3. First Sight


Nesya sudah berganti kostum dengan dress yang disiapkan oleh tim Rahardian—Wedding and Event Organizer. Jangan membayangkan ia menggunakan dress mini, backless atau sleeveless, itu sangat tidak mungkin. Nesya selalu memakai gaun tertutup saat tampil di setiap acara pernikahan terkecuali leher, kepala dan tangan saja.

"Sya, sepuluh menit lagi lu naik, ya! Tamunya udah pada dateng." Burhan—Project Manager WO—memberikanya informasi.

Nesya mengangguk cepat. "Oke, Boss!" Nesya segera bangkit dari kursidi ruang make up. Mengecek hasil riasan. Dengan mata dihiasi lensa kontak senada warna bajunyalalu menepuk-nepuk badan seakan merapihan bagian baju yang kusut, padahal penampilannya sempurna. Nesya berjalan kepanggung perlahan. Dengan rambutdigulung indah dan sepatu heels, Nesya tampak lebih dewasa dari umurnya. Namun, saat ia berjalan masuk ....

"Aduh, maaf! Saya meleng, lagi main hape," ujarnya kala ia menabrak tubuh seseorang.Nesya sedikit terkejut mendapati pria yang baru ditabraknya. "Eh, Bapak! Untung yang Nesya tabrak Bapak," lanjut Nesya saat mengetahui bahwa yang ia tabrak adalah Yusuf. "Bapak mau kemana?" Saat pandangan mata mereka bertemu Nesya mati-matian menahan laju degup jantunganya.

Jantung yang tenang dong, jangan kenceng-kenceng gedornya nanti gue salting dan mampus kalo ketahuan suka sama om-om!

"Toilet," balas pria itu singkat.

Nesya menggeser tubuh kesamping, mempersilakan lelaki dingin itu berjalan melewatinya. Ia mengatur napas seraya menepuk dada untuk mengatur degup jantung. Ia melanjutkan langkahnya ke panggung, memegang microphone yangsetia menemaninya mengarungi kegemarannya—bernyanyi.

"Selamat malam kami ucapkan kepada para tamu undangan yang telah hadir malam ini. Untuk menyambut kedua mempelai yang akan memasuki hall resepsi yang indah ini, satu tembang akan kami lantunkan untuk membuka acara yang penuh dengan romansa. Dari kami, Rahardian Wedding Symphony." Alunan nada tuts piano yang keluar dari jari lihai Kemal menghipnotis suasana malam ini. Bagaikan ditaman surgawi, rasa nyaman dan bahagia mendadak menyeruak ke seisi ruangan melalui alunan nada serta suara yang Nesya keluarkan.

Sang pengantin berjalan memasuki pelaminan yang ada di pusat ruangan ini dengan alunan lirik yang keluar bersamaan dengan suara merdu sang biduan.

Betapa bahagianya hatiku saat
kududuk berdua denganmu
berjalan bersamamu..
menarilah denganku..

Namun bila hari ini adalah yang terakhir
Namun ku tetap bahagia..
Selalu ku syukuri..
Begitulah adanya..

Yang tak Nesya ketahui, sorot mata teduh yang menatapnya lama juga turut serta merasakan kebahagiaan. Bukan karena ia tamu undangan atau keluarga mempelai, namunkarena sosok itu tersihir oleh pesona gadis belia tersebut.

Namun bila kau ingin sendiri
Cepat cepatlah sampaikan kepadaku
Agar ku tak berharap
Dan buat kau bersedih

Yusuf berjalan kearah panggung, mendekati gadis yang mendadak membuat kinerja jantungnya tak karuan. Ia memandang Nesya dari sisi kiri panggung, hingga tatapan kagum Yusuf dibalas dengan binar sayu Sang Biduan. Yusuf merasa lagu yang disenandungkan Nesya ditujukan padanya.

Bila nanti saatnya tlah tiba
Kuingin kau menjadi milikku
Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan
Berlarian kesana kemari dan tertawa

Namun bila saat berpisah tlah tiba..
Izinkanku menjaga dirimu
Berdua menikmati pelukan diujung waktu
Sudikah kau menjadi... milikku...

