10. Falling
Sudah tiga hari Nesya beristirahat di rumah Raditya dan selama itu pula ia izin untuk tidak kuliah. Satu hal baik yang menurut Nesya adalah hikmah dari sakitnya, Yusuf selalu berusaha memperhatikan dia. Pria itu memijat kakinya setiap malam dan menanyakan kondisinya, meski tetap dengan sikap dingin dan raut datar.
Pak Ucup tiap malem jadi demek-demek Nesya, kan? Nesya suka!
"Kak, ada Diandra sama Kemal dibawah." Mbak Karti membuka pintu kamar Nesya dan memberitahu kedatangan temannya.
"Ah, Marimar sama Fernando Hose dateng juga. Paula Braco jadi bahagia," monolog Nesya dan mendapat gelengan penuh tanya dari pengasuhnya sejak kecil.
"Mau Mbak bantu?" tawar Karti.
"Indak, Ambu. Biarkan Siti menjalaninya seorang diri," sahut Nesya dengan intonasi mendrama.
"Terus Kakak ini, jadi Paula Braco apa Siti Nurbaya?!" hardik Karti gemas pada majikanya.
Nesya tertawa seraya berjalan pelan mengikuti langkah Karti menuju ruang tamu, dimana Diandra dan Kemal menunggu.
"Bisa apes juga, lu!" Diandra menahan tawa melihat Nesya berjalan terseok dengan merintih pelan. "Kayak perawan udah nggak perawan ya, Mal, jalannya si Oneng"
Ia menjatuhkan tubuh di sofa tepat di sisi Diandra lalu merebahkan diri dipangkuan sahabatnya itu. "Aduh, Bang Juriiii, Oneng pijetin kek dari pada lu ngoceh terus."
"Idih, Nesya.Ih, berat!"
"Nggak seberat cinta sebelah tangan gue, Di!"
"Sebelah tangan gimana?" Kemal penasaran. "Laki lu galak banget mukanya. Apalagi pas lihat lu ngorok di sofa ruangan gue. Serem!" adu Kemal.
Nesya membelalak. "Sumpah?! Kok gue nggak percaya, ya?"
Kemal berdecih sebal disertai tatapan sinis. "Tanya noh sama si Ambon! Dia saksinya! Udeh gitu mukanya kayak curiga sama gue. Dikira gue mau makan lu kali, ya?"
Nesya melirik Diandra yang asyik menikmati camilan. "Emang lu nafsu sama gue, Mal?".
"Nafsu kok ...." Kemal melirik pada objek yang sama dengan Nesya. "Nafsu pengen jitak lu, maksudnya," lanjut Kemal diiringi tawa terbahak bersama Nesya.
"Kalian ngomongin apaan, sih? Pada nggak jelas! Nih cookies nih ... enak!" Diandra mendorong setoples ke hadapan Kemal.
Di tengah-tengah obrolan mereka, tiba-tiba sajaseorang pria berseragam cokelat berjalan mendekati Nesya dan memberikan kecup singkat di kening. " Obat dari dokter kemarin sudah diminum?Sudah makan? Kaki kamu gimana sekarang? Udah enakan kalau dibuat jalan?" cecar lelaki itu.
Pria tersebut adalah Yusuf Arbianda, laki-laki yang tak sengaja mendengar obrolan antara istri dandua sahabatnya, saat ia melepas sepatu di teras depan. Yusuf mendengar jelas percakapan para remaja itu dan entah mengapa, ada satu sudut hati yang tak terima jika sang istri bercanda dengan pria lain.
Hingga entah pikiran darimana, ia menghampiri Nesya yang berkumpul diruang tamu. Sedikit memperlihatkan kasih sayang dan romantisnya. Romantis paling maksimal yang bisa ia lakukan. Nesya pun terheran melihat tingkah Yusuf, hanya mengangguk bagai orangterkena hipnotis. Pak Ucup habis makan apa, yak?Apa kejedot stir mobil kali?Dia sehat 'kan?
