Chap 2 : Who is MG gang?

"Sosial media, mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Memiliki berjuta manfaat namun tak sedikit yang menyalahgunakannya."

***

Brrraaakkkk

Terdengar seseorang sedang memukul meja. Di ruang guru saat ini terlihat kacau. Beberapa orang sedang berkumpul. Di antara mereka ada Pak Levi. Ia berdiri di sebelah seorang perempuan mengenakan jilbab. Wajahnya menampakkan kekhawatiran. Berdiri di hadapan mereka seorang wanita muda yang Bening ketahui bernama Alice dari panggilan pengeras suara beberapa saat yang lalu. Ia lah akar permasalahan keributan pagi ini. Bening penasaran apa yang dilakukan anak itu sehingga menimbulkan keributan luar biasa seperti tadi.

"Anda siapa?" tanya seseorang saat seseorang melihat Bening berdiri di ruang guru.

"Oh iya, Rahayu Bening. Tapi panggil Ning saja. Saya guru BK yang baru," jawabnya sambil mengulurkan tangan ke seorang wanita yang telah berdiri di dekatnya.

"Oh jadi anda salah satu guru yang sedang menjadi perbincangan saat ini. Saya Rina Agustina Wali Kelas 1A," ucapnya ramah dan menyambut tangan Bening.

Brraaakkk

Kembali terdengar suara meja yang dipukul dengan sangat kuat. Sontak membuat jantung Bening berdegub kencang. "Astaga, Itu orang kuat banget," ucapnya pelan tapi jelas terdengar oleh Ibu Rina yg berada di dekatnya.

Rina hanya tertawa kecil mendengar celoteh Bening. "Itu yang sedang marah-marah namanya Ibu Linda. Dia memang seperti itu, tempramental," jelasnya singkat.

"Ohh ..." jawab Bening singkat.

"Alice, jawab! Apa benar ini semua fotomu?" Kali ini suara di balik ruang yang hanya tersekat kaca tebal transparan itu terdengar jelas.

"Seperti yang ibu lihat 'kan! Itu gue ... terus ibu mau apa?!" jawab Alice santai. Tak takut sama sekali.

"KAU! TIDAK BISA DIMAAFKAN. APA YANG KAU LAKUKAN ITU MENCEMARKAN NAMA BAIK SEKOLAH INI!" teriak Linda kemudian. Suaranya menggelegar hebat.

Bening yang mendengar semuanya menjadi penasaran. "Foto? Foto seperti apa?"

"Ibu Ning, kemarilah ..." panggil Ibu Rina yang telah duduk di bangku kerjanya. "Inilah foto yang menjadi penyebab kemarahan ibu Linda," jelasnya sambil menunjukkan foto yang berada di dalam laptop.

Bening hanya bisa menutup mulut dan tak percaya dengan apa yang ia lihat. "Oh my God! What is really her," ucapnya tak percaya. Sungguh itu gambar-gambar yang tak pantas yang dibuat oleh seorang siswi SMA.

"Yang jadi masalah foto ini sudah tersebar luas di dunia maya. Parahnya pose-pose sexynya itu memakai seragam CHS, ini jelas mencoreng nama baik sekolah," jelas Rina. Kini Bening mengerti alasan guru tempramental itu murka.

"Tenang Bu Linda, kita tunggu Pak Lukas agar tahu apa yang akan dilakukan," terdengar suara Levi yang menenangkan Linda kembali.

"Ini semua kesalahanmu Bu Ajeng! Kau itu guru Agama di sini tapi bahkan kau tidak mampu mendidik anak muridmu sendiri!" Kemarahan Lindapun dilimpahkan juga kepada Bu Ajeng selaku Wali kelas dari Alice.

Bening melihat dari pantulan kaca wajah Ajeng yang begitu terluka. Ia hanya tertunduk tak mampu melawan. Ahh ini tidak benar, kenakalan remaja bukan kesalahan sepenuhnya para guru, rutuknya dalam hati.

Saat Bening ingin masuk ke ruangan itu, terdengar langkah kaki di depan pintu masuk. Pak Lukas memasuki ruangan dengan tergesa-gesa. "Aku sudah tahu permasalahannya, biarkan semua ini menjadi tanggungjawab para guru BK. Hukuman apa yang akan diambil juga serahkan pada Guru BK," ucapnya kemudian.

