03 :: Hari Pertama di Akademi Yang ... Gitu, Deh!

Ruangan apak yang dipenuhi oleh debu itu kini menjadi tempat persembunyian Genesis. Gadis kecil itu memandangi wajahnya di pantulan arloji. Buruk rupa, bahkan rambutnya kini tak jauh beda dengan rambut semak Yves. Tangisannya hampir memecah jika saja tidak ada suara dobrakan dari balik pintu.

"Siapa sih yang ada di dalam? Cepat buka pintunya!" Dari suaranya yang agak halus bercampur cempreng dan kasar, bisa dipastikan jika itu adalah suara seorang gadis puber.

Genesis menyedot ingus, segera beranjak. Dia tidak langsung membuka pintu, namun hanya melihat siapa yang ada di balik pintu melalui celah. Tidak berhasil. Celah itu terlalu kecil untuk sekadar melihat siapa yang berada di luar sana.

"Kau sendiri siapa?!" Srot!

"Duh, malah balik bertanya! Cepat buka pintu ini atau kuhancurkan pintu ini beserta dirimu!" bentak gadis itu.

"Nggak akan!" Genesis balas berteriak dengan sengit. "Kau nggak bakal tau bagaimana rasanya jatuh tersungkur di hadapan seluruh orang, apalagi di hadapan musuh abadimu!" Sepersekian detik kemudian, anak itu menyesal telah membuka aibnya sendiri.

"Aku tau, kok." Genesis mengernyitkan dahinya. "Aku pernah terpeleset gara-gara memakai sepatu hak tinggi hingga tercebur ke dalam danau ketika reuni keluarga besar, tapi tak ada satu pun yang menolongku karena mereka mengira aku tengah membuat lelucon. Kakakku yang buruk rupa juga sengaja mempermalukanku di hadapan khalayak karena aku pernah menghancurkan pesta pernikahannya. Sejak saat itu, aku rajin untuk mengutuknya agar bisulan."

Kenapa ini malah menjadi ajang adu nasib? Oke, yang jelas suasana hati Genesis saat ini agak membaik, meskipun dia mulai agak kasihan kepada gadis tersebut melalui ceritanya.

"Nah, kau sudah merasa baikan? Sekarang buka pintunya, anak manis."

Genesis membuka pintu tanpa pikir panjang lagi, dan alangkah terkejutnya mereka berdua ketika menjumpai sosok masing-masing. Genesis terkejut karena gadis bersuara cempreng bernasib apes itu merupakan sosok anggun nan jelita dengan rambut keemasan yang terlihat memudar, dan bola mata kehijauan. Jubah satin berwarna hijau muda berpotongan pendek yang dikenakannya tampak serasi dengan bola mata gadis itu. Di balik jubah itu, Genesis bisa melihat tunik berenda berwarna cokelat susu yang memperlihatkan kedua bahunya, serta celana panjang berwarna cokelat gelap. Rambut keemasannya digerai. Genesis bisa menemukan sosok jelita nan berkharisma dari gadis di hadapannya.

"Wow." Gadis itu memandang Genesis dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan simpati. "Kau kelihatan, tidak baik-baik saja."

"Aku tahu." Genesis menghindari tatapan penuh kasihan dari gadis tersebut. "Rasanya aku ingin pulang ke rumah saja."

"Jangan begitu! Aku bisa membantumu membersihkan diri." Gadis itu menyodorkan tangannya. "Ayo, seluruh murid saat ini tengah berada di aula. Aku tahu jalan pintas di sini menuju kamar mandi terdekat."

Genesis menerima uluran tangan tersebut. "Aku Genesis Henzeur, kalau kau mau tahu namaku."

Gadis itu tersenyum. "Aku tahu, kok. Kau yang membuat Krisovo bersaudara kena gampar. Asal kau tahu saja, aku senang bukan main ketika melihat Krisovo bersaudara yang sok itu dipermalukan."

"Bagaimana denganmu? Siapa namamu?"

Gadis itu berbalik. Senyum mengembang di wajahnya. "Aku Katya. Katya Yenzena."

