Part 1

Ratusan anak berkumpul di sebuah aula. Banyak sekali macamnya. Ada yang terlihat sangat gugup. Bahkan ada juga yang bahagia.

Berbeda dengan gadis ini. Ia merasa kebingungan yang amat mendalam. Hingga kepalanya pening tak tertahan.

"Cassa, gimana hasilnya?" Tanya seseorang di sampingnya.

Septia Rachmaulia. Nama yang tertulis di nametag orang itu.

"Gue lolos di SMA Ge–"

Belum selesai gadis bernama Cassa itu berbicara. Tiba-tiba seorang gadis datang dengan wajah gembira.

"Sep gue diterima di SMK Kartika juga," ucap gadis itu.

Septia yang awalnya berekspresi datar langsung berubah menjadi bahagia. Hal itu, membuat Cassa semakin tertekan.

Memang sudah seharusnya sejak awal ia mendaftar di SMK saja. Untuk apa ia menuruti permintaan Papanya itu.

Cassa tersenyum kecut melihat kedua temannya itu tersenyum bahagia.

"Selamat ya buat kalian berdua," ucap Cassa dengan sangat terpaksa.

Septia tersenyum lebar lalu memeluk Cassa, "lo pasti nyusul gue sama Raini kan?"

Cassa mengeleng pelan lalu tanpa sadar matanya menitikkan air mata. Ia terlalu emosional jika mengenai kedua sahabatnya itu.

"Loh kenapa Ca?" Tanya Raini begitu melihat Cassa menanggis.

Tanggisan Cassa semakin kuat. Tak peduli tatapan mata beberapa orang di sekitarnya. Ia sudah tidak kuat.

"Gue dipaksa hiks.. buat.. hiks... Masuk di SMA hiks..  Gemilang," ucap Cassa.

Raini dan Septia langsung memeluk Cassa. Berusaha menenangkan sahabatnya itu. Mereka tahu itu akan menjadi hal yang berat bagi Cassa.

Mereka sudah berjanji akan masuk di sekolah yang sama saat lulus SMP nantinya. Ternyata, takdir berkata lain.

"Udah, gak papa Ca. Kita masih bisa ketemu. Udah ya stop nangisnya," ucap Septia menenangkan Cassa.

Raini menghapus airmata Cassa. Mereka mengajak Cassa untuk keluar ruangan itu. Sekedar mencari udara sejuk.

"Gue bakalan tersingkir," ucap Cassa.

"Gue pendusta."

"Gue tukang bohong. Gak bisa nepatin janji."

Raini langsung mengusap kasar wajahnya, "no! Lo bukan pendusta! Ini cuma takdir Ca."

"Kita masih bisa ketemu. Masih di satu kota yang sama juga," lanjut Septia.

Cassa tertawa renyah. Ia benci mendengar itu. Lihat saja, nanti lambat laun ia akan tersingkir.

"Kalian bisa tanya satu sama lain ketika bingung. Lah gue?" Tanya Cassa.

Septia langsung menoleh, "kan lo nanti bisa cari kenalan."

"Lagi pula Ca, lo itu anaknya gampang buat temenan walau pendiem di awal. Percaya deh," jawab Raini.

Cassa menggeleng. Tak terima. Bagaimana bisa Raini bilang bahwa Cassa adalah anak yang mudah berteman.

Cassa hanyalah gadis pendiam. Tak memiliki ketenaran. Bahkan wajahnya biasa  saja. Ia juga bukan termasuk siswi teladan. Apa ada yang mau berteman dengannya?

"Udahlah. Kalian gak akan ngerti. Mending kita masuk aja." Cassa langsung pergi kembali menuju ruangan tadi disusul dengan kedua sahabatnya.

Untung saja, saat mereka kembali. Acaranya baru saja akan dimulai. Semuanya menjadi hening seketika.

"Selamat pagi, para siswa siswi SMP Pelita 2 yang saya sayangi. Acara pra-wisuda akan segera dilaksanakan. Sebelumnya, saya persilahkan Ibu kepala sekolah yang terhormat untuk menyampaikan pesan," ucap Pak Tono selaku MC.

Bu Rina sebagai kepala SMP Pelita 2 langsung naik ke atas panggung.

"Terima kasih Pak Tono."

"Assalamualaikum, selamat pagi, dan salam sejahtera bagi kita semua. Pada acara pra-wisuda kali ini. Saya akan melihat secara langsung keadaannya. Tidak seperti tahun sebelumnya."

"Kebetulan juga saya sedang tidak memiliki tugas keluar kota. Sehingga saya dapat mengikuti acara ini. Terima kasih atas perhatiannya," ucap Bu Rina.

Serangkaian acara dilaksanakan dengan baik dan lancar tanpa adanya gangguan. Semua peserta acara itu terlihat bahagia.

Acara berlangsung sejak pukul 10 pagi hingga 3 sore. Tetapi, rasa lelah mereka tertutupi oleh perasaan gembira.

"Sekian acara pra-wisuda kali ini. Saya selaku MC memohon maaf apabila ada kesalahan. Wassalamualaikum, selamat sore, sampai jumpa di acara wisuda," ucap Pak Tono sekaligus menutup acara pada hari itu.

Semua anak langsung berhamburan keluar.  Suara sorak sorai terdengar dari segala penjuru. Mereka berlarian di sekitar sekolah.

"Kalian pulang naik apa?" Tanya Raini.

Cassa menghendikkan bahunya. Ia bahkan belum mengabari orang tuanya jika acara sudah selesai.

"Naik grab deh kayaknya," jawab Septia.

Raini menatap kedua sahabatnya itu, "nge-chill di kafe dulu yuk."

Cassa mengangguk cepat, "ayok!"

Septia menyetujui ajakan Raini. Merekapun berjalan menuju kafe yang berada dekat dengan sekolah mereka.

Mungkin karena sudah sore. Keadaan kafe itu menjadi sepi. Bahkan hanya ada beberapa orang saja.

Mereka segera memilih bangku pojok yang biasa mereka tempati. Lalu memesan beberapa makanan dan juga minuman.

"Gimana nih? Udah siap wisuda?" Tanya Septia.

"Siap gak siap. Harus siap!" jawab Cassa bersemangat.

Cassa mengeluarkan ponselnya. Ia harus menghubungi Papanya jika ia sudah selesai dan sedang di kafe bersama temannya.

"Sedih dong. Bentar lagi pisah," ucap Raini.

Cassa mengangguk, "nanti kalian kangen gue lagi. Aduh susah sih ya jadi orang ngangenin."

Septia tertawa lalu mendorong bahu Cassa pelan. Berharap sahabatnya itu sadar dengan apa yang ia ucapkan.

Candaan demi candaan keluar dari mulut mereka. Bahkan sejak tadi meja mereka dipenuhi suara tawa. Ah, indah sekali.

Hingga tak sadar. Adzan maghrib berkumandang. Hal ini membuat mereka sadar lalu melaksanakan kewajiban mereka.

Setelah itu, mereka segera pulang ke rumah masing-masing. Mengingat hari sudah gelap. Takut jika orang tua mereka akan khawatir.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top