04
Captivated.
Disclaimer: Naruto milik masashi kishimoto. but, this story is mine!
Warn! fiksi. BL! boyxboy! SemexUke! Homo!
Pair! Sasunaru
Rate: T semi M.
.
.
.
.
Part 4
.
.
.
Berita akan 'Naruto yang mengonsumsi obat-obatan' menyebar begitu cepat layaknya virus yang mematikan. Terlalu cepat hingga dalam hitungan detik saja sekolah lain sudah mendengar berita itu.
Ada pula beberapa murid yang menambahkan gosip lain seperti 'Naruto yang bekerja menjadi gigolo' atau 'Naruto yang selalu mengonsumsi alkhohol setiap harinya'
Meski kenyataanya tidak demikian—tapi mereka langsung menerimanya begitu saja tanpa mencari faktanya terlebih dahulu. Menyebarnya tanpa berpikir dua kali.
Inilah makhluk yang dicap sebagai Manusia. Makhluk tuhan yang diciptakan untuk memiliki akal pikir. Makhluk sempurna dan terpintar dari makhluk yang ada dibumi. Pun juga bisa menjelma menjadi makhluk termenjijikan dan paling rendah dari makhluk yang ada dibumi.
Dan manusia—adalah makhluk yang paling dibenci oleh Naruto. Lebih tepatnya; sifat buruk merekalah yang dibenci olehnya.
.
.
.
.
.
.
Duk!!
Naruto meringkuk menyembunyikan wajahnya dari pukulan-pukulan yang dilayangkan teman-tema—ah bukan teman, melainkan makhluk menjijikkan sebangsa manusia.
Tubuhnya terasa remuk, perih dan nyeri disana-sini. Lebam kebiruan nampak dipermukaan kulitnya. Sudut bibir dan dahinya sedikit mengularkan darah. Tapi Naruto tidak melawan saat pukulan-pukulan itu mengenai tubuhya. Percuma jika melawan, Naruto sudah kalah jumlah terlebih dahulu.
"Kau pantas mendapatkanya!!"
Samar-samar ia bisa mendengar ucapan Sakura yang melengking mencemoohnya. Dibalik kerumunan siswa-siswa yang tengah menghajarnya.
"Sasuke-kun pasti menyesal karena telah menjalin hubungan denganmu. Dasar bitch!!"
Kali ini suara Karin yang ia dengar samar-samar, ikut mencemoohnya.
Nafas Naruto sedikit terengah, pukulan dari para manusia menjijikkan ini sudah tidak ia rasakan lagi. Namun—perih dan nyeri disekujur tubuhnya masih amat begitu terasa. Sehingga membuatnya enggan untuk merubah posisi atau sekedar menggerakkan jari-jarinya.
"Kau anak pembawa sial!! Asal usul tidak jelas! Lantas berani mengikat hubungan dengan Sasuke-kun!! Dasar tidak tau diri! Masih untung sekolah ini mau menampung dirimu!!"
'Hei nona, kau yang tidak tahu diri! Menyebar gosip murahan tanpa tahu faktanya, lalu diterima baik oleh teman seper-tidak tahuan diri seperti mu!!'
Ingin rasanya Naruto berteriak sedemikian. Tapi ia sadar, percuma meladeni makhluk rendahan seperti mereka. Makhluk rendahan nan menjijikan yang hanya mau menerima kata ya untuk mengonfirmasi gosip yang mereka sebar.
Yang mereka inginkan adalah kehancuran dari Naruto. Dimana dirinyalah yang menjadi pihak terinjak-injak karena beberapa gosip buruk mengacu padanya. Padahal, dibalik semua itu ada satu alasan yang mendasarinya. Tapi—mereka terlalu bodoh untuk mencari alasan itu.
"Akan lebih baik jika kau musnah dari sini!!"
"Ya itu benar!!"
"Kau hanya hama untuk sekolahan juga masyarakat!!!"
"Ya ya itu benar!!!"
Naruto termenung, ucapan dari orang-orang disekitarnya ini menusuk hatinya. Menusuknya sedalam mungkin, membuat luka tak kasat mata tercetak dengan apiknya. Berdarah tapi tak terlihat.
Sesak. Rasanya begitu sesak.
"Sadarlah!! Kau itu sampah!!"
Penghakiman tertuju padanya, memojokkanya dengan sedemikian rupa serta tidak ada seorang pun yang mau menolongnya.
Sasuke? Naruto yakin, pemuda itu baru menenangkan dirinya—entah dimana. Naruto tidak tahu.
Dirinya pun juga tidak ingin menambah beban dari si Uchiha bungsu. Selama ini Sasuke sudah terlalu baik kepadanya—hingga membuatnya merasa enggan untuk bergantung kepada Sasuke ataupun sekedar meminta tolong begitu saja.
