[1] - 2 - Metode Ilmiah
Kalium (K) mematut dirinya di sebuah cermin dengan air wajah sedih. Jemarinya dengan malas mengoleskan kerosene* ke sela helaian rambut, sehingga warna keperakannya terlihat indah dan tidak akan menghitam--karena oksidasi.
(kerosene = minyak tanah)
Sudah berhari-hari sejak istrinya mengabaikan pria malang tersebut dan ... ia sudah tidak tahan lagi!
Tidak ada cara lain. Semua ini harus diselesaikan dengan cara yang sistematik.
Ia akan melakukan METODE ILMIAH!
1. Merumuskan masalah.
Apa yang membuat istrinya marah kali ini?
2. Mengumpulkan informasi.
Ia sudah berusaha membaca dari berbagai sumber, seperti ‘101 Alasan Mengapa Dia Mengabaikanmu oleh MiHa’, ‘Awas! Inilah 10 Tanda Hubungan Kalian Akan Berakhir oleh MiHi’, ‘Ciri Dia Bukan Cinta Sejatimu oleh KagayakiMH’, ....
DAN!
‘1001 Bahasa Wanita yang Sulit Dimengerti oleh mihaa’, ‘Cara Membuat Dia Klepek-Klepek oleh penulisabsurd’, ‘100 Jurus Agar Hubungan yang Sudah Layu Kembali Mekar oleh penulisygsebenernyajugajones’, dan sebagainya.
Tapi, dari ratusan buku atau artikel yang telah ia baca, ada satu kalimat yang menyentil terlalu dalam.
“Asumsi hanya akan menghasilkan delusi, jadi carilah kenyataan”, kata MiHasokbijak.
Uhuk.
Maka dari itu, dengan penuh tekad ia segera pergi ke departemen lain ketika kerjaannya sudah selesai dan mengawasi dari kejauhan!
Hari sudah mau malam, tapi Bromin (Br)--istrinya--sedang berbincang dengan pihak dari Badan Lingkungan Hidup. Pria itu mengembuskan napas pasrah.
Berbeda dengannya yang bekerja di departemen yang mengembangkan pupuk tanaman, Bromin bekerja di bagian pestisida dan hasil produknya kebanyakan berpotensi untuk merusak lingkungan. Ini tidak dapat dihindari, lagipula unsur Bromin memang kurang cocok untuk berkerja di bidang pertanian karena akan berkontak langsung dengan makhluk hidup dan hal itu dapat membahayakan.
Setelah perbincangan--yang ia yakin didominasi oleh keluhan pihak lingkungan hidup--wanita yang ia cintai itu segera kembali bekerja seolah tidak terjadi apa-apa. Tak lama kemudian, gawainya berbunyi dan ia pun membuka pesan yang biasa dikirimkan ketika istrinya harus lembur. Kalium harus pulang dengan tangan kosong.
Apakah ini alasan kenapa Bromin tidak ingin berbicara dan selalu menghabiskan waktu sendirian?
3. Membuat Hipotesis (Dugaan Sementara)
Mungkin istrinya mengalami stress karena tuntutan pekerjaan. Ia memang tidak pernah menyukainya sejak awal dan itu sangat bisa dimengerti.
....
Di akhir pekan, Kalium kembali terbangun sendirian di kamar. Walau hari ini libur, Bromin telah pergi ke luar setelah menyiapkan sarapan dan sebuah catatan mengatakan bahwa ia pergi ke toko buku.
Dahi pria itu berkerut karena yang ia tahu istrinya tidak akan pergi ke toko buku untuk melepas penat, tapi pergi untuk memotret pemandangan bersama--hobi yang keduanya sukai sejak bangku kuliah.
Dengan perasaan tidak enak, ia pun bergegas 4. Melakukan Penelitian untuk menguji praduga yang ia buat kemarin.
Setelah berkendara kurang lebih lima belas menit, ia sampai di toko buku yang paling dekat dari rumah dan berjalan sambil menenangkan diri dari pikiran-pikiran negatif yang muncul entah dari mana.
Kasir yang melihat dan mengenalnya sejak lama langsung menyambut dengan ramah, tapi wajahnya sempat memucat. “Selamat Pagi, Pak Kalium. Ada yang bisa saya bantu?”
