[6] Pertanggung jawaban
Antusiaslah untuk mendapat apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah SWT. Dan jangan lemah. Jika engkau mengalami satu musibah, jangan berkata, 'Andaikan aku berbuat begini, tentu akan menjadi begini dan begitu.' Tetapi, katakan 'Allah SWT telah menakdirkan. Apa saja yang dia kehendaki pasti dia mewujudkannya. Karna sesungguhnya ucapan 'Andaikan' itu membuka pintu godaan bagi setan. (HR Muslim).
***
Disini lah Prilly berada sekarang, di rumahnya. Duduk di antara Irvan dan Riani disatu sofa yang sama sedangkan di hadapannya sedang duduk Ali beserta Reyandra dan Humaira.
"Bagaimana baiknya saja," ucap Irvan setelah sebelumnya Reyandra telah menjelaskan apa yang ia lihat.
Sedangkan Prilly masih terisak, jujur ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana bisa Ali tiba-tiba tidur bersamanya? Yang jelas Prilly tidak pernah merasa melakukan hal yang tidak-tidak dengan lelaki itu.
Ali pun tak ada bedanya dengan Prilly. Lelaki itu memilih bungkam karna ia yakin apa yang akan keluar dari mulutnya tidak akan mampu merubah keadaan, tidak akan mampu merubah keputusan yang telah dibuat oleh Reyandra.
"Coba jelaskan sayang." pinta Riani pada Prilly.
"Aku gak tau Mah, yang jelas aku tidak pernah merasa melakukan apapun." jelas Prilly disela-sela isak tangisnya.
Riani maupun Irvan sangat percaya dengan Prilly, tidak mungkin putrinya itu melakukan hal di luar batas belum lagi Prilly akan segera menikah dengan Arya rasanya tidak mungkin jika Prilly mengkhianati lelaki itu.
"Bagimana dengan kamu Ali?" tanya Irvan hati-hati.
Ali mendongak. "Saya memeluknya. Apa yang terjadi selanjutnya saya tidak tahu. Karna saat itu saya dalam pengaruh minuman" jelas Ali jujur. Lelaki itu sama hal nya dengan Prilly tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ali melakukan itu dalam pengaruh minuman. Bisa saja, kan Ali sempat menyentuh lebih perempuan itu? Walaupun Ali tidak merasa melakukannya.
Reyandra sempat kaget mendengar pengakuan jujur Ali. Putranya itu minum? Sungguh Reyandra kecewa.
Riani dan Irvan memiliki pikiran yang sama, bahwa lelaki di hadapan mereka ini bukan lelaki baik-baik. Bukan berburuk sangka, tapi mendengar pengakuan itu membuat mereka berpikir demikian.
"Bagaimana dengan penjelasan kamu Humaira?" tanya Andre yang sedari tadi hanya diam.
"Saya tidak ada ditempat kejadian. Waktu itu saya pergi setelah meninggalkan Ali sendiri di kamar dan Prilly juga sendiri di kamar saya." jelas Humaira.
"Lalu Ali pindah kamar dalam keadaan tidak sadar?" Andre menatap ke arah Ali.
"Sepertinya iya," jawab Ali seadanya.
"Bagaimana pun kejadian yang sesungguhnya saya tidak peduli. Yang jelas putra saya akan mempertanggung jawabkan perbuatannya," ucap Reyandra.
"Baiklah. Ali, apa kamu bersedia menikahi putri saya?" tanya Irvan.
Prilly maupun Riani terkejut bukan main mendengar pertanyaan Irvan. Bagaimana bisa Irvan menyetujui keputusan itu disaat Prilly sudah dipinang oleh lelaki lain bahkan dalam waktu dekat pernikahan itu akan dilangsungkan.
"Saya bersedia," jawab Ali mantap.
Reyandra menepuk pundak Ali pelan mendengar jawaban putranya itu.
"Tapi sebentar lagi Prilly akan men...
"Sudahlah." Irvan memotong ucapan Riani dengan berbisik.
Prilly semakin menangis di dalam pelukan Riani. Hatinya hancur, melebur bersama harapan yang pupus dalam waktu yang begitu singkat.
Humaira menatap kasihan ke arah Prilly. Ia tahu betul bahwa sebentar lagi sahabatnya itu akan menikah.
