8. Welcome
Nesya berdiri di depan pintu apartemen milik Yusuf, menghela napas dan tersenyum untuk menyambut hidup barunya. Dimana mulai besok, ia akan berangkat kuliah dari dan akan pulang kesini bersama Yusuf.
"Waalaikumsalam," balas keluarga Yusuf membukakan pintu setelah mendengar salam yang mereka ucapkan.
"Mantu Ibu!" Harum memeluk Nesya erat, mencium pipi kanan dan kirinya serta langsung menggiringuntuk menikmati makan siang buatannya. "Untung ke sini sekarang, jadi bisa ngobrol dulu. Soalnya sore nanti Ibu pulang ke Purwokerto. Kamu ikut antar kami ke stasiun, ya!" pintanya.
Kening Nesya berlipat dalam. "Kok Purwokerto?Nggak ke Malang, Bu?" tanya Nesya.
Harum menggeleng cepat. "Ibu ke Malang kalau lagi ngurus kebuh teh saja. Selebihnya, Ibu urus bisnis Ayah di Purwokerto."
Nesya mengangguk paham lalu berjalan mendekat ke Ayah mertuanya, menyapa dan bersalaman. Kemudian mereka berbincang-bincang sembari menikmati makan siang. Nesya dengan mudahberbaur dengankeluarga Arbianda, sebab keluarga Yusuf tidaklah jauh beda dengan keluarganya. Mereka harmonis dan menerima apa adanya, begitu juga adik laki-laki Yusuf yang kini menempuh studi perhutanan di Yogya. Meski umurnya lebih tua dari Nesya, ia menghomati Nesya sebagai kakak ipar.
"Suf, selesai makan bantu Bapakmupacking,yo. Ibumau ngobrol sama istrimu." Kerlingan Harum pada Nesya membuat gadis itu tersenyum kikuk, sedangkan Yusuf nurut saja perintah ibunya.Nesya kemudian mengikuti langkah Harum menuju kamar yang Nesya tebak kamar Yusuf. "Sya, maaf Ibu ndak sempat siapkan hadiah pernikahan kalian," tukas Harum jujur. "Tapi ... mungkin bisa membuatmu sedikit senang." Harum membawa Nesya ke walk in closet yang terdapat di dalam kamar itu. Nesya membelalak ketika melihat ruang kecil itu penuh dengan pakaian untuk dirinya dan Yusuf. "Ibu juga beli ini. Semoga kamu mau memakainya."
Rona wajah Nesya memerah. Mertuanya bahkan menyiapkan beberapa helai baju minim dan transparant. Nesya mengangguk malu-malu, "Iya, Bu. Pasti Nesya pakai."
Harum menuntun Nesya duduk di ranjang, berhadapan. Harum menggenggam tangan menantunya, menepuk-nepuk ringan. "Yusuf itu anaknya dingin, kaku, dan terlampau lurus. Sama persis seperti sifat Ayah. Harus kita yang berinisiatif dulu untuk mendekati. Makanya, banyak perempuan memilih mundur karena nggak kuat sama cueknya. Mudah-mudahan kamu bisa menghangatkan hatinya."
"Doa'kan Nesya, Bu."
"Pasti. Ibu yakin kamu bisa dan nggak tahu kenapa, Ibu milih kamu jadi mantu Ibu. Mungkin feeling kali, ya, kamu bisa mengubah Yusuf pelan-pelan. Pada dasarnya kamu itu anak baik, terlepas dari kejadian di Malang tempo hari. Kamu ndak menyesal kan menikah sama pria tua kaku itu?" tanya Harum disela tawa.
Nesya menggeleng malu-malu. "In Syaa Allah nggak, Bu, karena ...." Ragu-ragu Nesya melanjutkan ucapanya.
"Karena apa, Nduk?"
"Nesya jatuh cinta sama Pak Yusuf."
Senyum lebar menghiasi wajah Harum mendengar ucapan Nesya. "Alhamdulillah! Semoga rumah tangga kalian sakinah, mawaddah dan warahmah, ya, Nduk!"
"Amin."