Tersentak dari kebodohanya, Yusuf segera memutus adu pandang dengan gadis yang tak pantas ia cintai. "Gila!" umpatnya lirih. Ia bergegas meninggalkan area panggung danberjalan cepat menuju parkiran, memasuki mobil dan menyalakan mesin untuk mengaktifkan pendingin udara. Ia berkeringat dan merasa panas di malam yang cerah, bukan karena cuaca namun karena hatinya. Entah mengapa Yusuf terketuk luar biasa oleh pesona gadis belia itu.

Setelah berhasil menetralkan detak jantung, Yusuf bersandar pada jok mobil sembari mengambil bernapas perlahan hingga dering ponsel menyentak kesadarannya. Ibu.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Kapan pulang, anak Ibu? Jangan lupa bawain Ibu calon mantu. Ibu sudah kangen sama kamu!" Senyum terbit diwajah anak sulung dari dua bersaudara itu. Betapa ia bahagia memiliki ibu yang selalu perhatian.

"Yusuf belum bisa pulang, Bu. In Syaa Allah bulan depan, nggeh? Ibu ndak mau kunjungi Yusuf disini?"

Helaan napas besar tertangkap telinga Yusuf. "Ndak mau, Suf. Omahmu cilik. Omah susun," tolak Sang Ibu.

"Itu apartement namanya, Bu," selanya lembut.

"Ndak tahu lah apa itu namanya, pokoknya nggak betah ibu di tempatmu!"

"Yasudah,bulan depan Insha Allah Yusuf pulang ke Malang."

Yusuf menutup ponsel dan menyimpanyadalam dashboardsetelah ibunya mengucapkan salam. Tanpa sengaja ia menoleh kebelakang dan memperhatikan empat buku pelajaran yang berserakan disana. Dia pasti sudah gilajatuh cinta dengan wanita yang bahkan masih membaca buku pelajaran SMA dengan umur yang terpaut empat belas tahun. Yusuf giladan harus segera mengakhiri kegilaan ini.

Kaca pintu mobildiketuk dari luar. Yusuf membuka kaca jendela.

"Pak, kok disini? Nggak makan? Sudah disiapin sama orangnya Pak Ardian. Mari, Pak, saya temani makan. Kakak paling sebentar lagi selesai nyanyinya," ucap Karti—asisten rumah tangga Raditya.

"Iya, Mbak, mari." Yusuf menutup jendela, mematikan mesin, dan keluar dari mobil lantas mengikuti Karti menuju ruangan khusus crew untuk menikmati santap malam.

"Ini masakan catering-nya Bu Winda.Jadi jangan sungkan, Pak."Karti mempersilakan Yusuf menikmati makan malam.

Sementara itu ...

"Halo, apa Bang Sat?"


"..."

"Seriusan?!"

"..."


"Tanggal berapa tuh?"


"..."

"Owh, pas libur kelulusan gue! Boleh deh gue join. Tar habis manggung disana, kita ke Bromo, ya!"

"..."

"Aakk! Tengkyu Abangkuu!"

Nesya menutup sambungan ponselnya lalu ...

"Aakk!" jerit Nesya dengan memegangi dadan. Kaget. "Bapak kayak jin tiba-tiba aja nongol! Bilang dong kalau disini," sunggutnya.

Yusuf tak menjawabucapan yang Nesya lontarkan. Ia hanya menatap replika bidadari yang duduk di dekatnya.

"Bapak mau makan? Nesya ambilin, ya. Ini catering punya Mama loh. Sharing saham sih sama Pakde," jelasnya diselingi tawa.Yusuf mengangguk mengiakan. Gadis bergaun panjang itu berjalan anggun mengambil piring dan menyendokkan nasi serta lauk kepiring tersebut. "Guava atau Orange?" Nesya menoleh pada pria yang tengah memandanginya.

"Hah?" Satu alis Yusuf terangkat.

"Minumnya, Pak. Jus jambu apa jeruk?"

"Jambu."

Tak lama gadis ayu dengan rambut tergerai itu menghampiri Yusufmembawa satu piring beserta dua gelas minuman lalu menyerahkan pada lelaki tersebut.

"Kamu tidak makan?" tanya Yusuf saat ia menyadari gadis itu tidak mengambil makanan untuk dirinya.

