Cuci Motor (1)
"Mei, tadi Kak Maca di sekolah nyuci motol, Mei," cerita Masha dengan semangat saat berganti pakaian.
"Nyuci motor siapa, Kak? Ah, pantes bajunya udah ganti, ya?"
Bila bertanya seakan antusias. Dia sudah tahu kalau pelajaran hari ini adalah anak-anak belajar membantu orangtua, contohnya dengan mencuci motor. Bu Erna bahkan sempat mengirim foto pada grup whatsapp khusus wali murid. Selain itu, baju seragam olahraga yang dipakai setiap hari Jumat juga sudah berganti dengan baju ganti. Setiap hari mereka memang membawa bekal pakaian ganti, sekadar untuk berjaga-jaga. Siapa tahu nanti khilaf pipis di celana, kotor, atau basah.
"Mei besok libul, kan? Ke lumah Kakung, yuk?"
Bila mengernyitkan dahi. Bagaimana tidak, beberapa hari yang lalu Masha selalu menanyakan kapan libur karena ingin jalan-jalan bersama ayahnya. Apa karena si Putih yang katanya kelaparan?
"Ngapain ke sana, Kak?
"Kak Maca mau nyuci motol Om, Mei."
Nyuci atau bikin kotor lebih tepatnya?
"Ya udah, nanti bilang sama Ayah, ya?" tawar Bila pada akhirnya.
"Yey, Kak Maca mau nyuci motol. Asikkkkk!" teriak Masha kegirangan meskipun belum dapat persetujuan.
••
"Yah, Yah, Yah," panggil Masha meminta perhatian saat dia sedang bermain lego.
"Hm," jawab Daffa sambil melanjutkan buku yang dibaca. Buku tentang IT pastinya.
"Besok ke lumah Kakung ya, Yah?"
"Ngapain?"
"Kak Maca mau nyuci motol."
Daffa mengerutkan kening tidak mengerti. Sejak kapan anaknya beralih profesi jadi tukang cuci?
"Mei?" tanyanya kepada Bila yang baru saja meletakkan jus jambu di meja untuk keduanya.
"Ah itu, nyuci motor, ya?" Bila bertanya untuk memastikan.
Daffa mengangguk.
"Tadi di sekolah dia praktik nyuci motor punya Bu Erna. Jadi, ketagihan."
Daffa menggelengkan kepala tidak percaya. Dia tutup buku yang tadi sedang dibaca. Tingkah Masha memang ajaib. Kalau ditolak, bisa-bisa manyun sepanjang hari. Kalau dituruti, rasanya dia besok sedang ingin menghabiskan waktu di rumah. Duduk santai atau tiduran di rumah sendiri itu lebih nyaman.
"Besok Ayah pinjemin motor punya Kak Deni aja ya, Kak? Jadi, kalau kakaknya pas di rumah kamu bisa nyuci motor," kata Daffa pada akhirnya. Deni adalah anak Pak Lukman tetangga sebelah. Beliau pasti dengan senang hati meminjamkan kalau motornya kembali dalam keadaan bersih.
Masha mendongak, dia menatap ayahnya untuk meyakinkan. "Benelan, Yah?"
"Bener, dong."
Bila menatap takjub. Bibirnya bergumam pelan, "Kok tadi aku nggak kepikiran gitu, ya?"
"Kamu yang dipikirin ikan ilang karena diambilin Masha, sih."
"Abisnya masak enak-enak dikasih kucing," jawab Bila sambil setengah manyun.
"Si Putih kan lapal juga, Mei. Nanti kalau kulus gimana?"
Masha yang tangannya sudah sibuk bermain lego ikut menjawab tanpa menoleh.
Duh, kalau begini bagaimana Bila bisa marah? Yang ada dia cuma gemas bukan main dengan ulah Masha. Apalagi ditambah usapan di bahu yang terasa menenangkan. Marah dan kesalnya langsung hilang.
**
Suara salam dan ketukan pintu membuat Daffa mengalihkan perhatian dari lantai ke jam dinding. Masih jam tujuh pagi, seingatnya dia tidak ada janji dengan siapa pun. Menaruh sapu, dia berjalan menuju pintu. Hari libur memang susah biasa dia manfaatkan untuk membantu bersih-bersih rumah. Ibu dan anak sedang pergi membeli bubur sejak setengah jam yang lalu.
"Wa'alaikumsalaam," jawabnya tepat saat membuka pintu.
"Lho? Kok kamu sampai sini Ken."
Seorang pemuda berdiri di hadapan Daffa. Kantung mata terlihat jelas di wajahnya. Dia adalah Ken, adik sepupunya.
"Boleh numpang tidur, Kak?"
Ken berkata sambil berjalan melewati Daffa.
"Kak, aku ngantuk banget. Kalau mau nanya-nanya nanti aja, ya," tambahnya kemudian.
Daffa melongo, belum dia sempat membuka mulut, Ken sudah menghilang di balik pintu kamar tidur. Rumah ini sudah seperti rumahnya sendiri saja.
Semaumulah, Ken!
"Assalaamu'alaikum."
Lima menit kemudian, suara teriakan salam kembali terdengar.
"Wa'alaikumsalaam. Lho, Memei mana, Kak? Kok kamu sendirian?" tanya Daffa heran. Di hadapannya berdiri Masha dengan kantong plastik kecil.
"Memei lama banget, Yah. Itu lagi ngomong sama ibuknya dedek. Telus, Kak Maca tinggal aja."
Daffa mengusap kepalanya yang tidak gatal. Dia tidak mengerti siapa yang dimaksud dengan ibuknya dedek. Semua ibu-ibu yang menggendong bayi disebut Masha demikian.
"Ya udah, masuk dulu, Kak. Minum teh ada di meja."
Masha mengangguk. Dia menoleh ke belakang untuk memastikan keberadaan ibunya ketika menemukan hal yang lebih menarik.
"Itu motol siapa, Yah?" tanya Masha sambil menunjuk vario yang terparkir di halaman. Matanya berbinar.
"Ah, itu punya Om Ken."
"Om Ken?" Masha diam sebentar, berusaha mengingat, "Om Ken yang lumahnya jauh, Yah? Yang sama Papa Apin, bukan?"
Masha bertanya panjang. Mengenai nama panggilan untuk kakeknya, Masha itu masih labil. Ketika Bila memanggil pakdhenya dengan sebutan Papa Alvin, ajaran memanggil Kakung tidak lagi digubris Masha. Dia ikut-ikutan memanggil dengan sebutan 'Papa'.
"Iya, bener."
"Telus Om sekalang mana?"
"Om lagi tidur di kamar."
"OM KENNNNNN!" teriak Masha kemudian.
Daffa membulatkan mata, "Kak, jangan dibangunin omnya. Om baru mau tidur, masih ngantuk."
Mengabaikan kalimat ayahnya, Masha langsung melesat menuju kamar. Dia melihat kamar orangtuanya, kosong. Lalu, berpindah ke kamarnya yang juga kosong. Terakhir, dia masuk ke kamar tamu yang pintunya tidak ditutup rapat.
Daffa meringis. "Maaf, Ken," gumamnya pelan.
Bersambung ke Cuci Motor Bag. 2
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top