Duk!!
Sebuah pukulan mengenai pipi kananya. Terasa nyeri dan perih, tapi Naruto lebih memilih untuk diam. Tak bereaksi apa-apa.
"Sudahlah kita tinggalkan dia."
Setelahnya, dapat Naruto dengar langkah kaki orang-orang itu yang menjauhinya. Meninggalkan dirinya yang meringkuk dipojok salah satu bilik kamar mandi khusus pria yang ada disekolahan.
Naruto tidak memiliki siapapun lagi, ia sendirian disini. Pun juga dirinya tidak memiliki sesosok yang dipanggil sebagai sahabat atau keluarga. Dirinya sendirilah yang membatasi pergaulan, menutup diri akan sekitarnya, tidak ingin percaya akan orang-orang. Dan untuk Sasuke—pemuda raven itulah yang datang menemuinya dengan sendirinya.
"Hiks. Eomma." lirihan pilu keluar dari bibirnya, air matanya perlahan menurun. Membasahi pipi gembil yang tertoreh banyak lebam.
Sesungguhnya Naruto merasa lelah—lelah akan hidupnya didunia ini.
Naruto ingin bebas, bebas mengepakkan sayapnya menembus awan-awan. Ia tidak ingin tinggal lebih lama dibumi—karena bumi adalah sarangnya para makhluk menjijikkan yang dibencinya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Helaan napas terdengar dari Sasuke. Kedua mata onyx itu menatap langit biru yang membentang luas diatasnya. Langit biru yang mengingatkannya pada sang kekasih. Naruto Uzumaki.
Ada banyak hal yang dipikirkannya. Ya terlalu banyak hingga membuatnya malas untuk memilah-milah mana yang perlu ia selesaikan terlebih dahulu.
"Kau tidak ingin makan?"
"Hn."
"Terserah." Neji mengangkat kedua bahunya acuh, melirik sekilas tangan Sasuke yang sudah terbalut perban dengan rapi akibat diobati oleh Gaara beberapa menit yang lalu dan melanjutkan memakan bekal makan siangnya.
Angin berhembus secara perlahan, menggoyangkan dahan-dahan pohon disekitar area taman belakang sekolah itu. Pun juga mempermaini helaian rambut raven milik Sasuke, membuat kedua mata itu terpejam secara perlahan. Meresapi lembutnya angin yang memeluk dirinya.
Biasanya taman ini akan terlihat ramai dijam-jam istirahat seperti ini. Namun—berhubung Sasuke dan kawan-kawan taman ini seketika nampak sepi. Tak ada yang berani singgah atau sekedar mendekat kearea taman.
Entahlah, murid-murid hanya merasa segan dan takut terhadap Sasuke.
Apalagi ketika Sasuke datang dengan emosi yang meluap-luap seperti tadi; memukuli salah satu pohon dengan membabi buta. Secepat kilat para murid yang sempat singgah ditaman itu pergi, menghindari amukan Sasuke.
"Kau tidak ingin mencari tahu alasan mengapa Naruto mengonsumsi obat-obatan itu?"
Pertanyaan dari Gaara membuat kedu matanya terbuka sektika lalu menoleh kearah Gaara yang masih anteng memakan makananya.
"Aku memikirkan hal yang sama, kau tidak ingin mencari tahunya Sas? Uchiha tidak akan bangkrut meski menyewa satu dua detective kan?"
Gelengan dari Sasuke membuat Gaara dan Neji seketika terdiam. Menatap bingung Sasuke yang kembali menatap langit.
"Aku hanya ingin dia jujur padaku."
"Maksutmu?"
"Ck. Pikir saja sendiri." ucap Sasuke ketus sembari merebahkan tubuhnya dihamparan rumput hijau yang tersebar luas memenuhi area taman itu.
"Kau ingin Naruto berkata jujur padamu? Menjalaskan sendiri semuanya—begitu?" ucap Neji memastikan.
"Hn."
"Ck. Kau banyak berubah sekarang."
"Hei, kemana saja kau selama in? Kenapa baru menyadarinya?" sahut Gaara ketus dan hanya dibalas dengan kedikan acuh dikedua bahu Neji.
Sasuke hanya melirik sekilas pertengkaran Neji dan Gaara lalu kembali menanatap langit biru diatasnya dengan menjadikan kedua tanganya sebagai bantalan.
'Aku percaya padamu Naru. Aku percaya jika ada alasan dibalik semua ini. Dan aku akan tetap menunggu kejujuranmu. Disini.' batin Sasuke kembali menutup kedua matanya, meresapi hembusan angin yang masih menari-nari dengan genitnya disekitar.
.
.
.
.
Tbc.
6/A
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top