9. Interaction

"Sarapannya, Pak," tawar Nesya datar saat Yusuf baru sampai di kitchen isle.

Yusuf meminum teh hangat buatan Nesya."Ada jadwal apa hari ini?"

"Daftar ulang ke kampus. Habis itu mau ke studio music-nya Kemal aja. Latihan nyanyi disana."

Yusuf mengangguk. "Saya jemput di tempat Kemal nanti sore."

"Hm."

Netra Yusuf memindai Nesya yang tampak acuh pagi ini. Abege memang begitu, batinnya mencoba memaklumi sikap istrinya. Ia tak lagi menghiraukan wajah Nesya yang tertekuk dan memilih fokus pada jadwal kerja yang sudah ia listing di agenda ponsel.

Hingga minggu kesepuluh umur pernikahan mereka, Nesya tidak lagi terlalu 'mengganggu' Yusuf. Mahasiswa seni musik itu sibuk dengan ospek dan berbagai tugas yang ia bawa pulang dari kampus, juga sibuk mengunggah video cover bernyanyinya di Youtube, yang sudah dikerjakan bersama beberapa teman baru.Sedang Yusuf sendiri lebih suka sibuk diruang kerjanya atau menikmati acara berita di TV seorang diri, setelah selesai makan malam.

Belum lagipekerjaan wedding singeryang tetap Nesya jalani dan diantar jemput oleh Kemal atau Diandra. Jika Yusuf mengajukan diri untuk menemani, maka Nesya tidak akan menolak,tetapi juga tidak terlalu bersemangat.Biasa saja.Menikah rasa tidak menikah.Rasanya cuma seperti teman sharing kos-kosan.

"Kamu tidur duluan saja. Saya masih menyaksikan Lawyer Club" ujar Yusuf kala Nesya mengantarkan kopi yang ia pesan sesaat lalu.

"Hmm. Nesya juga besok harus jalan pagi. Mau dijemput Joshua. Kita ada presentasi pagi." Nesya berjalan memasuki kamar meninggalkan Yusuf yang masih serius mendengarkan debat para ilmuwan negeri.

Nesya pun telah mengganti baju tidurnya dengan daster selutut berbahan katun, yang mudah menyerap keringat dan dingin di kulit, yang ia pesan dari Pasar BeringharjoYogyakarta melalui online. Tidak ada lagi baju minim dengan bahan satin tipis.Percuma. Toh Yusuf tidak akan menyentuhnya.

Diakhir minggu, saat mereka mengunjungi kediaman Wardhana dan menginap disana, Nesya menghabiskan banyak waktu di studio musik kecil miliknya. Jika Raditya bertanya mengapa ia terus mengurung diri disana, maka calon diva itu akan menjawab, ia sedang menebus rasa rindunya pada musik dan bernyanyi sendiri di sana. Pokoknya, sebisa mungkin tidak berinteraksi terlalu lama dengan Yusuf

Juga tidak ada kontak fisik berarti, apalagi 'pengabdian kepada suami' seperti yang Nesya rencanakan. Bukan berarti hubungan mereka seperti bermusuhan. Nesya tetap bicara seperti biasa dengan Yusuf, tetap mencium tangan lelaki itu setiap turun dari mobil saat berangkat kuliah, namuntak pernah ada kecupan baik di kening atau di pipi.Nesya bukannya jemu, biasa saja, toh memang sebelum ini hidupnya juga begini-begini saja. Nesya hanya kecewa pada kehidupan pernikahan mereka yang jauh dibawah ekspektasinya.Benar saja jika mertuanya bilang, banyak wanita menyerah berhubungan dengan Yusuf.

Sikap dingin dan cuek stadium lanjut Yusuf memang berbahaya bagi kesehatan rumah tangga mereka. Sifat itu bagai sel kanker, merambat keseluruh tubuh dan akan membunuh rumah tangga mereka suatu saat nanti. Nesya tahu, ia seharusnya tak begini. Iaharusnya tetap menjadi diri sendiri. Bahkan tetap dengan baju tidur transparant-nya. Namun,Nesya takutYusuf menjadiilfeel pada dia. Hingga Nesya memutuskan untuk mengalah, tetap berbakti mengurus suami tanpa mengganggu penglihatan Yusuf.

"Bapak, kemeja Bapak yang putih ini kok kayaknya ada noda aneh, ya. Kena apa kemarin?" tanya Nesya saat memilah baju yang akan dibawa ke binatu.

"Oh, kuah soto saat makan siang kemarin. Tumpah sedikit di bagian dada saya."

"Oh." Hanya itu jawaban Nesya.

