2. Attention


Setelah mandi, gadis kelas tiga SMA itu memilih menggunakan dress selutut berbahan katun, dengan model kerah sabrina tanpa lengan yang membalut raga Nesya sempurna. Kemudian menyemprotkan colonge pemberian teman sesama wedding singer di sekitar tubuh. Wangi yang lembut, pas untuk digunakan sehari-hari.Bukan tanpa alasan ia tampil feminim, Nesya ingin pria tiga puluh tiga tahun itu memperhatikan dirinya.

"Sya, bisa bantu Mama sebentar?" teriak Winda—ibu tiri Nesya—dari bawah.

Ini saat yang tepat untuk menarik perhatian Yusuf agar jatuh cinta padanya. Nesya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, karena segala kemungkinan bisa terjadi. Nesya memperhatikan penampilan sekali lagi di kaca rias sebelum ia menjawab panggilan mamanya, "Iya, Mama Nesya tercinta. Nesya turun!" Dengan memakai sandal bulu pink favorit, Nesya bergegas menuruni tangga menuju dapur, tempat Winda dan Mbak Karti berada.

"Tolong semua masakan ini dipindah ke meja makan, piring dan sendok ditata. Gelas-gelas diisi air putih," titah Winda.

Nesya mengangguk melaksanakan perintah Winda. Dengan gaya anggun, ia mondar mandir dari dapur ke meja makan, mengambil dan menata sajian yang sudah dimasak oleh Winda. Nesya melakukan tugasnya secara berhati-hati, dengan sesekali melirik ke ruang tamu berharap jaksa idamannya memperhatikan dirinya yang sedang bergelut dengan masakan. Letak meja makan yang berdekatan dengan ruang tamu, menguntungkan Nesya untuk mencuri pandang pada Yusuf dalam jarak aman. Namun, Nesya harus kecewa kala harapan tidak sesuai keinginan, pria itu tampak serius dengan obrolan yang berlangsung.

Huft. Bapak ganteng lihatin Nesya yang cantik ini dong. Jangan serius-serius banget ngobrolnya. Cukup seriusin hubungan kita sampai pelaminan, batin gadis itu seraya sesekali melirik Yusuf dan menuang air putih ke dalam gelas.

"Permisi, Sya."

Suara berat dan pelan membuat Nesya segera mengangkat wajah. Ia mengerjap beberapa kali untuk meyakinkan diri bahwa di hadapannya ini Yusuf. Nesya kembali mengerjap dan mencubit lengan sendiri, terasa sakit. "Ma, kakak mimpi apa semalam Pak Jaksa negur kakak," gumam Nesya di tengah lamunan.

"Sya? Nesya!" ulang Yusuf sedikit keras.

Nesya geragapan. "Iya Cinta. Eh, ya, Pak?" jawab Nesya kikuk dan merutuki mulutnya yang dengan lancang memanngil Yusuf dengan sebutan 'Cinta.'

Pria itu tersenyum sebelum berkata, "Kata Pak Radit, kamar mandi bawah sedang rusak dan baru akan direnovasi besok Senin. Bisa tunjukan dimana letak kamar mandi lain?"

Tanpa sadar Nesya meletakkan telapak tangan di tengah dada. "Disini, Pak."

Jawaban spontan Nesya membuat kening Yusuf berkerut. "Heh?"

Nesya yang sadar dari pengaruh hipnotis Yusuf, segera meralat ucapannya, "Eh, maksudnya di atas disebelah studio musik. Bapak naik terus lurus, ruangan paling ujung sebelah kanan," instruksinya.

"Terima kasih, Sya." Setelah mengangguk Yusuf menjauh dari hadapan Nesya kemudian menaiki tangga menuju tempat yang gadis itu tunjukkan.

Ngobrol dulu kek, Pak, sama Nesya yang ulalaaa cetar membahana ini. Malah main kabur aja!batinnya seraya memandang Yusuf hingga pria itu tak lagi tampak.

Makan siang di kediaman Raditya Wardhana pada akhir pekan seolah agenda wajib pejabat perbankan itu. Dirinya memang kerap mengundang teman serta kolega untuk menikmati sajian lezat buatan Winda.Tidak terkecuali dengan Rendi, Yusuf, dan Andra. Tiga mahasiswa yang kinisukses dengan karir mereka masing-masing. Tidak ada perihal penting dalam undangan makan siang yang kerap Raditya adakan, biasanya mereka membahas hal-hal yang menjadi trending topic dalam negeri. Hal itu yang membuat Nesyasering bertemu mereka, hingga diam-diam ia menaruh hati pada sosok pendiam dan dingin diantara mereka.