“Saya mau cari istri saya. Katanya ada di sini?”
“Ah, itu ....” Kasir itu berdeham sebentar. “Tadi, Mba Bromin ada di sini.”
“Tadi?” Kalium mulai merasakan api keunguan yang membakar hatinya semakin memanas.
“Iya. Mba Bromin pergi--“
“Ke mana?” potongnya tidak sabar. “Kamu ... jangan bohong.”
Melihat kereaktifan dari pria yang biasanya terkenal humble ini, lawan bicaranya itu pun langsung menunduk dengan bibir gemetar. “Maaf, Pak. Saya ... saya ....”
Kalium menyentuh pundak sosok yang malang tersebut. Tersenyum tenang, “Tidak apa-apa. Ini semua tidak ada kaitannya sama kamu, jadi tolong katakan yang sejujurnya.”
Kasir itu mulai menjawab terbata-bata, “M-Mba Bromin belakangan ini ke sini setiap malam sebelum jam tutup, tapi ...,” ia menatapnya dengan wajah takut-takut, “tadi saya lihat Mba Bromin di luar dan tidak lama kemudian ... ada pria yang keluar dari mobil terus mereka ....”
Tangan pria itu luruh dengan lemas ke bawah.
Data pertama: Istrinya ternyata selalu pergi ke toko buku ini sehabis kerja tanpa memberitahukannya apapun.
Data kedua: Istrinya--setengah berbohong--dan pergi dengan pria lain.
Kalium langsung pergi untuk mencari keberadaan istrinya ke seluruh kota dengan panik dan akhirnya menemukan dua siluet sedang berbincang hangat di sebuah cafe yang berada di salah satu bukit di ujung kota, tempat keduanya dulu berkencan sekaligus tempatnya melamar wanita yang ia cintai setulus hati tersebut.
Netra perak kebiruan itu menatap nanar pemandangan yang terlihat romantis bagi orang-orang sekitar. Tangannya terkepal kuat dan kepalanya seolah ingin meledak ketika melihat senyum cerah yang jarang sekali istrinya perlihatkan kepada orang lain.
Tapi sekarang, senyum itu ditujukkan kepada pria lain yang saat ini hanya bisa ia lihat dari belakang.
Data ketiga: Istrinya sedang berbincang dengan pria lain di cafe yang biasanya menjadi tempat kencan mereka berdua.
Sesampainya di rumah, ia biarkan tubuhnya membanting permukaan kasur sembari menetralkan deru napasnya di balik bantal. Kedua mata perak kebiruan itu lalu menatap telapak tangannya bergetar--atau mungkin seluruh tubuhnya--dan akhirnya terpejam kuat-kuat.
5. Menganalisis Data
Ia terus berpikir dan berpikir lagi. Di keheningan ini, benaknya bertanya-tanya atas apa yang telah ia lihat hari ini dan semakin lama semakin terasa sakit.
6. Membuat Kesimpulan
Tidak ada kesimpulan lain. Kenyataan bahwa Istrinya telah membohonginya atau bahkan mengkhianatinya telah menamparnya keras-keras. Setelah berpikir matang-matang, ia memutuskan untuk membicarakan hal ini kepadanya saat pulang nanti.
7. Mengkomunikasikan Hasil Penelitian
Hari sudah beralih menjadi petang dan matahari sudah tenggelam. Bromin baru saja pulang lalu melihat suaminya yang duduk tenang di meja makan. Walau agak bingung, ia pun pergi ke dapur untuk menyimpan belanjaan serta bertanya agak canggung, “Mau makan apa?”
Pria yang biasanya langsung menjawab dengan ceria apalagi setelah mereka tidak berbicara selama sepekan, anehnya masih terdiam dan hanya menatapnya.
Bromin mengembuskan napas dalam sebelum memberanikan diri duduk berhadapan langsung dengan suaminya. Ia memang sadar bahwa kali ini sikapnya keterlaluan, seharusnya ia tidak perlu sampai mengabaikan pria yang ia cintai itu selama sepekan, tapi ini semua--
“Bromin, apakah kamu sudah tidak bahagia denganku?”
