Masha. Dia ikut prihatin atas apa yang terjadi. Dia paham jika kesibukan kakaknya mengurus Naufal, mau tidak mau membuat Masha merasa terbaiakan. Masha belum biasa berbagi, khususnya kasih sayang ayah dan ibunya. Ketika Naufal lahir, saat itulah perhatian untuknya sedikit berkurang. Dulu, hampir setiap minggu Masha selalu diajak berlibur, sekarang tidak lagi. Semua itu karena usia Naufal yang bahkan belum genap sebulan.
Kakaknya bahkan sampai meminta tolong kepada sepupunya, Najwa agar datang setiap Minggu. Demi mengajak Masha jalan-jalan. Namun, semua tidak cukup baginya. Hal yang diinginkan Masha adalah pergi bersama orangtuanya.
Tiket bermain senilai seratusribu sudah ludes dalam sekejap, itu pun belum semua dicoba. Bagaimana tidak, Masha meminta naik kereta yang harganya lima kali lipar permainan lain sebanyak dua kali. Lalu, berganti dengan permainan uji keberuntungan, kupon poin akan keluar sesuai di mana bola berakhir. Masha senang sekali memainkannya dan menunggu kupon poin keluar. Dia bahkan sampai menggesek kartu empat kali pada permainan ini. Lalu, dia juga memilih permainan memancing dan berujung gemas setiap kali waktunya habis.
"Om, Kak Masha mau naik itu!"
Masha menunjuk ayunan berputar yang ada di depan mereka.
"Nggak takut, Kak?"
Masha menggeleng.
Om Didi yang takut, Sha!
"Ehmmm, Om Didi lapar, Kak. Kita cari makan aja, yuk?" tolak Didi dengan mengalihkan permbicaraan.
"Ayam kentucky ya, Om! Ntar beli dibungkus juga buat di rumah. Pokoknya buat Kak Masha semua, Dek Nopal ndak dikasih."
Didi menahan tawa atas ucapan Masha. Dikasih pun, Naufal juga belum bisa makan.
Setelah makan, Masha yang kelelahan tertidur di sepanjang jalan. Didi terpaksa mengendari motornya pelan, hanya dengan satu tangan. Dia menyesal tadi sudah menolak tawaran Ayah untuk memakai mobil. Begitu sampai di rumah, tangannya kaku, seperti mati rasa.
Masha baru diantarkan pulang pada sore harinya. Wajahnya berbeda 180 derajat dengan tadi pagi. Dia berjalan dengan riang sambil menenteng kantong ayam. Tas Ransel ada di punggungnya, penuh dengan kupon bermain yang sudah dia kumpulkan. Ada satu boneka kecil juga di sana, hasil dari Om Didi yang memancing boneka.
"Meiiiii! Kak Masha habis main sama Om Didi. Terus abis itu beli ayam," katanya riang melihat ibunya sedang menyiram tanaman.
"Wuihhh, seneng dong, Kak? Beli ayam berapa?" tanya Bila dengan antusias demi menyenangkan Masha.
"Iya, dapat boneka kodok juga, Mei. Terus ayamnya tadi beli banyak. Kak Masha kasih ke Uti sama Kakung juga. Ini Kak Masha bawain buat Ayah sama Memei, tapi Dek Nopal ndak usah dikasih ayam kesukaan Kak Masha. Adek dikasih boneka kodok aja yang jelek. "
Didi menggelengkan kepala geli ketika Masha masih mengibarkan bendera perang pada adiknya yang tak berdosa.
Sementara Bila hanya tersenyum menanggapi. "Oke, Kak!"
Masha tersenyum puas. Dia berjalan riang masuk ke dalam rumah, meninggalkan om dan ibunya yang ada di halaman.
"Ayahhhhhh!" teriaknya keras.
Bila meringis. "Naufal baru aja tidur padahal, Dek. Bentar lagi pasti kebangun."
Benar saja, tidak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi. Didi tidak lagi bisa menahan tawa. Dia langsung berpamitan untuk pulang sebelum Bila menghampiri Naufal.
Menerima hal baru dalam hidup itu tidaklah mudah. Butuh waktu dan penyesuaian agar bisa terbiasa.
**
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top