04 :: Amarah Genesis Berujung Pada Nasib Apes

Jantung Dani hampir copot ketika indra pendengarannya menangkap suara bantingan pintu yang amat kencang. Pelakunya tentu saja bisa ditebak dengan mudah. Dengan langkah tergopoh-gopoh, wanita muda itu menghampiri Genesis yang keadaannya jauh dari kata baik-baik saja.

Ketika Dani akan bertanya, Genesis sudah berlari duluan menuju kamarnya dan menguncinya dari dalam. Iris kebiruan Dani memandang iris abu-abu Eliseo, meminta penjelasan apa yang sebenarnya terjadi.

Sementara itu, Genesis berteriak seraya menenggelamkan kepalanya pada bantal sehingga teriakannya teredam. Darahnya mendidih begitu ingatan mengenai kejadian tadi siang terlintas kembali di pikirannya.

Meskipun Genesis selama empat tahun terakhir melatih fisiknya ditambah dia memiliki insting yang sangat berguna di dalam pertarungan, hal itu tidak membuatnya memenangkan pertarungan dengan Yves. Level Yves jelas beda dengan dirinya, ditambah Yves selalu berlatih secara konsisten dan terstruktur. Sangat berbanding terbalik dengan Genesis yang berlatih seenaknya dan sesuai suasana hatinya. Instingnya pula pada hari itu tidak bekerja, entah karena dorongan untuk menggunakan kekuatan fisik secara murni, atau instingnya ingin melihat Genesis apes untuk kesekian kalinya.

Jadilah Genesis selama pertarungan berlangsung hanya bisa menghindar serangan Yves, tanpa mampu untuk menghalau atau menyerang balik. Gadis Krisovo tersebut jelas-jelas mendominasi pertarungan tersebut sejak awal, hingga membuat Genesis hampir kehabisan napas karena ulu hatinya terkena tendangan maut Yves. Pertarungan berakhir dengan Genesis yang merosot secara mendadak karena tak mampu menahan berat badannya lagi.

Dia betul-betul kelihatan menyedihkan di hadapan Yves, Eliseo, Adonis, bahkan Valerian.

Mungkin itu karma. Suara dalam kepalanya berkata demikian.

Hah? Karma darimana? Kan mereka yang menggangguku terlebih dahulu!! Itu suara lain dalam kepalanya yang menentang.

Karena sifatku yang tak merasa melakukan kesalahan seperti inilah, yang membuat orang-orang membenci diriku!

Nggak, kok!

Memang iya!

Nggak!

DIAM KALIAN BERDUA!

Genesis menggetok kepalanya, yang mengakibatkan dia meringis kesakitan. Alisnya berkerut begitu mendapati ada suara ketukan dari balik jendela kamarnya. Tangannya menyibakkan gorden biru gelap dan dia mendapati seekor merpati menggenggam keranjang kecil. Cepat-cepat Genesis membuka jendelanya dan membiarkan merpati tersebut masuk.

"Untukku?" tanyanya kepada merpati. Merpati itu membalasnya dengan pandangan polos. Genesis menepuk dahinya seraya cekikikan sendiri, bisa-bisanya dia bertanya seperti itu kepada seekor merpati.

Merpati itu tak berekasi ketika Genesis mengambil keranjangnya. Jadi, keranjang itu benar-benar untuknya. Dia mengintip isi dari keranjang tersebut. Ada dua buah donat cokelat bertabur buah beri yang dikeringkan. Selain itu, ada sepucuk surat yang tak jelas siapa pengirimnya.

Semoga suasana hatimu membaik ketika menghabiskan donat ini. Kau tak perlu tahu siapa aku.

Genesis sangsi jika donat itu tak diracun. Rencana pembunuhan bisa datang kapan saja dan darimana saja. Iris abu-abu gelapnya memicing, menatap sang merpati lekat-lekat dengan maksud untuk mengintimidasinya.

Tentu saja itu adalah tindakan bodoh.

"Bodoh." Anak itu baru menyadari perbuatan sia-sianya. Dia menatap lekat-lekat dua buah donat yang masih mengepulkan asap tersebut. Setidaknya, meregang nyawa karena donat tidak buruk-buruk amat.