"Tapi Pak me--" Linda ingin protes akan keputusan Pak Lukas.

"Ini perintah langsung dari Bapak Tafalas," sergah Pak Lukas memotong ucapan Bu Linda yang otomatis langsung diam tak mampu menjawab lagi. Perintah dari sang diktator tak akan bisa dibantah siapapun.

"Pak Levi, silahkan kalian selesaikan permasalahan ini semua. Hasil keputusannya nanti akan kita sampaikan saat rapat minggu depan, masalah foto-foto itu saya sudah meminta orang untuk memblokirnya agar tak tersebar lebih luas lagi," lanjut Pak Lukas kemudian.

"Baik Pak," jawab Levi.

"Karena semua sudah selesai silahkan semuanya bubar. Ibu Ajeng silahkan kembali ke kelas anda," ucap Pak Lukas ramah.

"Maaf Pak, kalau boleh saya ingin terlibat dalam menyelesaikan masalah ini. Biar bagaimanapun saya wali kelas Alicia," usul Bu Ajeng sebelum meninggalkan ruangan.

"Iya, silahkan," jawab Pak Lukas kemudian dan segera pergi berlalu.

Setelah kepergian Pak Lukas, Levi melihat ke arah Bening dan memintanya membawa Alicia ke ruang BK. "Ayo Alicia, ikut saya."

"Ish ... jangan sok akrab!" ketusnya ke arah Bening dan langsung pergi. Rasanya ingin sekali Bening pukul kepalanya agar segera sadar sedang berhadapan dengan siapa dia. Bening hanya mengikuti dia dari belakang. Terlihat Alicia berjalan ke arah ruang BK.

"Entah apa yang terjadi dengan Alicia, seingat saya dia anak yang baik dan juga berprestasi. Tapi satu tahun terakhir ini ia berubah seperti yang kau lihat," kata Ajeng yang berada di belakang Bening. "Kuharap keputusan kalian nanti tidak akan menghancurkan masa depannya," lanjutnya kemudian.

"Kita lihat saja nanti," jawab Bening ke arahnya.

"Aku akan ke ruang BK setelah kelasku selesai," ucap Ajeng dan segera berlalu meninggalkan Bening sendiri.

Bening melihat Ajeng, ada rasa kasihan terhadapnya. Tak habis pikir guru yang lembut sepertinya disalahkan atas kejahatan yang dilakukan murid kelasnya. Para guru di Sekolah CHS rata-rata masih muda. Guru senior hanya ada beberapa saja. Bisa dimaklumi, mungkin karena banyak guru yang tak betah mengajar di sekolah ini.

***

Bening memasuki ruang BK. Alicia sudah dengan santai duduk di kursi panjang dalam ruangan. Daka melihat Ning tajam seakan bertanya, "Siapa dia?" Bening tak menjawab tatapannya, alhasil membuat Daka melotot kesal.

"Kenapa kau melakukan semua itu," tanya Bening langsung saat sudah duduk di hadapan Alicia.

Alicia hanya diam, tak memedulikan pertanyaan Bening. Tak dijawab membuat Bening kembali bertanya dengan nada keras, "Heii. Apa kau bisu atau kau tak punya telinga?" tanyanya, namun dia tetap tak menggubris. Seakan Alicia tak peduli dengan apa yang akan terjadi dengannya.

Cekleekk...

Terdengar pintu terbuka, Pak Levi kemudian masuk dan melempar foto-foto yang jadi permasalahan di atas meja di hadapan Alicia. "Alicia! Apa yang kau pikirkan saat melakukan ini semua," gertaknya marah. Tapi tetap tak di gubris gadis itu, ia masih asyik memainkan gadget di tangannya.

Daka yang memang penasaran mulai mendekat. Ia mengambil beberapa foto di atas meja. Terlihat senyum sinis di sudut bibirnya. Karena kesal Bening merebut paksa foto itu dari tangan Daka. "Hoii Ning! Kau merusak suasana saja," teriak Daka pura-pura marah.

"Ishh, kau ini Daka, mesum!" ucap Bening kesal. Yang hanya ditanggapi kekehan kecil darinya.

"Kauu," teriakan frustasi Pak Levi tergurat jelas di wajahnya. "Apa kau ingin dikeluarkan dari sekolah ini!" Hantaman terakhirpun akhirnya ia ucapkan.