“Apa?” Netra cokelatnya bergetar hebat. Ia bingung bukan main. “Aku bahagia, kok.”
“Lalu kenapa kamu mengabaikanku selam satu pekan ini?”
“Itu karena aku sangat sibuk karena harus mengerjakan beberapa hal sekaligus--“
“Beberapa hal?” potongnya dengan nada tenang, tapi sangat menusuk. “Apakah salah satu hal itu termasuk bertemu dengan pria lain setiap malam dan berbohong padaku?”
“I-itu!--“ Perasaannya mulai tidak keruan. “Apa saja yang sudah kamu ketahui?”
Seolah mendengar pertanyaan yang lucu, pria itu tertawa putus-putus. “Aku melihat langsung kalian berdua di cafe, pagi ini.”
Bromin merasakan lidahnya kelu.
“Karena kau tidak mecoba membantah lagi, aku rasa penglihatanku memang tidak keliru. Kukira karena terlalu cemas dan khawatir, aku mulai membayangkan hal negatif tentangmu, tapi ternyata bukan. Ini memang kenyataan.” Kalium mengembuskan napas berat. “Karena sudah begini, apa yang perlu kita lakukan? Maksudku, tentang hubungan kita.”
....
“Perlukah kita pergi ke Kantor Bagian Reaksi Kimia? Perlukah kita memutus ikatan senyawa ini?”
Bromin terdiam cukup lama. Tangannya terkepal kuat hingga buku jarinya memutih dan tak lama kemudian rambut cokelatnya yang semula di ikat sudah berantakan akibat diacak dengan frustrasi. “Kamu pikir aku selingkuh!?” teriaknya--tidak sengaja.
“Lalu apa!?” Manik perak kebiruan itu mengkilap karena air mata. “Kalau begitu, tolong katakan yang sebenarnya. Katakan semua yang aku lihat ini salah. Bromin, katakan bahwa kau tidak ada hubungan apa-apa dengan pria itu.”
Dengan lemas, wanita itu menyandarkan diri ke kursi dan menatap kedua mata suaminya lekat-lekat. “Aku akan mengatakan semuanya, tapi akankah kamu percaya?”
Kalium sempat terpaku sesaat, tapi langsung mengangguk berkali-kali. Entah apa yang sempat melintas di pikiran wanita itu di situasi yang serius ini karena menganggapnya imut sekali.
Bromin memajukan tubuhnya dengan bertumpu di meja sehingga jarak keduanya menjadi lebih dekat. “Pertama, pria itu sebenarnya wanita.”
“....”
“....”
“APA!?--“
Tidak membiarkan suaminya memproses kenyataan lebih lama, ia menambahkan, “Kami berdiskusi panjang untuk pemotretan majalah yang akan dilakukan bulan depan. Ia adalah salah satu designer yang cukup terkenal di kota dan ingin menjadikanku fotografer di projek berikutnya setelah melihat hasil foto yang kita unggah di sosial media.”
“Foto? Fotografer? Sosial media?”
Wanita itu menangkup kedua pipi suaminya yang dalam sekejap seolah menganggapnya berbicara bahasa planet lain. “Kalium, sayangku, cintaku. Intinya, aku akan mengambil kesempatan ini sebagai pijakan awal untuk menjadi fotografer profesional di masa depan. Apakah kau mengerti?”
Pria itu mengangguk.
Keduanya mengangguk.
“Ja-jadi selama ini ....”
Melihat suaminya yang masih kehilangan kata-kata, mau tak mau ia tersenyum lemah dan meraih tangan kanannya kemudian mengecupnya pelan. “Percaya padaku, aku tidak akan mengkhianatimu.” Matanya menatap sendu cincin yang terpasang pas di jari manis tersebut. “Selama kamu juga tidak mengkhianatiku lebih dulu, aku juga berjanji tidak akan melakukan apapun yang bisa merusak hubungan kita berdua.”
Ia menengadah, menatap wajah yang sangat pucat juga terdapat kantung mata yang sangat hitam dan pipi lebih kurus dari yang terakhir kali ia perhatikan. “Ini juga salahku karena tidak mengatakan apapun. Aku ... minta maaf.