*****
Setelah mengantar keluarga Arbianda sampai stasiun, Yusuf mengajak Nesya untuk menikmati makan malam diluar. Nesya mengingat-ingat apa saja wejangan mertuanya mengenai anak yang menjadi suaminya kini.
Harus pelan-pelan mengetuk hati Yusuf itu.Dia anaknya pemalu, jadi kalau digoda, suka susah merespon.
Yang sabar kalau Yusuf cueknya sedang kumat.Baju tidur yang Ibu beli jangan lupa dipakai, ya. Pesan yang ini, justru terputar terus diotaknya.
"Sya, sudah sampai." Nesya tersadar dari lamunan kemudian menoleh ke sekitar dan menyadari sudah berada di Plaza Indonesia.
"Kita makan disini, Pak?"
"Iya, ini yang terdekat dengan stasiun."
Yusuf membuka pintu mobil dan disusul Nesya. Jangan bayangkan bahwa Yusuf akan membukakan pintulalu menggandeng tangannya. Karena saat ini, Yusuf berjalan dua langkah di depan Nesya dan gadis itu mengekori seraya menghela napas pasrah menerima sikap suaminya.
Nggak semua penganten baru itu anget kayak kereman ayam, ya, ternyata.
Mereka memilih restaurant yang menyajikan steak dan pasta, duduk berhadapan disalah satu meja. Terdapat life accoustic menghidupi suasana restaurant ini dengan nuansaromantis. Temaram cahaya dan lilin menghiasi meja, cukup mendukung makan malam mereka luar biasa indah. Namun, harapan tak sesuai kenyataan. Datar!
Yusuf memesan dua steak dan minuman. Saat pesanan tersaji, Yusuf memotong-motong daging dengan bumbu khas itu menjadi kecil-kecil lalu memberikan pada Nesya, kemudian mengambil milik Nesya. "Biar tinggal makan, nggak perlu memotong lagi."
Selama makan malam, tidak ada topik yang mereka bicarakan dan Nesya merasa sedikit kurang nyaman dengan kondisi ini. Harusnya, ini menjadi moment kencan pertama mereka. Namun, Yusuf justru bersikap biasa saja. Mood Nesya mulai tidak stabil, tetapi ia tetap menghabiskan makanan yang sudah dipesan.
"Ada yang mau dibeli lagi setelah ini?"
Aaahhh!Akhirnya suami kece Nesya buka suara juga. Nesya menggeleng tanpa menoleh pada Yusuf, tetap menekuri potongan steakdi piring.
"Buku mungkin?"
Nesya menggeleng lagi. "Udah ada di koper. Udah dibeliin sama Mama jauh-jauh hari kemarin."Nesya melanjutkan makannya hingga habis sambil mendengarkan lagu yang dibawakan oleh penyanyirestaurant tersebut.
Aku bisa membuamu..
Jatuh cinta kepadaku
Meski kau tak cinta..
Kepadaku..
Beri sedikit waktu..
Biar cinta datang karena telah
Terbiasa..
*****
Selepas makan malam, mereka pulang dalam kehehingan. Tidak ada hal yang mereka bicarakan selama perjalanan. Sampai di apartement, Nesya menuju walk in closet mengganti bajunya untuk tidur.
"Sya, bisa kita bicara sebentar?"Yusuf tiba-tiba ada di belakangnya.
"Mau bicara apa, Pak?"
"Ayo duduk dulu." Yusuf berjalan lebih dulu diikuti Nesya lalu menepuk pinggiran kasur. Nesya duduk agak jauh dari Yusuf."Saya mau tahu pendapat kamu, bagaimana kalau selama kamu masih mengenyam pendidikan, ada baiknya kita tidak tidur sekamar."
Bola mata Nesya membelalak.
"Bukan maksud saya menghindari kamu, hanya saja ... takut konsentrasi belajarmu terganggu."