Bening memerhatikan Alicia, untuk beberapa detik dia terlihat berhenti memainkan gadgetnya. Seakan ada sesuatu yang ia pikirkan. Tapi kemudian dia melanjutkan kembali aktifitasnya.

"Wah, hebat. Kau akan diam saja seperti ini terus ya, hmm ... Perhatian siapa yang ingin kau ambil? Keluarga? Pacar?" Kali ini Daka bersuara. Tampaknya dia mengerti masalah yang terjadi saat ini. Daka berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya.

"AKU INGIN PULANG! JIKA KALIAN INGIN MENGELUARKAN AKU DARI SEKOLAH BUSUK INI SILAHKAN!" teriak Alice marah sambil menghempas handphone yang ia pegang di atas meja tepat di hadapan Daka. Alice bahkan menatap Daka dengan kekesalan. Ia lalu mengambil tasnya dan langsung keluar dari ruangan BK.

Bening terdiam. Tak menyangka Alicia akan bereaksi seperti itu dengan pernyataan intimidasi Daka. Sedangkan Daka sendiri hanya kembali tersenyum sinis melihat itu semua.

"Heiii kau! Mau ke mana?!" teriak Levi marah melihat kepergian Alicia dan berusaha mencegahnya.

"Biarkan saja dia pergi," ucap Daka mencegah Pak Levi. "Dia berada di sini sekarang pun tak akan menyelesaikan semuanya," lanjutnya santai kembali ke kursinya.

"Maksudmu Daka?" tanya Bening bingung.

"Kau ini Ning, percuma gelarmu itu kalau kau tak bisa membaca sikap anak tadi," ejeknya kemudian.

"Astaga Daka," tatap Bening sinis. "Aku hanya ingin memastikan apa yang kita pikirkan itu sama," elaknya.

"Hal seperti ini selalu saja terjadi! Sudahlah anak itu tak ada harapan lagi, lebih baik DO aja," jawab Levi yang kini sudah duduk di kursinya.

"Jangan! Kita tak boleh gegabah seperti itu, ada baiknya kita sellidiki dulu semuanya baru nanti kita ambil kesimpulan," jelas Bening tak menyetujui usul Levi yang terlihat sangat kesal. Bening paham, guru seperti beliau terlalu lelah menghadapi sekolah ini.

"Semangat guru baru memang beda," ucap Levi yang melihatku. "Baiklah, kalian cari tahu apa yang terjadi seperti yang kalian mau, saya tidak akan ikut campur. Banyak pekerjaan lain yang mesti saya kerjakan. Ingat! Waktu kalian hanya satu minggu, serahkan laporannya padaku. Jika tidak, semua keputusan saya buat sendiri," ucap Levi kemudian.

"Okey Pak," jawab Bening menyanggupi semuanya. Daka hanya menganggukkan kepalanya. Setidaknya mereka satu pendapat kali ini.

***

Waktu istirahat tiba. Bening memutuskan untuk berkeliling sekolah. Tujuan pertamanya ruang OSIS. Dia mencari Arumi karena ada banyak yang ingin ditanyakan. Sedangkan Daka memilih mengisi perutnya di kantin sekolah.

"Arumi, apa saya bisa mengganggumu sebentar?" sapa Bening saat melihat Arumi sedang menghadap Laptop di ruang OSIS.

"Oh Ibu Ning, ada apa ibu mencari saya?" tanyanya sopan.

"Ada yang ingin ibu tanyakan padamu, apa kita bisa ngbrol sebentar?"

"Baik Bu, saya izin untuk menyelesaikan ini dulu sebentar. Bu Ning bisa duduk dulu di sana," Ia pun menunjuk satu kursi yang bisa diduduki.

"Apa kau sedang sibuk?" tanyaku penasaran.

"Saya sedang mengerjakan proposal untuk pensi tiga bulan lagi Bu," jawabnya dengan mata yang tetap tertuju ke layar monitor.

