17an lagi
“Ayah, Ayah, Ayah!” panggil Masha dengan semangat ketika ayahnya pulang dari kerja bakti.
“Hm.”
“Kakak tadi abis lomba, menang lhoh, Yah! Juara dua.”
“Wah, hebatnya anak Ayah. Lomba apa, Kak? Mewarnai?”
“Lomba makan kerupuk, Yah. Duluuu kan Kakak sama Daun pernah belajar di rumah. Yang ayah taliin itu lho. Terus tadi pas lomba Daun juara satu, Kakak dapat juara dua.”
Daffa mengernyitkan dahi. Seingatnya, dia tidak pernah memfasilitasi Masha belajar lomba makan kerupuk. Alih-alih pakai tali, biasa kerupuk di atas piring dengan lumuran kecap akan langsung ludes oleh Masha.
“Tahun lalu, Yah. Tepatnya sehabis lomba 17an tahun lalu,” ujar Bila menanggapi, seakan tahu Daffa sedang berusaha mengingat dengan keras kejadian yang diiingatkan oleh Masha.
Daffa tertawa kemudian. Takjub setelah ingat yang dimaksudkan. Apakah ini hanya kebetulan? Atau hikmah dari usaha Masha yang mau belajar? Tapi … masa belajar lomba makan kerupuk?
“Kok bisa menang sih dia, Mei?” tanya Daffa dengan mata menatap Masha yang kini sibuk membantu Naufal berjalan.
“Khusus anak TK, Yah. Ya iyalah menang, yang lomba cuma tiga anak. Itu lomba tadinya nggak ada, cuma ada yang kasih masukan kalau kasihan anak seumuran Masha cuma lomba mewarnai aja, sisanya mulai kelas SD. Jadilah ditambahi kelompok khusus anak TK aja.”
Lomba 17-an hanyalah sebuah perayaan untuk menyambut hari kemerdekaan tanah air. Merdeka dari penjajah lebih tepatnya. Bagi Daffa, merdeka yang sebenarnya adalah ketika Negara ini bisa berkuasa di Negara sendiri. Tidak ada lagi campur tangan asing. Ah, mengingat hari kemerdekaan, bayangan negara muslim yang terjajah membuatnya miris. Bagaimana mereka, saudara seagama yang untuk beribadah saja harus dilakukan dengan rasa tidak aman. Belum lagi menjadi korban dari perbuatan keji oleh oknum yang berkuasa.
“Yah, Yah, Yah!”
Goyangan di lengan dengan panggilan bertubi dari Masha mengalihkan lamunan Daffa. Naufal yang tadi dibantunya berjalan sudah menyerah dan memilih duduk di tanah. Celananya sudah berwarna coklat. Sementara ibunya sudah menghilang dari pandangan.
“Ya?”
“Kita beli kelereng yuk, Yah?”
“Kelereng?”
Masha mengangguk cepat.
Kamu kan cewek, Kak. Masa minta beli kelereng?
“Kamu mau belajar lomba kelereng, Kak?” tanya Bila yang muncul dari rumah sambil membawa semangkuk nasi dan sup untuk Naufal.
Masha yang mendengar pertanyaan ibunya langsung tergelak.
“Hahaha… Kok Memei tahu?”
Kamu itu sudah ketebak, Kak, batin Bila sambil tersenyum, lalu menghampiri si Bungsu.
“Memang mau buat apalagi, Kak? Kan katanya kamu ndak suka main kelereng. Kakak bilang kalau kelereng itu mainannya laki-laki, mainan Dek Naufal kalau udah gede.”
Masha mengangguk, sepakat dengan penjelasan ibunya.
“Belinya besok aja ya, Kak. Ayah mau mandi dulu, gerah.”
Daffa memilih mengabaikan permintaan Masha dan pamit undur diri. Dia baru saja bangkit dari kursi ketika Masha langsung menghadangnya.
“Ayah nanti aja mandinya. Beli kelereng dulu. Kakak kan mau belajar lomba kelereng sama Daun. Biar besok kalau lomba lagi, Kakak kan udah SD tuh jadi boleh ikut lomba. Terus besok bisa menang gitu, Yah.”
Jadi, beli kelereng demi lomba tahun depan jauh lebih pentung daripada mandi gitu, Kak?
**
Selamat malam teman-temannya Kak Masha ^^
Ini aslinya mau nggak dipublish karena asli pendek banget, tapi karena lapak Om Di update, ikutan diupdate. Kasihan nanti Kak Masha iri… heheu… Makasih buat yang udah nungguin Kak Masha. Segini dulu ya obat rindunya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top