05

Captivated.

Disclaimer: Naruto milik masashi kishimoto. but, this story is mine!

Warn! fiksi. BL! boyxboy! SemexUke! Homo!

Pair! Sasunaru

Rate: T semi M.

.

.

.

Part 5

.

.

.

Helaan napas terdengar dari si raven. Entah sudah berapa kali dirinya menghela napas seharian ini. Yang jelas jika dihitung lebih dari 10 kali per-jamnya.

Dua hari sudah setelah pertemuanya dengan Naruto diatap sekolah. Dua hari juga ia tidak bertemu dengan Naruto atau sekedar berpapasan saja.
Entah kemana makhluk pirang yang masih berstatus menjadi kekasihnya itu, Sasuke tidak tahu. Dua hari juga tangannya yang sempat terluka itu sudah membaik. Terbukti dari tidak adanya perban yang melilit tanganya.

Naruto tidak diskors atau dikeluarkan dari sekolahan ini. Pihak sekolahan hanya memberi peringatan berupa lisan dan tulisan. Jika Naruto mengulangi perbuatannya lagi maka dengan ringan, sekolah akan mengeluarkan Naruto begitu saja.
Entah hal apa yang dilakukan Kakashi dan Tsunade untuk membela Naruto didepan para petinggi yayasan, Sasuke tidak tahu. Yang ia tahu, bahwa Kakashi-senseitermasuk dalam kelompok orang-orang yang sangat menyayangi Naruto. Kakashi hanya merasa senang karena berkat Naruto lah profesi yang disandangnya itu berguna dan hari-hari membosankanya tampak berwarna.

"Dobe," panggil Sasuke lirih, menatap keluar jendela yang menampilkan luasnya halaman belakang sekolah. Terlihat beberapa murid yang makan siang atau sekedar singgah disana. Dijam istirahat seperti ini biasanya Sasuke akan mencari Naruto. Mengajaknya makan bersama ataupun hanya sekedar saling berkejaran karena Naruto akan bolos lagi.

Mengingatnya membuat gemuruh rindu melandanya. Karena itu—Sasuke pun bangkit dari duduknya, berjalan keluar guna mencari udara segar. Siapa tahu ada hal menarik yang membuatnya sedikit lupa akan Naruto. Ya, siapa tahu?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Naruto bangkit dari duduknya. Perlahan, ia berjalan keluar dari bilik toilet ini. Tubuhnya sudah basah akan air pel yang disiram oleh Sakura dan kawan-kawan. Baju seragamnya menempel dengan kulit tannya, belum lagi rambut pirangnya yang kusut dan basah.

Terhitung 2 hari ini ia dibully terus menerus, dan dirinya tidak melawan sama sekali atau sekedar membolos untuk menghindari pembullyan ini. Naruto menerima semua perlakuan mereka dengan lapang dada. Dan Naruto—tidak sepengecut itu untuk menghindari pembullyan dari mereka.

Pihak sekolahpun tidak tau pembully an ini Karena setiap Naruto terluka seperti ini—dirinya pasti akan membolos jam pelajaran. Dan akan masuk lagi dijam berikutnya dengan luka yang sudah ia obati sendiri dan seragam baru yang masih layak dipakai. Dirinya memiliki banyak seragam yang teronggok tak terpakai dilemari pakaianya.

Langkah kakinya terpincang, sorot matanya terlihat kosong.
Jejak basah ia tinggalkan disepanjang lantai yang dilewatinya. Entah menuju kearah mana kakinya ini akan melangkah—Naruto tidak tahu.
Dan ketika ia akan berbelok—dirinya menabrak seorang pemuda berambut raven, membuat tubuhnya sedikit mundur beberapa langkah. Dengan si raven yang hanya terdiam ditempatnya.

"Naru?"

Panggilan itu membuatnya mendongak, menatap kosong Sasuke yang menatapnya dingin.

"Apa yang ter—"

"Bukan apa-apa." jawab Naruto cepat, memutuskan pandangan mereka berdua begitu saja.

Terjadi keheningan setelahnya. Baik Sasuke maupun Naruto masih sama-sama terdiam hingga Sasuke kembali membuka mulutnya.

"Apa kau masih mencintaiku?"

Naruto tertegun mendengar pertanyaan random dari Sasuke. Selama menjalin hubungan dengan Sasuke—baru kali ini pertanyaan itu terlontar dari mulut si raven.

"Katakan." tuntut Sasuke saat tidak mendapat respon yang berarti dari Naruto.
Hatinya sesak melihat keadaan sang kekasih, tapi—dirinya tidak bisa berbuat banyak. Melihat hubungan mereka yang jauh dari kata baik—Naruto pasti akan menolak perlakuanya, dan ia tidak ingin berbuat kasar dan memaksa agar Naruto mau menurut denganya. Hukuman yang ia terapkan tidak akan berlaku untuk situasi yang seperti ini.

"Na—"

"Tidak."

Kedua mata biru itu menatap tegas Sasuke yang terdiam. Kedua tanganya mengepal disisi tubuh mungilnya, sekuat tenaga ia menahan gemetar yang melanda tubuhnya.

"Aku tidak mencintaimu,"

'Aku masih mencintaimu'

"—Pergilah. Cari penggantiku."

'Kumohon, tetaplah disisiku.'

"Aku tidak membutuhkanmu lagi Suke."

'Aku tidak pantas untukmu.'

"Dengan ini—aku akhiri hubungan kita."

'Maaf, aku mengakhirinya.'

Naruto segera berbalik dan berlari menjauh, masa bodoh dengan luka disekujur tubuhnya, masa bodoh dengan rasa nyeri di pergelangan kakikanya—dirinya hanya ingin segera pergi meninggalkan Sasuke.