Begitulah interaksi mereka sehari-hari. Hanya menanyakan hal-hal penting tidak penting seperti itu.Basa basi.Disatu sisi, Yusuf menyadari perubahan Nesya sejak pertengkaran mereka. Ia seperti terlalu menjaga sikap, tidak lagi ekspresif dan ceplas ceplos seperti biasanya, lebih banyak diam dan serius. Yusuf bingung, harus bagaimana untuk mengembalikan Nesya menjadi sebelumnya. Bukania menutup mata, Yusuf sadar benar yang Nesya lakukan semata-mata untuk menghindari dia. Namun, Yusuf tidak tahu harus bagaimana untuk memulai berinteraksi yang baik lagi dengan istrinya.

Apa memang harus dengan memberi nafkah batin yang Nesya minta? Sumpah demi semua narapidana yang ia tuntut! Ia pun ingin menikmati tubuh gadis itu. Namun, ia takut menghamili dan mengambil masa muda Nesya. Ia bahkan tak melarang istrinya untuk tetap bernyanyi selama 'panggungnya' aman. Yusuf benar-benar bingung. Mengambil masa muda Nesya saja Yusuf takut, apalagi mengambil yang berharga bagi setiap gadis.

*****

Suatu sore, Yusuf mengendarai mobilnya menuju studio musik milik Kemal untuk menjemput Nesya. Di pelataran parkiran, seorang satpam menghampiri dan mengetuk kaca jendela mobil.

"Selamat sore!" sapa satpam tersebut."Dengan suami Mbak Nesya?"

"Iya, Pak. Ada apa, ya,?"

"Mbak Nesya tadi keserempet motor, Pak, waktu jalan ke minimarket sebelah. Sekarang Mbak Nesya lagi istirahat diruangan Mas Kemal," jelas Bapak paruh baya itu.

Yusuf kaget bukan main. "Baik, terimakasih untuk informasinya." Yusuf keluar dari mobil dan mengikuti langkah satpam memasuki studio musik teman istrinya itu.

Setelah empat belas tahun, kamu terluka lagi?

Yusuf memandang Nesya yangterlelap di sofa. Ia meminta bantuan satpam untuk membawa tas istrinya, sedang dirinya menggendong Nesya.

"Nesya tadi minum pereda nyeri, Pak. Mungkin itu sebabnya dia tidur pulas," terang Kemal menambahkan kala Yusuf membopong tubuh Nesya yang terkulai lemah.

Yusuf mengangguk sembari mengucapkan terimakasih pada Kemal dan satpam yang menolongnya. Ia mengelus wajah ayu Nesya seraya tersenyum sendu. "Tapi ... tidak ada yang terjadi 'kan?" tanya Yusuf ragu.

Kemal bingung dengan pertanyaan Yusuf. "Terjadi apa maksud, Bapak?"

Yusuf memandang lekat Kemal lalu menggeleng. "Tidak." Lalu membawa Nesya memasuki mobil.

*******

Sesampai di apartement, Yusuf segera membawa Nesya ke kamar. Merebahkan raga istrinya diranjang lalu membuka dua kancing kemeja putih Nesya.

Dua kancing saja, Suf, jangan lebih!

Rintihan lirih keluar dari mulut Nesya. Yusuf segera membangunkan Nesya dan memberi air putih. Nesya mengerjapkan mata. Getaran jantungnya mendadak bertabuh kencang saat menyadari ia bersandar pada rengkuhan Yusuf. "Kok Nesya udah sampe sini aja, Pak? Kapan pulangnya?"

"Setengah jam lalu. Saya gendong kamu dari studio musik temanmu hingga kamar ini."

"Ya ampun, Pak! Kenapa nggak bangunin aja? Nesya bisa jalan pelan-pelan kok."

Yusuf tidak mengubris protes Nesya. "Maaf, Sya. Sungguh maafkan saya, tapi saya harus melakukan ini untuk melihat keadaan kamu." Tanpa Nesya duga, Yusuf menyusupkan tangan kebawah pinggang Nesya dan menurunkan ritsleting rok. Nesya tersentak saat rok yang ia kenakan dilepas oleh Yusuf, begitupun hot pants yang ia pakai di dalamnya.

Rupa Nesya dalam hitungan detik berubah merah seperti buah cherry. "Bapak, Nesya malu," cicit Nesya.

Benar apa yang Yusuf pikirkan. Terdapat memar besar di bagian paha Nesya. "Saya suami kamu, Sya. Lagipula ini darurat. Apa kaki ini yang jatuh lalu menumpu tubuh kamu?" tanya Yusuf.