Dalam sekejap mata, dua buah donat itu telah ludes. Sendawa pun tak tertahankan keluar dari mulutnya, suaranya keras pula. Sungguh tak tahu malu anak ini.

"Aduh, aku lupa harusnya berbagi donat denganmu juga. Sebentar, ya. Sepertinya aku masih menyimpan beberapa makanan darurat." Genesis merogoh lacinya, memeriksa beberapa kotak hingga dia menemukan setoples bening berisikan manisan lunak. Dia mengambil beberapa buah dan menyodorkannya kepada sang merpati. Sementara sang merpati masih sibuk dengan manisan yang diberikan, Genesis mengambil secarik kertas beserta pena bulu dan tinta berwarna kuning.

Terima kasih buat donatnya. Enak sekali sampai-sampai aku nggak nyangka dua donat itu habis dalam sekejap mata. Dan, nggak usah sok misterius begini, Katya. Aku tahu itu pasti kau.

"Aku?" Katya mengulang pertanyaan yang dilontarkan Genesis pada keesokan harinya. Menurut Genesis, sudah pasti itu Katya. Meskipun mereka baru berteman kemarin, Katya kelihatannya mudah akrab dengan orang yang baru dijumpainya.

"Niatku kemarin sebenarnya ingin mengirimimu bingkisan cokelat, tapi ternyata kemarin sudah masuk jam malam sehingga aku tak diperbolehkan ke pos. Maaf, ya!"

"Jam malam? Kau tinggal di asrama?" Nyatanya, Genesis baru mengetahui jika Katya tinggal di asrama.

"Iyalah! Siapa yang mau setiap hari pulang pergi dari Gunyedehi ke Noezeuk? Kalau aku sih, nggak, deh." Kemudian Katya tersenyum meledek, "Coba ceritakan dong, bagaimana kau bisa mendapatkan bingkisan tersebut. Secara detail, loh! Aku tak mau mendengar cerita setengah-setengah."

Dengan malas Genesis menceritakan apa yang terjadi, termasuk kekesalannya karena kalah telak dari Yves. Juga dia sempat menulis surat untuk si pengirim bingkisan misterius yang dia kira adalah Katya sehingga dia menuliskan nama gadis itu di suratnya.

"Ah, kau ini, Gen. Yah, semoga saja si pengirim misterius itu hatinya tak hancur karena memanggilnya dengan namaku." Katya memutar helai rambutnya. "Tapi kau yakin tak ada orang lain yang mencurigakan?"

Genesis berpikir sejenak. Jika bukan Katya, maka tak ada opsi lain karena temannya saja baru Katya seorang. Eliseo? Hah, jelas tidak mungkin! Genesis bakal salto di aula jika pemuda itu yang mengirimkannya. Dani juga tidak. Wanita muda itu jika ingin memberikan sesuatu kepadanya selalu menemuinya, tak pernah ada acara rahasia-rahasiaan seperti ini.

Oh.

Pasti beliau. Tuan Miklaus.

Sebagai Duke Vorya yang juga merangkap sebagai Jenderal dari pasukan militer Region Valianov atau Reonva, membuat Tuan Miklaus jarang berada di Noezeuk. Karena kediaman utama bangsawan Henzeur berada di Vorya, ditambah pula posisi Duke Vorya saat ini tengah digantikan oleh Tuan Miklaus, maka Tuan Miklaus lebih sering berada di Vorya ketimbang di Noezeuk. Dengan jarak yang tak begitu dekat tapi tak begitu jauh juga―kalau kalian ingat, Genesis pernah pulang berjalan kaki dari Vorya ke Noezeuk―, masuk akal jika Tuan Miklaus yang mengirimkan bingkisan tersebut.

Tunggu dulu.

Genesis memaksa otak kecilnya untuk mengingat-ingat isi surat tersebut. Semoga suasana hatimu membaik ketika menghabiskan donat ini. Kau tak perlu tahu siapa aku.

Mendadak kedua bola matanya melotot. Katya saking kagetnya hampir berteriak, mengira jika Genesis sakit ayan atau kesurupan.