Air mata Naruto keluar dengan perlahan, berlomba-lomba melewati kedua pelupuk matanya. Perasaan sesak menyelimutinya, tenggorokanya terasa tercekat. Ia tidak ingin menahan Sasuke lebih lama lagi. Ia makhluk pendosa, dan dirinya merasa tidak pantas untuk tetap berada disisi Sasuke. Biarlah ia sendiri yang memikul bebanya, biarlah ia sendiri yang menikmati dosa-dosanya. Dan biarlah ia sendiri yang mendapatkan celaan dari dunia.

'Maafkan aku Suke. Maafkan diriku yang mencintaimu.'

.

.

.

.

.

.

.

.

Irama langkah Naruto memelan ketika dirinya telah sampai dibibir kolam renang in door sekolahanya.
Isakan demi isakan itu masih terdengar, dan semakin terdengar keras ketika rasa sakit dihatinya tak kunjung hilang.

Perlahan, ia hadapkan tubuhnya ke air yang menggenang tenang memenuhi kolam dibawahnya.
Isakannya sudah sedikit menenang, dan tatapanya mulai kosong. Namun pikiranya memutar kilasan masa lalu dimana hari-harinya yang ditemani oleh Sasuke.

Senyuman miris terukir dibibirnya saat mengingat hari-hari indahnya dengan sang kekasih. Ia merasa sangat jahat karena melepaskan Sasuke begitu saja, sementara si raven sangat mencintainya teramat dalam. Tapi mau bagaimana lagi? Naruto merasa tidak pantas untuk bersanding disamping Sasuke.

"Sasuke-kun pasti menyesal karena telah menjalin hubungan denganmu. Dasar bitch!!"

Kedua tanganya mengepal saat mengingat ucapan Karin yang begitu menohok hatinya.

"Akan lebih baik jika kau musnah dari sini!!"

Dan seketika tubuh Naruto terdiam, mematung, ketika ucapan bernada sarkas itu memenuhi otaknya. Menggema dengan jelas.

Naruto lelah. Lelah akan semua ini. Traumanya tak kunjung sembuh, dirinya tertutup dengan orang lain. Ia juga telah melepaskan Sasuke begitu saja.
Naruto sadar—dirinyalah yang merumitkan semua ini. Andaikan ia bisa terbuka dengan Sasuke; menceritakan semuanya. Pasti semua ini tidak terjadi, hubunganya dengan Sasuke tidak putus seperti ini.

"Sekolah memberimu kesempatan lagi Naruto. Tolong pergunakan dengan baik."

Tubuh Naruto berjalan dengan sendirinya mendekat kearah kolam.

"Apa kau masih mencintaiku?"

Selangkah lagi, tubuhnya akan masuk kedalam kolam yang tingginya sekitar 2 meter—atau lebih?

"Kau anak pembawa sial!! Asal usul tidak jelas! Lantas berani mengikat hubungan dengan Sasuke-kun!! Dasar tidak tau diri! Masih untung sekolah ini mau menampung dirimu!!"

Byurr!!

Seketika tubuhnya tenggelam kedalam kolam renang, tanganya sedikit terangkat, entah menggapai apa.

Blupp!!

'Teme. Jika reinkarnasi itu ada—maka aku akan meminta kepada tuhan untuk mempertemukan kita kembali di lain kesempatan. Di lain waktu, dan di lain kisah.'

Beberapa gelembung bermunculan.
Oksigenya mulai menipis, dan air kolam itu mulai berlomba-lomba memasuki tubuhnya.

'Teme. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu, karena itu—aku memilih untuk pergi darimu—'

Rasa sesak mulai terasa, menghantam dadanya dengan teramat sakit.

'Teme. Percayalah, aku sangat mencintaimu. Kini, esok, dan selamanya. Ragaku mungkin tak kau miliki, tapi hati dan sukma ku—akan selalu tertuju padamu.'

Kedua matanya menutup dengan sempurna.

'Selamata tinggal. Dan berbahagialah disini. Kau pantas untuk mendapatkan yang terbaik daripada diriku. Teme.'

Naruto dapat melihat sosok ibu, ayah, dan kakaknya yang tersenyum manis kearahnya, mulai berjalan mendekatinya.

'Jaa, aku selalu mencintaimu... Kekasihku.'

Nafasnya mulai memberat karena saluran pernafasanya mulai tersumbat.

"Akan lebih baik jika kau musnah dari sini!!"

Selamat, bagi mereka yang menginginkan kemusnahan Naruto—karena impian mereka benar-benar telah tercapai.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Setelah kepergian Naruto, Sasuke masih terdiam merenung. Kedua tanganya mengepal dengan erat, dan tanpa disadari air matanya menetes, perkataan dari Naruto menamparnya dengan keras. Melukai hatinya dengan teramat sakit. Namun logikanya tidak bisa mempercayai hal itu begitu saja. Tidak. Ia tidak percaya. Dan cukup—Sasuke harus mencari tahunya, menuntut penjelasan dari Naruto agar hubungan ini tidak putus begitu saja. Menanti Naruto untuk menjelaskanya akan menjadi hal yang sia-sia.

Maka—dengan kasar, ia hapus air matanya. Kaki panjangnya melangkah mengejar Naruto sebelum sebuah tepukan dan panggilan mengurungkan niatnya.

"Sasuke,"

"Nani." ucapan dingin Sasuke membuat Neji menghela napas panjang. Lalu menatap sendu Sasuke.

"Gaara—menemukan jasad Naruto yang tewas dikolam renang."

Saat itu juga pertahanan Sasuke runtuh seketika—bahkan sebelum meminta penjelasan dari Naruto.

.

.

.

.

End.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top