Proposal? Kenapa ia mengerjakannya sendiri? Dia kan ketua OSIS. Apalagi di ruangan ini pun sepi. Ke mana anggota OSIS yang lain, aneh, batin Bening. Matanya menjelajahi seluruh ruangan. Ada empat meja. Semua tampak kosong. Hanya meja yg dipakai Arumi saja yang terlihat 'hidup'. Di salah satu dinding ada susunan kepengurusan OSIS. Bisa dilihat jika memang Arumi sebagai Ketua dan menaungi beberapa anggota lainnya. "Di mana yang lain Arum, saya tak melihat siapa pun di sini," tanya Ning penasaran.

"Mereka sedang istirahat Bu," jawabnya santai. Setelah dia menyelesaikan pekerjaannya dia mendatangi Bening.

"Ibu mau bertanya apa dengan saya?" tanyanya yang kini seudah duduk di kursi di sebelah Bening.

"Hmm ... Apa kau mengenal Alicia?"

"Alicia Anggraini?"

"Iya dia. Apa kau bisa memberi sedikit informasi apapun tentang dirinya pada Ibu."

"Tunggu sebentar Bu," Arumi pun beranjak meninggalkan Bening sendiri. Setelah beberapa menit dia kembali sambil membawa beberapa map di tangannya. "Ini mungkin yang ibu butuhkan," serahnya kepada Bening.

Bening mengambil map itu dan membukanya secara perlahan. Ternyata isinya adalah biodata tentang Siswa bernama Alicia Anggraini. Beningmelihat-lihat sejenak isi berkas tersebut. Sedikit terkejut saat membaca Profile tentangnya. Alicia Anggraini pernah tercatat sebagai siswi berprestasi pada saat ia di kelas Sepuluh. Tidak bisa dipercaya bahkan dia pernah mendapat mendali dalam perlombaan Kaligrafi Tingkat Nasional. "Kenapa dia bisa menjadi seperti sekarang?" gumam Bening pelan.

"Ada sebuah gosip yang beredar, Alicia berubah seperti sekarang semenjak orangtuanya meninggal dalam suatu kecelakaan," jawab Arumi menanggapi.

"Benarkah? Kapan itu kejadiannya?"

"Saat kenaikan kelas Sebelas," jawabnya lagi.

"Oke, berkas ini boleh ibu bawa?"

"Silahkan saja Bu. Kembalikan saja jika sudah tak digunakan lagi," jawab Arumi sopan. Tanda istirahat selesai sudah dibunyikan. Anak-anak sudah mulai memasuki kelas masing-masing. Bening segera berpamitan dengan Arumi dan segera kembali ke ruang BK.

Sepanjang perjalanan kembali, Bening melihat beberapa anak yang masih berada di luar kelas seolah tak memperdulikan suara bel tanda istirahat telah usai. Ada yang masih asyik makan di kantin, bercanda di bangku taman, bahkan ada yang terang-terangan nongkrong sambil menghisap rokok di tangan mereka dan tak menghiraukan keberadaan Bening.

Bening hanya memerhatikan mereka dengan malas dan tak berniat untuk menghampiri mereka satu-satu. "Akan tiba saatnya kalian akan punya rasa takut ketika melihatku nanti," gumamnya pelan melihat mereka.

Langkahnya terhenti saat mendengar suara rintihan seseorang yang sedang mengeluh kesakitan. "Darimana asal suara ini?" Rasa penasaran menuntun Bening mencari asal suara tersebut. Suara itu makin jelas terdengar saat di belakang gedung sekolah dekat gudang. Semakin lama, suara itu semakin terdengar jelas. Bening mempercepat derap langkah kakinya.

"Apa-apaan ini!" teriak Bening marah saat mendapati asal suara itu dari sekelompok anak yang sedang berkumpul dan melihat orang yang sedang terlibat pertarungan yang tidak adil. Seorang siswa yang terlihat begitu lusuh dengan luka di sekujur tubuhnya sedang dipegangi oleh pria lainnya. Satu orang lagi bertugas memukuli pria itu.

Mendengar teriakan Bening aktifitas itu sesaat berhenti dan beberapa pasang mata di sanapun melihat keberadaan Bening. "Apa yang kalian lakukan!" teriaknya marah dan mencoba melerai pertarungan yang tak imbang ini.

"Well.. well.. well.. Siapa dewi penolong yang datang ini?" ucap seorang perempuan yang mendekati Bening. Sedikitpun tak ada rasa hormat terhadap guru saat melihat Bening.