Seringai jahil Nesya perlihatkan dengan alis yang naik turun. "Sepiring berdua ya, Pak." Yusufdiam tak membalas perkataan Nesya."Ayok, Pak, dimakan!" Nesya tampak tak canggung menyendok nasi dengan sendok yang ia bawa sendiri.

Hanya empat suap. Itu yang Yusuf perhatikan saat mereka menikmati makan malam sepiring berdua."Kamu selesai?"Yusuf heran.

Kedua alis Nesya bertemu. "Apanya?"

"Makannya."

Nesya mengangguk, "Iya Pak, nasi cukup empat suap. Buat lambung kanan kiri atas dan bawah. Sisanya ini, orange juice sama buah," lanjutnya menjelaskan.

"Kenyang denganitu?" balas Yusuf memastikan.

Lagi, Nesya mengangguk. "Huum. Lagipula kalau nyanyi tuh, Nesya nggak suka kenyang-kenyang, yang penting ini." Menunjukkan thermos yang ia ambil dari tas. "Air jahe hangat. Mengandung zat pemikat para pria. Mampu menawarkan kehangatan yang didamba setiap laki-laki," kelakarnya menirukan gaya bintang iklan di TV.

Yusuf tersedak mendengar penuturan gadis belia tersebut Sungguh unik anak ini yang bahkan tidak menganggap dirinya kolega dari Raditya."Tadi di telepon kamu mengumpat?"

Nesya mengerutkan kening "Ngumpat?" Nesya menggeleng ".Nggak."

"Tadi, bang-sat."

"Oowh, itu owner managementyang suka ngasih Nesya job manggung, namanya Satria. Nesya manggilnya Abang,suka disingkat jadi BangSat." Ada tawa disela penjelasanya. "Tadi Bang Sat kasih job manggung di Stadion Kanjuruhan Kepanjen Malang, bulan depan. Pas banget tuh setelah pengumuman kelulusan! Terus, setelah manggung, katanya mau langsung ke Bromo. Kan kece banget, Pak!" tukas Nesya semangat.

"Papa kamu setuju?"

"Pasti nggak sih," kata Nesya dengan seringai bimbang, "tapi kalau nilai UN bagus, Nesya mau negoinPapa!"

"Yah, good luck for you then."

"Bapak restuin Nesya jadi diva nggak sih, Pak?"

Belum sempat Yusuf menjawab, panggilan yang ditujukan untuk Nesyamenginterupsi kebersamaan mereka.

"Sya, buruan! Si Kemal udah keriting noh jarinya, tenggorokanya juga udah minta digelontor air segalon. Elu sama Jessie, ya, on stage sampe acara kelar."

"Oke, Bang! Gue jalan sekarang!" sahut Nesya pada orang dengan pakaian seragam WO.

Nesya menghadap Yusuf. "Pak Jaksa, diva Nesya mau tugas negara dulu, ya! Mohon doa restunya." Sulung Raditya menangkupkan tangan di depan dada seraya membungkuk.

Pria dewasa itu terkekeh geli. "Amazing."Bagaimana mungkin ada gadis yang memiliki sifat ajaib seperti itu.Anggun dan penurut di depan orang tua, namunlincah dan urakandiluar rumah. Pantas saja Pak Raditya protektif terhadap Nesya.

Setelah beberapa waktu menghabiskan untuk beristirahat di ruang makan khusus crew, Yusuf kembali berjalan menuju hall tempatresepsi. Suara merdu memasuki rungunya. Alunan nada dan suara yang terdengar mengacaukan kerja otaknya. Seakan terhipnotis, ia berjalan menuju panggung tempat sang diva menjalankan tugas negara.

Yusuf berhenti tepat di depan panggung, mengabaikan keramaian acara resepsi. Netra danotaknya terfokus pada kata dan nada yang keluar dari bibir manis gadis cantik itu. Kembali, ketika tatapan mereka bertemu, seakan sang gadis tengah mengungkapkan satu rasa di hatinya. Jantung Yusuf entah mengapa mendadak bekerja ekstra, seperti ada sesuatu yang berbeda di tubuh, namunYusuf tak tahu itu apa.

Oh malunya hati ini... Bila kuingat saat itu

Kami hanya saling memandangdan terdiam terpaku..

Oh bulan hanya dirimu yang menyaksikan segalanya

Oh bulan tolonglah daku katakan padanya..

Kucinta dia...




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top