"Konsentrasi belajar Nesya?" Nesya memicingkan mata menatap Yusuf, "atau konsentrasi Bapak saat lihat Nesya?" tanyanya menantang. "Nesya tahu, Bapak nggak cinta Nesya. Kita menikah karena permintaan Papa dan kebiasaan-kebiasaan Nesya saat mau tidur, mungkin 'mengganggu' Bapak." Nesya mulai emosi. "Tapi yang Nesya nggak tahu. Kenapa Bapak justru takut menyentuh istrisendiri, seakan Nesya orang yang mungkin saja mengancam masa depan Bapak. Dari awal Nesya ikhlas jika Bapak meminta hak. Nesya juga nggak takuthamil nantinya!" Napas Nesya mulai memburu dengan tetesan air mata yang mulai jatuh satu-persatu. Rasanya sakit sekali ditolak oleh suaminya sendiri, seolah-olah dia virus yang mematikan.
"Sampai kapanpun, permintaan Bapak untuk pisah kamar, nggak akan Nesya turuti. Bagaimanapun kekeuhnya Bapak, Nesya tetap teguh pendiriannya untuk menjadi istri Bapak seutuhnya. Dengan atau tanpa Bapak sentuh Nesya setiap malam."
Nesya tengah mengatur emosi seraya meredam isak tangisnya, namun tidak berhasil. Sesak di dada, membuat dia harus rela hayut dalam tangis sesegukan."Lagipula ... setahu Nesya nggak ada yang salah dari pernikahan ini. Nesya sudah hampir sembilan belas tahun, sudah nggak pakai seragam putih abu-abu, dan mahasiswa Jurusan Seni Musik." Nesya menghapus lelehan air mata di pipi.
"Tadi Ibu juga memberi banyak pesan. Salah satunya, meminta Nesya untuk memakai baju tidur yang beliau belikan," tutur Nesya dengan sesegukan sambil menunjuk kearah walk in closet, "dan Nesya, akan memakai semua baju yang Ibu berikan setiap hari, tanpa terkecuali.Meskipun nanti Bapak khilaf dan akhirnya menghamili, Nesya nggak keberatan. Karena buat Nesya, dari dulu sampai sekarang, cinta dan cita-cita Nesya ...," tukasnya lirih masih sambil menenangkantangisan. "Bapak dan bernyanyi. Dan satu hal yang harus Bapak tahu, Nesya ...." Tunjuknya dengan meletakkan tangandi depan dada. "Jatuh cinta sama Bapak dari beberapa tahun lalu,sejak mengenal apa itu jatuh cinta. Nesya nggak akan menyerah membuat Bapak mencintai Nesya."
Lama Yusuf termenung, hingga ia tidak sadar bahwa Nesya beranjak dari depannyadan telah selesai membersihkan diri juga mengganti baju dengan ...transparan dan terbuka. Ucapan Nesya bagaibadai dahsyat yang menghempas dan meluluhlantakkan hati dan pikiranYusuf, tersentak dengan kenyataan baru yang ia dengar dari bibir Nesya. Gadis ini mencintai dan jatuh cinta pada dirinya. Dan, Yusuf adalah dunia Nesyaselain musik dan mimpinya menjadi diva.
Dengan mata bengkak, Nesya memandang Yusuf sesaat. Sorot matanya mengutarakan kekecewaanmendalam. Tak menghiraukan Yusuf yangterduduk diam, Nesya menaiki ranjang di sisi lain dan masuk di bawah selimut. Memejamkan mata dan mencoba tertidur untuk melupakan pertengkaran rumah tangga pertama mereka. Pertengkaran yang dimulai dari permintaan bodoh Yusuf dan membuka satu kenyataan baru yangYusuf tak pernah duga sebelumnya.
Perlahan Yusuf mendekati Nesya yang tertidur,duduk di tepi ranjang dan mengusap perlahan puncak kepala istrinya. "Maafkan saya. Jika memang itu yang kamu mau, kita akan tetap tidur satu kamar. Bukan maksud saya untuk menghindarimu, hanya saja saya rasa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk memilikimu seutuhnya."
Dikecupnya lama kening Nesya kemudian Yusuf pergi untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian. Yusuf pun luputmenyaksikan air mata yang turun perlahan dari iris gadis yang mencintainya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top