MUNGKIN HARI pertama Genesis tidak berjalan buruk-buruk amat. Katya membantunya membersihkan diri sebelum mereka menuju ruang kepala sekolah. Sang kepala sekolah, Sir Cassio juga hampir tak ada bedanya dengan saat terakhir Genesis berada di akademi. Sudah berumur tapi masih memaksakan diri untuk berjiwa layaknya anak muda. Mengenakan setelan formal yang berenda dan memiliki banyak rumbai berwarna biru muda. Setelan itu memperlihatkan kemeja bercorak norak dan ditambahkan oleh cravat yang menyembul. Sementara itu rambutnya yang hampir menipis dibentuk menjadi jambul―entah bagaimana caranya. Alih-alih jambul, Genesis seperti melihat ada sarang burung di rambut Sir Cassio

"Aduh aduh, lihat! Jagoan kita akhirnya kembali, nih." Genesis nyengir kuda, meskipun Sir Cassio jelas-jelas menyindirnya mengenai kejadian dia menggampar Krisovo bersaudara. Dia pun menyalami Sir Cassio dengan hormat, seraya menahan tawa begitu melihat jambul Sir Cassio dari dekat.

"Nah, nah. Ada apa gerangan dikau kembali ke sini, anak muda?"

Genesis berpikir. Tidak mungkin dia bakal menjawab karena disuruh oleh ayahnya. Hal itu sama saja dengan memperlihatkan bahwa dia malas pergi ke akademi―meskipun memang begitu kenyataannya.

"Saya berpikir kalau saya hanya menuntut ilmu di rumah, rasanya ada yang kurang. Saya membutuhkan seorang guru yang dapat membimbing saya kembali ke jalan benar. Maka saya pun memutuskan untuk melanjutkan pendidikan saya yang sempat tertunda di akademi ini."

Itu adalah kalimat penuh omong kosong yang pernah Genesis ucapkan selama ini. Katya bertepuk tangan kencang, membuat Genesis merasa agak bersalah.

"Wow, nak. Wow." Sir Cassio ikut-ikutan bertepuk tangan pula. "Sungguh kata-kata penuh dusta yang diucapkan oleh Genesis Henzeur. Wow."

Rasanya Genesis ingin menenggelamkan dirinya sendiri.

"Ayahmu kemarin berkirim surat denganku, kalau kau ingin tahu, Nak Genesis."

Genesis makin manyun.

"Nah, karena kau sempat mencicipi pendidikan di akademi ini pada kelas satu dan sama sekali belum mengikuti ujian akhir dari kelas satu, aku sempat mempertimbangkanmu untuk menjebloskanmu ke kelas satu." Sir Cassio membuat gerakan seolah-olah orang tua itu menyisiri janggut, yang padahal janggut saja dia tidak punya.

"Tetapi, berhubung selama ini kau masih bersekolah di rumah, yah meskipun secara mandiri. Dan secara tak langsung kau juga mengerjakan soal ujian akhir yang aku kirimkan lewat ayahmu serta mendapatkan skor yang memuaskan untuk seukuran anak yang belajar mandiri, kupikir tak ada salahnya menempatkanmu di kelas lima seperti anak seusiamu."

Genesis buru-buru ingin menyalami Sir Cassio saking senangnya.

"Nggak perlu seperti ini, Anak Muda. Kau memang pantas mendapatkannya berkat kerja kerasmu selama ini. Nanti kau bisa menemui Madam Verbena selaku kepala kelas lima untuk keperluan jadwal dan hal lainnya yang tidak ingin aku ketahui. Nah, sekarang kalian bisa ke kelas terlebih dahulu."

Mereka berdua segera berpamitan. Sebelum Genesis sempat melangkahkan kakinya, Sir Cassio keburu mencegatnya.

"Ingat, Nak Genesis. Kalau aku sampai mendengar kabar bahwa kau mematahkan hidung anak lain, akan kupastikan kau nggak akan mengakses pendidikan di sini seumur hidup."

"Baik, Sir!" Gadis itu mengangguk dengan percaya diri. Musuh abadinya, Yves Krisovo, tidak satu kelas dengannya. Yves berada di satu tingkat lebih tua darinya. Kalau berpapasan, tinggal kabur saja. Atau pura-pura tidak melihat. Itu jelas hal yang amat mudah.

Adonis Krisovo.

Genesis melupakan eksistensi dari adik Yves Krisovo yang sama-sama terkenal brutalnya. Pemuda itu berada di tingkat yang sama dengannya. Tadi ketika Genesis memperkenalkan diri di hadapan kelas lima, pemuda dengan rambut gondrong itu memelototinya dengan sungguh-sungguh. Jelas sekali jika dia ingin membalas dendam perbuatan Genesis terhadap dirinya.