"Ya, sudah. Saya keatas dulu. Nanti kalau sudah selesai panggil saya, agar bisa menggendongmu ke kemar."Yusuf berlalutanpa menunggu jawaban apapun dari Nesya.
"Laki lu itu orang apa kulkas, sih? Dingin banget!" komen Kemal menggeleng pelan.
"Sya, laki lu punya adek atau sepupu nggak, sih? Mau dong gue dikenalin! Ih, gila so sweet banget laki lu!"
"Tidak, Marimar! Selesaikan saja urusanmu dengan Fernando Hose!"Nesya melirik dua sahabatnya.
*******
"Bapak kok tadi sweet banget, sih?" tanya Nesya yang saat ini tengah berada di gendongan suaminya, namun Yusuf tidak menjawab pertanyaan tersebut sepatah katapun. "Apa jangan-jangan Bapak udah jatuh cinta, ya, sama Nesya?" lanjut Nesya seraya memiringkan kepala dan menatap lekat Yusuf.
Yusuf melirik Nesya sepintas lalu melanjutkan melangkah menaiki tangga.
Nesya mendesah lirih. Kemal benar, suaminya ini mungkin jelmaan kulkas dua pintu. "Bapak, Nesya mau turun di studio musik, ya. Mau main piano sama nyanyi."
Yusuf mengangguk. "Saya tinggal dulu. Mau mandi." Ia menurunkan Nesya dari gendongan dan mendudukkan di kursi piano.
Nesya mengangguk, mempersilakan Yusuf meninggalkan dia sendiri. Dan, alunan tuts piano punmulai terdengar seisi ruangan. Nesya menekan tuts piano sambil melamun, memikirkan pernikahannya. Sudah hampir tiga bulan, tetapi belum ada tanda-tanda cinta diantara mereka. Bahkan, chemistry pun seolah sulit terbangun diantara mereka. Meski jarang bertengkar, namun ada kehampaan yang ia rasa dari pernikahan ini. Tetapi, hal itu tidak membuat surut cintanya. Meski terasa datar, namun perhatian yang diberikan Yusuf cukup berarti untuknya. Karena itu, iaakan memupuk terus rasa cinta yang ia punya pada sang suami, agar terus membesar dan semakin dalam.
Sementara, pria yang tengah memegang handle pintu studio musik dan membuka sedikit pintu itu, terpaku mendengar alunan nada dan suara yang terdengar dari dalam sana. Lirik lagu dan penghayatan penyanyinya, dapat iarasakan kesungguhanyang terucap dari mulut Nesya.
Kali ini kusadari
Aku telah jatuh cinta
Dari hatiku terdalam,
Sungguh aku cinta padamu.
Cintaku bukanlah cinta biasa..
Jika kamu yang memiliki..
Dan kamu yang temaniku..
Seumur...hidupku..
Yusuf memberanikan dirimasuk dan menghampiri Nesya yangserius bermain piano. Nesya menyadari kehadiran lelaki tinggi itu dan mata mereka bertemu, saling menatap lekat dan lama.
Trimalah pengakuanku..
Percayalah kepadaku..
Semua ini kulakukan..
Karena kamu memamg untukku..
Cintaku bukanlah cinta biasa..
Jika kamu yang memiliki..
Dan kamu yang temaniku
Seumur hidupku..
Seumur hidupku..
Hingga jemari Nesya berhenti menari lincah di atas tuts pianodan mulutnya bernyanyi,mata mereka tetap saling memandang dan menyelami isi hati dan pikiran masing-masing.
Yusuf berdeham memutus pandangan mereka. "Papa dan Mama sudah menunggu untuk makan malam. Ayo kebawah, mau saya gendong lagi atau dipapah?."
Nesya menatap sendulaki-laki dan cinta pertamanya. Kapan ia akan saling memiliki dengan pria yang selalu ada di mimpinya?
"Dipapah aja, Pak. Nesya harus latihan jalan dan naik turun tangga."