"Sya, tawaran manggung lagi banyak, ya?" tanya Rendi ditengah-tengah makan siang mereka.

"Alhamdulillah sih, Pak, tapi jarang Nesya ambil. Susah dapet ACC Pak Direktur, boleh nyanyi cuma di acara-acara WO punya Pakde."

Rendi mengangguk paham. "Channel Youtube kamu juga banyakyang subscribe. Sempet loh saya stalking kamu di Instagram. Kayaknya banyak banget yang suka sama suara kamu. Followers kamu saja sudah ribuan," tambah Rendi yang kini bergelar dokter Sp.Og.

Nesya mengangguk membenarkan. "Iya Pak, karena nggak boleh manggung sama Papa, jadinya ya bikin clip aja terus di upload. Eh, banyak yang like trus subscribe!"

"Lalu pagi tadi di Ancol itu apa?" Akhirnya Yusuf ikut angkat bicara.

"Owh, tadi ceremony pembukaan acara Jakarta Running Fest. Nesya agak stress gitu menjelang ujian, jadi biar belajarnya rileks, manggung dulu deh di pantai," kilahnya sambil cengengesan.

"Tapi tetap salah karena nggak izin Papa, Sayang." Raditya menyela ucapan Nesya.

Nesya langsung mencebik. "Ya soalnya kalau Kakak minta izin, Papa nggak bakal kasih."

"Nesya sudah punya pacar?" tanya Rendi. Dokter satu itu memang paling ingin tahu soal kehidupan Nesya.

Nesya menggeleng. "Nggak punya dan nggak berani, Pak. Manggung aja susah dapet izinnya, pacaran apalagi," keluh Nesya menyindir Raditya, sedangkan yang disindir tersenyum mendengar jawaban putrinya.

"Oya, ngomong-ngomong kenapa Bapak-Bapak bisa tahu Nesya manggung tadi pagi?" Kening Nesya berkerut sambil memandang dua pria dewasa di seberangnya.

Yusuf kemudian menyahut, "Pak Radit cerita. Itu mengapa beliau tidak ada di rumah saat kami sampai tadi, ternyata menjemput putrinya."

Idih, Bapak kaku banget kayak papan tulis, senyum dikit gitu. Bilang kek, karena saya stalking kamu, Syaaa!

"Owh, maaf Nesya jadi sedikit mengganggu acara Papa dengan Bapak-Bapak sekalian."

"Its okay Honey, asal kedepannya kamu jangan mengulangi lagi," jawab Raditya cepat.

Tidak lama terdengar dering ponsel yang tersimpan di kantung dress Nesya, membuatnya mengukir senyum sungkan, sebab mamanya selalu mewanti-wanti untuk tidak menyentuh ponsel selama berada di meja makan atau acara berkumpul bersama keluarga, dan Nesya selalu menerapkan. Namun, dering ponselnya tak juga berhenti, membuat Nesya akhirnya bersuara, "Maaf, Ma, Pa, ini Diandra," izin Nesya sambil menunjukkan layar ponsel kepada orangtua tercinta.

Winda mengangguk memberi setuju Nesya untuk mengangkat telepon. Ia menunduk dan menerima telepon dengan suara lirih tanpa sedikitpun beranjak dari kursi.

"Aduh, Di, susah nih! Nggak bakalan boleh, mana tadi pagi gue udah manggung di Ancol lagi!"

"..."

"Yaudah sih, nyokap lu titipin dulu sama suster. Lagian gue besok ujian, nggak bakalan boleh terbang lagi sama nyokap."

Winda yang merasa dirinya disebut, ingin memastikan hal apa yang dibicarakan oleh Nesya. "Ada apa, Sya?"

Nesya menoleh ke arah Winda lalu menjauhkan ponsel dari telinga. "Itu Ma, Diandra. Mamanya opname lagi, terus Dian minta kakak gantiin dia nyanyi di resepsi client-nya Pakde di Jakarta Selatan."

Raditya menghirup oksigen dalam-dalam. Sudah ia tebak. "Jam berapa? Besok kamu ujian, Sya."

"Acaranya jam tujuh sampe jam sembilan. Tapi jam lima kan Kakak harus sampe sana untuk check sound sama gladi, Pa." Tampak Raditya yang menghela napas panjang lagi. Nesya yang paham arti dari helaan napas Radytia segera mengklarifikasi ucapannya, "Ini lagi kakak tolak kok!" terangnya dengan senyum ketakutan. Gadis itu cepat-cepat berbicara lagi pada Diandra. "Ikh, Combro lu ye! Dibilang gue nggak bisa. Lagian cuma ninggal nyokap empat jem doang, nggak apa-apa lagi!" tukas Nesya kepada Diandra.