Lalu, Sir Clementine selaku pelatih praktik kesaktian tadi mengatakan jika praktik kelas lima akan digabung bersama kelas enam. Bukan di praktik kesaktian, tapi untuk praktik lainnya juga. Itu artinya, Genesis akan sering bertemu dengan Eliseo dan Yves.

Rasanya Genesis ingin pulang.

"Aku baru sadar kalau Valerian ada di kelas kita." Katya mencolek bahu Genesis seraya melirik sosok yang dia maksud. Sosok itu tengah dikerubungi oleh sekelompok gadis yang kelihatannya seperti pemuja fanatik.

Kedua netra abu-abu gelap Genesis memincing. Valerian? Sepertinya dia pernah mendengar nama itu.

"Sang pangeran termuda, Genesis. Jangan bilang kalau kau tak mengetahui hal itu!" bisik Katya.

Genesis balas berbisik. "Aku tahu, kok! Aku cuma nggak tahu siapa namanya." Kemudian, anak itu mencari-cari sosok mana yang dimaksud Katya sebagai Valerian. Mungkin, sosok itu adalah pemilik kulit pucat yang begitu kontras dengan mahkota sekelam malamnya dan iris biru kelautan.

Katya memandangnya tak percaya, tapi pandangan itu segera dia buang ketika dia melanjutkan perkataannya. "Yang bikin heran, di antara keluarga Solveig hanya dia yang memiliki kesaktian. Maksudku, keluarga Solveig sejak generasi pertama kan, tidak ada yang memiliki kesaktian."

Dibalik dari perangainya yang jelita, rupanya Katya suka bergosip dan berlagak seolah dia tahu semuanya. Genesis menggelengkan kepala. "Kau bersikap seolah-olah mengetahui mereka, Katya."

"Memang tahu. Seluruh Holos Heptana tahu tentang hal dasar itu, Genesis. Memangnya kau tak pernah mempelajari sejarah keluarga Solveig?"

Kupikir itu pelajaran yang nggak penting-penting amat, batin Genesis. Dia hanya membalas Katya dengan meringis sementara gadis itu menjewernya.

"Pangeran Valerian! Bagaimana bisa telapak tangan Anda terluka seperti ini?"

Spontan Genesis dan Katya menoleh ke sumber lengkingan. Seluruh gadis yang mengerubungi Pangeran Valerian saling berebutan untuk melihat apa yang ada di telapak tangannya.

Pangeran Valerian memamerkan telapak tangan kanannya sehingga gadis-gadis penggemarnya itu bisa melihat dengan jelas. "Oh ... Cuma kecelakaan kecil, Vernetta. Kemarin malam ketika aku mengunjungi Noezeuk, aku bertemu dengan seorang gadis galak Aku hanya ingin memuji dan memberitahunya bahwa dia memiliki rambut dan iris berkilauan nan rupawan, namun sayangnya aku malah dihajar olehnya." Ekspresi sedih terpatri pada wajah khas aristokrat milik sang pangeran yang membuat Genesis bergidik. Dan, sebentar. Sepertinya dia familiar dengan cerita sang pangeran.

"Itu sebabnya aku bisa memiliki bekas luka ini." Pangeran Valerian kembali memperlihatkan bekas lukanya. Bekas luka itu berbentuk lingkaran dan seperti berasal dari hak sepatu yang diinjak kuat.

Genesis tersedak air ludahnya sendiri.

"Berani betul, gadis itu!" Vernetta menjerit.

"Harus diberi pelajaran! Berani-beraninya berbuat seperti itu kepada pangeran!" Gadis-gadis lain ikut protes.

Lain halnya dengan para gadis pemuja Valerian, Katya justru bersedekap seraya menatap tak suka. "Apaan, sih? Lagipula dia sendiri yang memulai, wajar saja kalau gadis itu spontan menghajarnya. Itu sebagai bentuk pertahanan diri terhadap orang asing, apalagi kejadiannya saat malam."

Genesis benar-benar setuju dengan yang dikatakan oleh Katya. Bukan salahku, toh, dia sendiri yang bertindak aneh duluan! Anak itu dalam hati berkomat-kamit meyakinkan dirinya bahwa dia tak bersalah, sampai ketika Genesis menyadari ada yang tengah menatapinya lekat-lekat.

