Cuci Motor (2)

"Ommmm! Om Kennnn! Bangun, Ommmm! Ini udah siang!" celoteh Masha yang sudah ada di kamar tamu. Dia menepuk bahu Ken, tetapi tidak ada tanggapan.

Hup.

Masha memanjat kasur dan duduk di samping Ken berbaring.

Ken merasa sesak napas dan langsung terbangun dari tidur. Dia membulatkan mata syok ketika melihat biang kerok yang sekarang menyeringai penuh kemenangan.

Sabar, Ken.

Ken kembali memejamkan mata, "Apa sih, Kak? Om ngantuk, mau tidur dulu."

Jika tadi hidung menjadi korban, sekarang adalah mata. Tangan kecil Masha berusaha membuka mata Ken yang terpejam. Ken menghela napas berat. Kalau sudah begini, apa dia punya pilihan lain selain bangun?

"Udah siang, Om. Kok mau tidul lagi? Om kayak mentog, enak-enak ngolok, ndak kelja."

Ya, Rab. Ini bocah boleh dipites, nggak sih?

Ken mengalah dan bangun dari posisi tidurnya. Menguap sekali lagi, lalu dia mengucek kedua mata. Rasa lelah dan kantuk sama sekali belum hilang.

"Opo, Sha? Opo, Mbak Masha?" tanya Ken dengan bahasa jawa, mengikuti Masha yang tadi berbahasa jawa seperti lagu anak-anak.

"Ayo nyuci motol, Om. Bial belsih."

Ken mengerutkan dahi. "Hah?"

"Motol, Om. Ayokkk!"

Masha menarik tangan Ken supaya lekas bangun. Diseretnya Ken menuju halaman depan. Di sana, ada Bila yang baru saja masuk pekarangan rumah dengan tas belanja.

"Mei, Kak Maca mau nyuci motol sama Om," lapor Masha dengan semangat.

"Iya, Kak." Bila beralih kepada Ken,
"Kapan dateng, Ken? Nggak istirahat dulu di dalem? Tidur-tiduran kalau capek."

Daffa menghampiri ketiganya dengan ember dan gayung sambil tertawa. Bila menyipitkan mata, merasa aneh dengan suaminya yang sedang tertawa.

"Dia baru mau numpang tidur waktu Masha heboh nyariin, katanya mau diajak nyuci motor," jawab Daffa mewakili

Ken masih berdiri dengan sedikit sempoyongan karena rasa kantuk. Dia tidak punya energi sekadar untuk menjawab.

"Kak Sha, itu kan ada Ayah. Kamu nyuci sama Ayah, Om tidur dulu, ya," kata Ken dengan suara lirih.

"Kan motolnya Om, bukan Ayah."

Masha menolak.

"Kamu salah milih tempat buat istirahat kalau ke sini, Ken. Tahu sendiri kelakuan Masha ajaib," komentar Bila dengan wajah memohon maaf.

"Tadinya mau ke tempat Eyang, tapi Beliau lagi di rumah Ayah Reffi. Nah, di sana katanya si Kembar lagi main. Kan sama aja cari penyakit. Makanya milih ke sini," jelas Ken sambil mengambil duduk di teras. Dia sandarkan kepalanya di tembok. Masha lupa dengan kehadirannya untuk beberapa saat.

Bila mengangguk dan berpamitan untuk masuk. Dia kembali muncul sambil membawa teh yang masih mengepul tidak lama kemudian.

"Diminum, Ken. Ada acara apa ke sini? Tumben datang sendirian."

Lagi, Ken menghela napas. Dia ingat tujuannya sampai ke kota ini. Semua karena Caca. Anak itu terus merengek untuk diantar selagi libur.

"Ngater Tuan Putri," jawab Ken singkat. Dia mendengus.

"Caca? Lho, anaknya mana sekarang?"

"Tadi begitu sampai, kami sewa motor, terus langsung ke rumah Om Eza. Caca ya langsung nempel sama Najwa. Katanya mereka udah janjian mau explore Jogja. Mau istirahat di sana nggak enak, Om Eza-nya lagi nggak ada."

Bila berdecak. "Jiwa petualang mereka lagi kambuh. Musim ujan gini masih aja semangat pergi. Ya udah, aku tinggal masak, kamu istirahat di sini aja."

Ken mengiyakan saja. Dia baru akan menyandarkan kepalanya kembali ketika suara nyaring terdengar.