"Jaga ucapanmu Nona! Saya Guru BK kalian," ancam Bening ke arahnya.

"Apa? Guru BK, huuu.. Takutt," ucapnya mengejek Bening. Yang kemudian diiringi gemuruh tawa dari anak-anak lainnya. Itu benar-benar membuat Bening marah.

"Diam semuanya! apa kalian semua mau saya seret ke guru BK sekarang juga!" teriak Ning kesal karena diremehkan mereka semua.

"Waahh ... Guru baru ini ada nyali juga," teriak wanita lainnya. "Apa harus diberi pelajaran juga supaya dia bisa cepat mengerti siapa kita!"

"Kau--" ucapan Bening terpotong saat seorang pria yang dari tadi terlihat tiduran bangkit dan memotong ucapannya.

"Sudah, hari ini cukup sampai di sini. Aku lelah," ucapnya sambil berlalu.

Melihat pria itu pergi, keempat temannya yang lain pun ikut mengikutinya dari belakang. "Hei kalian!!" teriak Bening kesal tapi tetap tak ditanggapi oleh mereka berlima.

"Sudah Bu, saya tidak apa-apa, tolong jangan perpanjang masalah ini lagi," sela siswa yang badannya habis dipukul mereka tadi.

"Tapi mereka sudah keterlaluan! Lihat semua badanmu penuh dengan luka."

"Ibu hanya guru baru di sekolah ini, belum tahu siapa mereka. Aku malas jika harus berurusan panjang dengan MG Gang," ucapnya sambil berlalu dengan kaki yang terpincang.

Bening yang melihat dia kesusahan berusaha untuk membantu, "Tunggu! Biarkan saya membantumu?" Anak itu hanya mengangkat tangannya tak ingin dibantu Bening.

"Aneh! Mau ditolong malah tidak mau, aku harus mencari tahu siapa itu MG gang," gumam Bening dan segera kembali melanjutkan perjalanan ke ruang BK.

***

Bening melempar map yang dibawa dari ruang OSIS ke atas meja kerja, lalu mengambil kursi dan duduk bersender di sana. "Hari pertama mengajar di sini sudah mengikis kesabaranku," upat Bening kesal sambil memejamkan mata.

"Emang apa yang terjadi Ning?" selidik Daka yang melihatnya uring-uringan.

Belum sempat menjawab pertanyaan Daka, pintu ruang BK kembali terbuka. "Assalamualaikum," yang ternyata adalah Bu Ajeng.

"Waalaikumsalam," jawab Bening dan Daka serentak.

"Bu Ning, di mana Alicia?" tanyanya khawatir saat tak melihat Alicia di ruangan ini.

"Alicia? Dia sudah pulang."

"Apa dia mengakui kenapa dia melakukan semua itu?"

Bening hanya menggeleng pelan, "Mungkin Bu Ajeng tahu alasannya?" selidik Bening ke arahnya, tetapi hanya dibalas tatapan bingung darinya.

"Oh maaf, aku sudah menyelidiki profile Alicia, sedikit terkejut saat aku mengetahui prestasi yang ia raih, sepertinya sangat tidak kontras dengan apa yang kulihat hari ini."

"Bu Ning benar, saat di kelas sepuluh dia adalah anak yang berprestasi. Sangat aktif di kegiatan kesenian, terakhir dia pernah mengikuti perlombaan kaligrafi tingkat nasional dan hasilnya sangat membanggakan. Saya juga sangat terkejut dengan perubahannya yang drastis ini. Namun, sayangnya aku tidak tahu alasan perubahannya itu."

"Arumi bilang jika kedua orangtuanya meninggal saat kenaikan kelas sebelas, apa itu benar Bu?"

"Iya itu benar, setelah itu memang perubahan sedikit demi sedikit mulai terlihat. Dia bahkan tidak pernah ikut kegiatan kesenian lagi."

"Selain itu apa ada yang Ibu ketahui lainnya?"

"Ketika dia aktif di kelas sepuluh dia mempunyai sahabat dekat, tapi akhir-akhir ini mereka tidak pernah terlihat bersama lagi."

"Sahabat? Siapa?"

"Aulia Pranata, kelas 12 IPA 3."

***

Catatan kecil : Maaf baru sempat update. Happy Reading. Krisan dan pendapat kalian, aku tunggu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top