Kalau begitu, Tuan Miklaus sudah tahu mengenai kekalahannya dengan Yves Krisovo. Lantas, bagaimana tanggapannya? Apa beliau kini menganggap Genesis dengan sebelah mata? Lama-kelamaan, akibat pertanyaan-pertanyaan yang membuat batinnya terguncang itu, Genesis merasa dunia di sekitarnya berputar. Bahkan Katya yang berbicara mulutnya menjadi berputar, diikuti oleh badannya.

Seketika kegelapan menguasainya.

"Nesis ..."

"Genesis, Nak. Kau bisa mendengar suaraku?"

"Genesis."

Kedua kelopak mata Genesis terbuka lebar. Dia meraup oksigen sebanyak-banyaknya, seakan-akan sebelumnya dia ditenggelamkan secara paksa. Mulutnya mengatup. Sekilas dia jadi mirip ikan.

"Pantas saja Yenzena tadi bercerita sambil menangis penuh drama kalau kelakuanmu pagi ini aneh, mirip orang ayan," celetuk Eliseo. "Sekarang kau tak ada bedanya dengan orang sakit ayan."

Dengan sekuat tenaga Genesis melempar bantal ke arah Eliseo yang bisa dihindari oleh Eliseo dengan mudah.

"Kau dengar nggak suara barusan?" tanyanya. Meskipun genap sudah empat belas tahun mereka tidak bertemu kembali, namun suara dari Nyonya Sagitta masih terekam dengan jelas di benaknya.

Eliseo mengernyitkan dahinya. "Suara apa?" Pemuda itu balik bertanya.

"Lupakan saja." Genesis mengalihkan pandangannya. Dia memutuskan untuk tidak memberitahu Eliseo, karena kemungkinan besar suara tadi hanya halusinasi akibat merindukan sang ibu.

"Kalau kau ingin tahu, Katya Yenzena dan Cecil Novak yang membawamu kemari. Ah, ralat, Cecil Novak yang menggendongmu kemari. Gadis Yenzena itu cuma menangis tersedu-sedu sambil terus-terusan meminta maaf kepadamu."

Genesis mengernyit. Kenapa pula Cecil Novak? Meskipun mereka satu kelas, Genesis tidak pernah sekalipun bertegur sapa dengannya, karena anak itu selalu menempel dengan Katya. Lagipula, pertemuan mereka adalah ketika Genesis berangkat sekolah. Itu pun tidak bisa dianggap sebagai pertemuan pertama karena Genesis sewaktu itu hanya memelototi Cecil Novak.

"Aku tak menyangka bahwa kau dekat dengan Yenzena dan Novak, Genesis. Terutama Yenzena. Padahal kau tahu bagaimana eksistensi bangsawan Yenzena pada saat ini." Anak itu bisa menangkap nada ketidaksukaan dari sindiran Eliseo.

Netra abu-abu gelap Genesis menatap tajam. "Katya baik hati, tidak seperti bangsawan yang lain. Lagipula, dia temanku, Eliseo."

"Bahkan kalian baru bertemu kemarin. Dan kau sudah beranggapan bahwa dia baik hati? Atau jangan-jangan, hanya kau sendiri yang menganggap bahwa dia temanmu?"

Genesis mencengkeram pinggiran kasurnya. Perkataan Eliseo yang lagi-lagi menohoknya, membuatnya terngiang-ngiang.

"Aku hanya ingin memperingatimu, Genesis. Berhenti bersikap naif, sebelum kau terjatuh dalam jurang ketidakpercayaan."

Mendadak Genesis merasa dongkol. Eliseo berkata demikian karena dia memiliki banyak teman yang dapat dipercaya. Sedangkan dirinya? Temannya saja baru Katya. Selama ini, dia merasa kesepian. Eksistensi Eliseo, Dani, bahkan Tuan Miklaus pun masih belum cukup untuk mengisi kekosongan hatinya. Dia membutuhkan seseorang yang sebaya dengannya, yang tak jauh beda dengannya, dan sama-sama memiliki nasib apes sepertinya.

"Aku jadi mengerti kenapa Bibi Griselda melupakanmu, Eliseo." Gadis kecil itu menekan setiap kata yang diucapkannya. "Kau seenaknya menilai dan menganggap orang lain buruk menurut kriteriamu."