******
"Kakak bulan depan 'kan ulang tahun, ya?" tebak Oline—gadis kelas empat SD—si bungsu Raditya versi perempuan. Rajin menabung dan pintar berhitung.
"Iyah,tumben Oline inget?" sahut Nesya sambil mengangguk.
"Mas Ijal yang kasih tahu. Kak Sya mau hadiah apa? Kata mas-mas penjaga toko mainan, kids jaman now lagi suka squishy sama slime."
Nesya menatap ngeri pada Oline. "Ikh, ogah! Kak Sya nggak suka. Mainan apaan itu? Unfaedah."
"Kak Sya suka yang berbau musik dan nyanyi, Sayang. Dia kurang suka mainan yang kurang bermanfaat," sela Winda di tengah acara makan malam keluarga.
"Sudah terlalu lengkap perlengkapan musik dan nyanyinya Kak Sya, kita bingung mau kasih apa lagi. Sudah dibelikan semua sama Papa," timpal Rizal—anak laki-laki satu-satunya Raditya—memiliki perasaan yang peka dan perhatian yang tinggi seperti ibunya.
"Perlengkapan rekaman belom tuh," timpal Nesya asal.
"Ekheeem!" Suara dari mulut sang kepala keluarga membuyarkan perbincangan kakak adik itu tentang kado ulang tahun.
Oline terdiam berpikir, sekiranya barang apa yang bisa dia berikan pada kakaknya. "Ya, sudah. Biar ada faedahnya, Oline kasih hadiah Splash Card Bank-nya Papa aja, yang versi printable. Nanti gambarnya foto Kak Sya sama kita berdua. Papa bantu buatin, yah! Isi saldonya seratus ribu saja! Budget Oline segitu soalnya."
Yusuf tersenyum mendengarnya. "Terimakasih, Oline. Kak Sya pasti seneng memiliki adik yang baik seperti kamu," puji jaksa itu pada adik iparnya.
*******
"Bapak, kalau Nesya ulang tahun. Bapak mau kasih hadiah apa sama Nesya?" Kini saat mereka sudah berada di kamar dengan Yusuf yang sedang memijat pelan kaki istrinya.
Yusuf melihat istrinya. "Memangnya kamu mau hadiah apa?"
"Bapak."
"Hem?" Alis Yusuf menyatu.
Nesya mengangguk cepat. "Iya, Bapak. Hanya dua hal yang membuat Nesya bahagia. Nyanyi dan Bapak."
Yusuf bergeming, melanjutkan gerakan tangannya memijit kaki Nesya. Gadis dengan daster bunga-bunga itu, sedari tadi menunggu jawaban Yusuf, harus menelan kekecewaan entah yang keberapa kali. Ia harus menerima kenyataan, bahwa tidak semua cinta dapat berbalas cepat. Bahkan, banyak yang tidak berbalas.
Jika Ia memang ingin memperjuangkan cita dan cintanya, tentu kegigihan dan kesabaran adalah modal tambahanselain doa kepada Tuhan yang menjadi modal utamanya.Nesya dengan pandangan nanar ke arah Yusuf berdoa dalam hati, agar hati lelaki di hadapannya segera di terbuka.
"Sya," panggil Yusuf memecah keheningan diantara mereka.Nesya memandang Yusuf merespon panggilannya."Mau saya peluk malam ini?"
Tatapan nanar itu berubah menjadi binar bahagia. Meski Nesya tahu ini bukan pertanda cinta, namun ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan berada di tempat paling dekat dengan Yusuf."Peluk Nesya malam ini dan malam selanjutnya ya, Pak! " pintanya penuh harap.
Tidak ada jawaban, hanya lampu yang dimatikan dan ranjang yang tertekan karena ada tambahan beban. Yusuf menyusupkan lengan dibawah kepala Nesya lalu menarik tubuh gadis itu, untuk didekap oleh raga hangat cinta pertamanya."Tidurlah." Hanya itu kata yang Nesya terima, sebelum ia memejamkan mata.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top