"Ommmmm! Siniiiii, ini motolnya dicuci."

Duh, Sha, enak nih pemilik motornya. Sudah disewa, dicuciin pula.

Ken bangkit dan menghampiri Masha.
Daffa langsung membuka mulut begitu Ken ada di sampingnya. "Ken, ditinggal bentar, ya. Haus."

Pada akhirnya Ken dan Masha kompak menyuci motor. Walaupun kompak di sini Masha hanya menyiramkan air dari selang. Kadang disiram ke motor, kadang ke badannya sendiri. Suka-suka Masha.

"Hiiiiii, dinginnnn!" Masha berkata sambil mendekap badannya sendiri.

Ken tertawa melihatnya, "udahan, Sha. Udah bersih."

Masha diam saja, tidak menggubris kalimat Ken.

"Sha, kamu kedinginan. Udahan, yuk," ulangnya.

"Kak Maca!" tegas Masha yang membuat Ken menggelengkan kepala dengan dramatis. Dia khilaf embel-embel 'kak'nya ketinggalan.

"Iya, Kak Masha. Udahan ya, Kak."

"Ntal lagi, mau dilap dulu."

Lah, dipanggil kak juga nggak mau berhenti.

Ken menyerah untuk membujuk Masha. Dia memilih membersihkan diri dan masuk ke dalam rumah. Meminum jahe wangi selagi hangat sepertinya lebih menggoda.

"Kak, mau jahe wangi anget, Kak."

Bila memutar bola mata, dilihatnya Ken sudah berganti pakaian.

"Masha-nya mana?"

"Nggak mau udahan. Bentar lagi terus jawabnya." Ken menghela napas.

"Biar aku yang buatin minum. Kamu urusin Masha aja, Mei. Daffa yang juga baru selesai mandi menimpali. Rambutnya masih sedikit basah.

***

"Meiiii, bental lagi, Meiiiii!"

Suara Masha mengalihkan perhatian dua lelaki yang sedang minum. Di depan pintu, terlihat Masha menjejakkan kaki berulang kali, enggan diganggu aktifitasnya.

Bila yang ada di belakangnya menggeleng tegas. "Nggak, coba lihat tanganmu, Kak. Udah mati belum?"

Masha berhenti dari aksinya. Dia memandang kedua telapak tangan. Air masih terus menetes dari baju. Bila pasrah, lantainya harus dipel ulang.

"Udah," sahut Masha kemudian.

"Jadi?"

"Udahan nyucinya."

Selanjutnya, ibu dan anak itu menghilang di balik pintu kamar mandi.

"Apanya yang mati tadi, Kak?" tanya Ken penasaran.

Daffa tersenyum mendengarnya, "Oh, itu, tangan Masha."

"Tangan?"

Ken mengerutkan dahi tidak mengerti.

"Itu lho, kalau main air kelamaan kan jari-jarinya kedinginan terus kayak mengkerut gitu, dibilangnya mati," Daffa membuka telapak tangan dan menunjuk ujung jarinya, "di sini"

"Terus kalau udah begitu baru mau disuruh berhenti?" tanya Ken seraya tertawa. Geli sendiri melihat tingkah Masha.

Daffa mengangguk sebagai jawaban.

Tidak lama kemudian, Masha muncul dengan jaket pink. Dia langsung memanjat naik ke pangkuan ayahnya.

"Yah, dingin, Yah," ujarnya sambil memeluk sang Ayah, sesekali badannya menggigil.

"Udah dikasih minyak badannya?" tanya Daffa sambil memeluk balik Masha supaya lebih hangat.

Masha hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Nggak masuk angin tuh, Kak?"

"Ya, kalau masuk angin palingan emaknya bakal ceramah panjang," jawab Daffa kalem.

"Memei kalau celamah, ngasih tahu Kak Maca bisa panjang kayak keleta, Om. Ampe Kak Maca tidul," adu Masha yang membuat Ken tergelak.

Ternyata anak kecil itu memang ajaib, ya. Bisa menjengkelkan, sekaligus menghibur. Ah, sepertinya dia harus segera menikah supaya bisa punya Masha KW. Asal jangan sampai double saja seperti si Kembar.

°- bagian 'Cuci Motor' selesai -°

Ketika seorang ibu menasehatimu dengan kalimat yang sepanjang kereta, itu tak lain demi kebaikanmu. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top