"Sya!" Nesya menoleh pada Raditya dengan tatapan bertanya. "Ya sudah, kamu boleh jalan, tapi harus ada yang antar dan temani kamu. Ajak Mbak Karti dan langsung pulang setelah acara selesai," putus Raditya.

Senyum ceria terbit di wajah Nesya disertai anggukan semangat. "Makasih Papa!" ucapnya cepat. "Hallo, Di, gue bisa gantiin. Jadi lu bisa jagain nyokap lu." Setelahnya ia menutup sambungan telepon itu.

"Izinkan saya yang antar, Pak."

Nesya sontak menoleh pada suara yang tiba-tiba masuk dalam obrolan keluarganya.

Raditya menoleh ke arah Yusuf. "Apa tidak merepotkan?"

Yusuf yang menawarkan bantuan tersenyum tegas seraya berkata, "Tidak, kebetulan sedang free dan bingung juga mau apa. Saya rasa menemani Nesya bernyanyi tidak membosankan."

Of Course, Yes! Ma Babe! Jantung Nesya mendadak jumpalitan dan berhip-hip hura!

Nesya reflek menyahut, "Pasti, Pak! Bapak ikutan Nesya nyanyi juga boleh." Namun,ia segera menutup mulut dengan tangan. Malu!

"Wah, sayang saya ada praktik jam lima,tidak bisa ikutan temeninNesya," sesal Rendi.

Yess!! Akhirnyaa kencan berduaaaa!! Jiwa Nesya bernyanyi riang.

"Tapi Mbak Karti ikut dan kamu bawa buku pelajaran bahan ujian besok. Bisa dibaca selama perjalanan."

Seketika pundak Nesya menurun lemas, disusul helaan napas lirih. Mbak Karti-ku sayang, Aku gagal berduaan.

******

"Acaranya dimana?"

"Digedung Patra Pertamina, Pak" sahut Nesya yang kinimemegang buku dan duduk di kursi tengah mobil Yusuf.

Bayangan Nesya duduk berdua saja dengan lelaki idamannya, hanya buaian belaka. Khayalan yang entah kapan menjadi nyata. Karena yang terjadi sebenarnya, Raditya meminta Karti duduk di depan menemani jaksa seksi versi Nesya. Sedang dirinya, duduk di belakang dengan empat buku yang harus ia baca selama perjalanan.

Gimana bisa lihatin muka kalem adem ayemnya kalo duduk disini, mah! Buku bisa dibaca entaran, tapi isi hati Pak Ucup tuh harus dibaca sekarang!

Ia mengerucutkan bibir kembali fokus pada buku yang sama sekali tidak masuk satu kata pun di otaknya. Tanpa gadis itu sadari, sepasang mata kerap mencuri pandang padanya melalui spion tengah.

Sesampainya di Gedung acara resepsi pernikahan, Nesya langsung berjalan memasuki gedung dan menuju panggung dimana ia akan tampil malam ini. Setelah berkordinasi sebentar, Nesya yang masih menggunakan dress katun dengan sepatu kets, melakukan check sound diatas panggung bersama tim Rahardian Wedding Symphony.

"Test test pack pack. Test pack test pack," tutur Nesya sambil mengetukkan telunjuk di microphone

"Eh, Kalongwewe! Ngapain lu bawa-bawa apotek kesini!" suata Kemal, pianist wedding band menegur Nesya.

Nesya memandang Kemal. "Eh, emang Nesya bilang apa tadi?" sahut Nesya santai pada rekan kerjanya.

"Testpack, Cumi!"

"Owh, kirain test check, mon maap salah, lagi deg-deg'an nih," jawabnya asal. "Yaudah, yuk! check sound lagi," ajaknya.

Ia bernyanyi mengikuti aba-aba yang Kemal berikan. Mereka berlatih untuk menyamakan nada dan suara yang keluar dari piano dan mulut Nesya. Gadis itu tidak tahu, jika apa yang ia lakukan menambah satu lagi daftar penggemarnya.

Yusuf Arbianda menyadari bahwa Nesya memang berbakat di dunia tarik suara. Ia mengagumi alunan suara yang keluar bersamaan dengan lirik dari bibir gadis itu. Ia menyukai ekspresi wajah penyanyi muda yang sedang berlatih singkat disana. Namun, bagi Yusuf Arbianda, Nesya hanyalah adik atau keponakan yang bertemu secara tidak sengaja dan tidak lebih dari itu.






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top