Nesya mengangguk kecil. "Iya, Pak. Itu yang bawa motor kebelet pipis kali, ya? Ngegas nggak pakai rem!" racau Nesya emosi.

"Izinkan saya sentuh sakitnya."

Sentuh seluruh tubuh Nesya juga nggak apa-apa, Pak. Biar emosi Nesya reda. Nesya mengulum bibir menahan senyum.

"Dimana saja yang sakit?"

"Paha sampai pinggang, Pak." hati juga sih, Bapak nggak ada respon sama perasaan Nesya.

Yusuf perlahan menyentuh bagian yang terlihat memar. Rintihan lirih terdengar dari Nesya dengan sekuat tenaga menahannyeri."Saya harus membuat ramuan untuk mengurangi memar dan rasa sakit. Tapi nggak mungkin kamu melepas celana dalammu, supaya saya bisa mengolesnya dari paha hingga pinggang kamu."

"Kenapa tidak mungkin?" sahut Nesya cepat. "Oh, nanti Nesya yang balurkan di memarnya sendiri nggak apa." Seakan mengerti kegelisahan suaminya.

Yusuf mengangguk lalu meninggalkan Nesya untuk membuat ramuan yang dapat mengurangi memar. Nesya tersenyum getir memandangi punggung Yusuf menghilang ditelan dinding dan pintu.

Sampe Nesya diujung maut gini aja, Pak Ucup masih belom mau demek-demek Nesya. Apa iya, Nesya harus pake jaran goyang? Pesen dimana tapi?

Tak lama Yusuf kembali dengan membawa mangkuk berisikan ramuan pereda memar. Nesya menutupi kaki hingga pinggang dengan selimut. Ia tersenyum menyambut pangerannya mendekat.

"Sini, Pak, Nesya balur sendiri," pintanya.

Yusuf menggeleng. "Biar saya. Kamu berbaring saja." Yusuf menyingkap selimut dan membalurkan cairan yang ia buat di sekitar memar Nesya.

Aaahhwww. Pak Ucup grepe - grepe paha gue, ih! Aduh, kok gini ya hati gue.

Gugup dan canggung timbul di paras Nesya. Ia malu mendapati dirinya hanya memakai celana dalam dan ada Yusuf ... mengobati memar di paha.Setiap cobaan, pasti ada hikmahnya. Makasih ya Allah dikasih keserempet sore tadi, Pak Ucup jadi perhatian lagi. Nesya berusaha menahan senyum dan meredam gemuruh yang tiba-tiba hadir ditubuhnya.

Kesunyian dalam kamar berukuran luas itu terpecah dering telepon dari ponsel Nesya. "Mama telepon. Nesya angkat dulu, ya, Pak."Yusuf mengangguk sambil tetap mengolesi ramuan di memar Nesya."Halo. Ssshhh ... aaawwhhh!" rintihnya tertahan.

"Apa saya terlalu keras menekannya, Sya?"

Nesya menggeleng cepat. "Nggak, Pak. Udah terusin aja! Jangan peduliin perihnya."

"Nesyaaa! Subhanallah, Nak! Kamu lagi apa sama Yusuf disana?? Kenapa desah-desah begitu!"

Nesya lupa sedang tersambung dengan mamanya. "Mama apaan sih! Apanya yang desah! Ini kaki kakak sakit!"

Yusuf sontak menghentikan aktivitasnyadan mengerutkan kening. Berpikir tentang apa yang ia dengar dari ucapan istrinya pada mertuanya barusan. Jangan-jangan Bu Winda mengira...

"Sya, saya mau bicara dengan Mama!" Yusuf mengambil ponseldigenggaman Nesya."Ma, sepertinya Nesya terkilir di kaki dan ada memar cukup lebar dari paha hingga pinggang. Boleh 'kan saya meminta bantuan Mama untuk merawat Nesya? Tampaknya ia tidak bisa beraktivitas diluar untuk beberapa hari kedepan."

"...."

"Baik, malam ini kami kesana." Yusuf menutup telepon dan mengembalikan pada Nesya.

"Saya mandi dulu. Kita kerumah Papa malam ini, supaya ada yang bantu merawat kamu." Yusufmeninggalkan Nesya dan pergi untuk bersiap. Setelah Yusuf siap, ia kemudian menggendong Nesya yang kini telah rapi.

"Pak, seriusan deh Nesya bisa jalan pelan-pelan kok," sahut Nesya saat berada dalamgendongan Yusuf.

Yusuf melangkahdan membawa ke parkiran mobil. "Nggak! Saya tidak mau kamu kenapa-kenapa."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top