Demi Sang Thagia, Genesis melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Valerian melakukan kontak mata dengannya. Bahkan, dia yakin jika pangeran paling bungsu itu mengatakan, "kita berjumpa lagi, eh, nona?"

Genesis hanya bisa berdoa supaya dia dijauhkan dari malapetaka karena habis menghajar salah satu anggota keluarga kerajaan.

Hal itu tidak bertahan lama ketika salah satu anak kelas enam masuk dan menyuruh kelas lima untuk segera menuju lapangan belakang. Genesis melemparkan tatapan apa-apaan-ini yang dijawab oleh Katya, "sekarang kan jadwal praktik kekuatan fisik dengan kelas enam!"

Langkah kaki Genesis sengaja diperlambat. Lama-kelamaan, rasanya dia seperti sedang terbang. Ide untuk menggetok kepalanya sendiri terlintas, atau hal nekat apapun yang bisa mencegahnya dari kelas terkutuk ini. Katya hanya mengetahui alasan Genesis untuk tidak bertemu dengan Krisovo bersaudara―terutama Yves―yakni agar Genesis tidak berbuat ulah di hadapan mereka dan berakhir dikeluarkan dari akademi. Kenyataannya, Genesis masih takut kalau-kalau Krisovo bersaudara ingin membalaskan dendam mereka kepadanya.

"Santai saja! Nanti pandanganmu akan kututupi dari Yves dan Adonis! Kau lihat Adonis di kelas tadi, kan? Nah, kau tadi tidak ada keinginan untuk menghajarnya kembali, tuh."

Bukan seperti ituuu! Genesis menjerit dalam hati.

Setelah melewati lorong beberapa kali dan menuruni tangga, kelas lima sampai di lapangan belakang Akademi Greda, berbatasan dengan hutan pinus yang amat sunyi. Sangat berbanding terbalik dengan lapangan yang suasananya kini ramai karena anak kelas lima dan enam.

Sir Ulysses dengan kumis seperti ikan lele yang kepanjangan dan dikepang dengan janggut panjangnya telah menunggu. Pria paruh baya itu memiliki badan bongsor serta kepala plontos yang membuat penampilannya agak seram. "Nah! Untuk pertemuan pertama kita di semester ini, kelas lima akan berpasangan dengan kelas enam. Karena itu, kelas enam sila―hmm ... Sepertinya aku melihat ada wajah baru di sini."

Seluruh pandangan tertuju pada Genesis. Anak itu menelan salivanya. Katya mendorongnya pelan, menyuruh Genesis untuk maju ke hadapan Sir Ulysses.

"Siapa namamu, Nona Cilik?"

"Genesis Henzeur, Sir! Saya baru melanjutkan pendidikan saya yang sempat tertunda selama empat tahun. Mohon bantuannya!"

Sir Ulysses menyisiri kepangan janggutnya, seraya memandang Genesis lekat-lekat. "Wah, wah. Kau memang replika dari Miklaus dan Sagitta, Nona Cilik. Terutama dari auramu. Benar-benar seperti auranya Sagitta!"

Genesis merasa dia diberi berkah oleh Sang Thagia. Dia merasa senang karena selain dibilang mirip seperti almarhumah ibunya yang begitu jelita,―kenyataannya Genesis sering dibilang buruk rupa, terutama oleh Eliseo―Sir Ulysses mengenal orang tuanya. Itu artinya, tak akan ada yang berani untuk membuat dirinya babak belur di kelas kekuatan fisik.

"Baiklah! Jadi, siapa yang ingin melakukan praktik kekuatan fisik dengan Genesis Henzeur?" Sementara Sir Ulysses menawarkan, Genesis membuat kontak mata dengan Eliseo. Meskipun rela harus menurunkan gengsinya, bertarung dengan Eliseo berarti dia akan selamat dari Yves.

Sayangnya Eliseo kalah cepat dari Yves. "Saya bersedia!" Gadis itu berkata dengan lantang, seraya melemparkan tatapan kena-kau-anak-kecil yang mematikan kepada Genesis.

Seseorang, tolong segera jauhkan benda-benda tajam dari jangkauan Genesis!

a/n :

terima kasih sudah membaca cerita ini!

cheers,

ekuivalent

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top