“Aku benar-benar minta maaf. Aku hanya tidak ingin membuatmu terlibat kepada hal yang belum pasti saat itu dan aku benar-benar kelelahan karena harus mengerjakan banyak hal sekaligus, apalagi kau tahu departemenku selalu menerima banyak keluhan dan harus bekerja ekstra untuk mendapatkan waktu kosong saat pemotretan.”
Kalium hanya menatapnya kosong.
“Aku mengerti. Jika aku di posisimu, aku juga akan mulai berpikir aneh-aneh. Aku tidak tahu harus berkata atau berbuat apa kemarin, berpikir aku bisa meluruskannya hari ini setelah mendapatkan surat kontrak. Tapi, sepertinya itu terlalu terlambat, bukan?”
Pria itu masih terdiam. Bromin mulai merasa putus asa.
“Kalium? Kamu ....” Ia menunduk dalam. “Aku paham. Kamu berhak marah.”
Wanita itu ... merasa bersalah. Ia seharusnya sudah mengatakannya dari dulu, tapi seminggu yang lalu suaminya baru saja selesai dengan projek besar dan akhirnya bisa bekerja santai. Ia benar-benar tidak ingin membuatnya kelelahan, apalagi mengingat sifatnya yang selalu membantu bagaimanapun kondisinya, ia benar-benar tidak tega.
Seharusnya ia--
“Selamat, Sayang!” Pria itu sudah memeluknya tanpa ia sadari. Jemari kasar sekaligus kuat tersebut mengusap lembut kepalanya lalu berbisik, “Aku sangat senang akhirnya kamu bisa meraih mimpi yang sudah lama sekali terkubur itu.”
Tenggorokannya tercekat. Benar, ini adalah impiannya dari dulu. Impian mereka berdua.
Tidak pernah terbayangkan semua itu akan menjadi realita setelah sepuluh tahun hanya menjadikannya sebagai hobi. Lagipula, kita tidak bisa melepas impian semudah itu, bukan?
Bromin membalas pelukan itu dan membenamkan wajahnya di pundak lelaki yang sangat ia cintai ini, menyembunyikan isak tangis yang ia tahan sedari tadi. “Ini berarti kamu memaafkanku, bukan?”
Kalium menggeleng, “Seharusnya aku yang minta maaf.”
“Kenapa? Kamu bahkan masih berusaha percaya padaku sampai akhir, bukan?”
“Seharusnya aku lebih teliti lagi.”
Wanita itu tertawa renyah. “Maksudmu, lebih teliti soal metode ilmiah itu?”
“Pastilah!” Kalium memecah pelukan itu dan menatapnya dengan alis berkerut. “Aku seharusnya masuk ke cafe itu tadi pagi! Dan--“
Bromin memukul bibir itu pelan dengan lembaran kertas yang dari awal ia sembunyikan di bawah meja. “Sudah, sudah. Yang jelas, kesalahpahaman ini sudah selesai dan kita berdua harus tanda tangan di kontrak.”
“Kita?”
“Iya.” Bromin menjawab riang. “Ini, kan, mimpi kita berdua!”
* * *
Pratinjau:
Metode ilmiah adalah suatu pendekatan sistematik untuk melakukan penelitian, yang terdiri atas:
1. Merumuskan masalah,
2. Mengumpulkan informasi,
3. Membuat hipotesis (jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya melalui penelitian,
4. Melakukan penelitian/percobaan,
5. Menganalisis data,
6. Membuat kesimpulan,
7. Mengkomunikasikan hasil penelitian.
Author’s Note:
Hei, kalian. Pernah nggak, sih, cape-cape praktikum terus langkah-langkahnya sudah sesuai sama prosedur, eh, waktu presentasi ternyata hasil percobaannya nggak sesuai sama target.
Nyebelin banget emang.
Malu lagi.
Untungnya bisa diakalin.
He. //plak
P.s: itulah awal inspirasi untuk chapter ini.
Jangan lupa belajar, ya. Aku yakin sekolah daring itu berat, tapi hidup memang berat jadi jalanin aja.
See ya!
30 Maret 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top