Genesis tak menyangka, bisa-bisanya dia mengatakan hal yang amat sensitif bagi Eliseo. Pemuda itu jadi menatap tajam ke arahnya. Hawa dingin mencekam tiba-tiba terasa di bilik kesehatan.

Brak!

Eliseo pun meninggalkan Genesis seorang dalam satu bantingan. Pemuda itu marah, tentu saja. Genesis merutuki dirinya sendiri, kenapa dia bisa sebodoh itu untuk mengungkit masalah keluarga Eliseo.

Kedua kelopak Genesis terpejam. Seketika dadanya terasa sesak. Amarah, penyesalan, dan kesedihan, seluruh emosi yang tadinya terpendam kini bercampur menjadi satu. Ditambah dengan kejadian yang hampir membuat salah satu sepupunya celaka membuat Genesis merasa selain kesaktiannya yang tidak berguna, dirinya juga tak ada bedanya dengan kutukannya. Cuma penambah beban ayahnya. Segala kelakuan buruknya, pada akhirnya yang menanggung adalah Tuan Miklaus.

Ketika membuka kelopak matanya, tahu-tahu dia sudah berada di ujung tebing dan berteriak nyaring. Saking nyaringnya hingga membuat tanah yang dipijaknya bergetar, sebagian pepohonan yang ambruk seolah-olah diterpa badai, sekelompok burung beterbangan kocar-kacir seakan-akan itu semua didramatisasi.

Anak itu baru berhenti berteriak setelah tersedak air ludahnya sendiri. Tepat saat itu, dia baru tersadar. Bisa-bisanya dia berlari tanpa sadar hingga ke ujung tebing.

Retakan mulai bermunculan tepat di tanah yang dipijakinya. Sesaat ketika anak itu akan berlari menghindari ujung tebing, sebuah tangan asing mencengkeram pundaknya dan menariknya hingga punggung Genesis terbentur mengenai bebatuan besar.

"Maaf! Aku benar-benar tidak sengaja. Aduh, pasti sakit sekali, ya?' Suara yang terdengar asing itu bertanya.

Ya menurutmu saja, sialan! Ingin sekali Genesis berkata demikian namun tertahan oleh rasa sakit yang menggerayangi punggungnya. Ditambah dengan ujung tebing yang longsor begitu saja hingga menyebabkan suara bergema membuat dirinya melongo. Jangan bilang jika ini semua karena teriakannya tadi?

"Aku terkejut sewaktu mendapati Bilik Kesehatan kosong. Rupanya kau berada di sini." Genesis memandangi pemuda di hadapannya yang begitu familiar. Kulit perunggu yang begitu kontras dengan iris violet dan rambut berwarna layaknya perak kusam. Sudah pasti dia adalah Cecil Novak.

Matanya melotot ketika Cecil tiba-tiba berjongkok membelakanginya. "Naiklah." Bahkan kedua bola mata Genesis hampir copot ketika Cecil berkata demikian.

"Aku bisa jalan sendiri." Genesis ngotot. Dia jadi teringat perkataan Eliseo bahwa yang membawanya ke Bilik Kesehatan adalah Cecil. Untuk ukuran orang normal, jelas-jelas Genesis merasa sungkan dan malu.

"Tidak. Kondisimu sedang tidak baik-baik saja." Cecil balik membantahnya. Alis Genesis mengernyit. Kenapa sih, dia?

Genesis pun terpaksa menaiki punggung Cecil karena dia juga agak merasa bersalah membiarkan Cecil berjongkok.

"Pegangan yang erat." Gadis itu memandang Cecil penuh keheranan. Tepat saat itu juga, Cecil melesat kencang bak kecepatan cahaya. Cecil membawanya tepat di Bilik Kesehatan. Sementara itu, Genesis sempoyongan. Sudah punggungnya menabrak bebatuan, kini dia dibuat mual karena baru saja bergerak dalam kecepatan cahaya.

"Maaf lagi! Aku benar-benar lupa untuk memberitahumu harus menutup mata ketika bergerak dalam kecepatan cahaya!" Genesis menunjukkan kedua jempolnya. Dia tak butuh permintaan maaf maupun penjelasan Cecil. Yang dia butuhkan saat ini hanya mangkok besar sebagai wadah muntahannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top