Andre pun hanya diam. Keputusan Irvan tidak akan bisa di ganggu gugat. Ia percaya keputusan yang diambil papanya itu adalah yang terbaik.
"Kapan pernikahan akan di langsungkan?" tanya Irvan.
"Secepatnya," jawab Reyandra.
***
Andai Prilly menolak ajakan Humaira.
Andai Prilly tidak menginap di rumah perempuan itu.
Andai Humaira tidak meninggalkannya sendirian.
Andai andai dan andai, hanya itu yang sedari tadi terngiang diotak Prilly. Sebuah kata tak bermakna yang selalu di ucapkan disaat masalah melanda. Tangisan Prilly tak berhenti matanya sembab satu-satunya orang yang ada di pikiran Prilly saat ini adalah Arya, lelaki yang sangat ia cintai. Sebentar lagi ia akan menikah dengan Ali lalu bagaiman dengan Arya? Rasanya Prilly tidak sanggup membayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Rencana indah yang ia bangun bersama Arya lenyap tak bersisa harapan-harapan itu hilang berganti dengan tangis kesedihan yang menyesakkan. Ali, lelaki itu berhasil memporakporandakan hatinya, menghancurkan segala impiannya.
Tumpukan undangan dimeja yang belum disebar itu membuat hati Prilly terasa teriris sembilu. Sakit. Diambilnya salah satu undangan, di sana tertulis namanya dan nama Arya, lengkap dengan tanggal, bulan dan tahun dilangsungkannya akad nikah beserta resepsi. Lalu dengan hitungan detik semuanya berubah. Undangan ini sudah tidak ada gunanya lagi.
"Istigfar sayang, ini rencana Allah." Riani memeluk Prilly yang tampak sangat terpukul. "Apa yang terjadi sudah menjadi kehendak-Nya. Manusia tidak ada yang tahu, yang baik menurut manusia belum tentu menurut Allah baik. Yakin lah, ini takdir terbaik yang Allah gariskan untukmu sayang." Riani mengelus punggung Prilly yang bergetar.
Tak ada kata yang mampu Prilly ucapkan. Dirinya belum bisa menerima apa yang telah terjadi.
Riani mengurai pelukannya menatap mata sembab milik putrinya itu. "Jangan menangis, Allah tidak suka." jemarinya menghapus lembut air mata dipipi Prilly.
"Aku terlalu mencintai Arya dan sekarang Allah cemburu," ucap Prilly.
Riani tersenyum. "Berwudhulah, Shalat. minta ampunan dan mohon pertolongan pada-Nya."
Riani keluar kamar meninggalkan Prilly yang kembali menatap nanar undangan berwarna gold itu. "Manusia hanya mampu berencana tetapi Allah lah yang menentukan segalanya." Prilly tersenyum getir sambil meletakkan kembali undangan itu ke tempat semula. Rencana yang disusun rapi itu kini berantakan berganti dengan rencana yang kembali ditata dengan orang yang berbeda.
Prilly duduk di atas sajadah tangannya tak berhenti menggulir bola-bola tasbih yang sedari tadi berada dalam genggamannya. Lantunan Astagfirullah haladzim tak berhenti ia lafalkan, dalam hatinya menggiring kata 'Ampuni hamba'.
Prilly menangis tergugu disetiap lantunan doa yang ia ucapkan. Ia berdosa karna sempat tidak terima dengan ketetapan sang maha kuasa. Menganggap apa yang terjadi adalah sebuah kesialan yang pada hakikatnya itu adalah garis yang sudah ditetapkan.
Sakit hati itu wajar, siapa yang tidak sakit hati jika mendapat masalah seperti Prilly? Lelaki yang selama bertahun-tahun bersemayan dalam hatinya dan sebentar lagi lelaki itu akan menjadi imam pelengkap hidupnya. Namun takdir berkata lain lelaki itu ternyata bukan jodohnya. Allah mengirimkan seseorang yang tak diinginkan datang untuk menggantikan jodoh yang salah itu.
***
Semilir angin malam menyapu wajah, dingin menusuk tulang. Ali mematung di atas balkon kamarnya, lelaki itu merenungi kejadian yang masih tegambar jelas di otaknya.
Ali terkekeh pahit, merasa lucu tentang apa yang telah terjadi. Sebentar lagi ia akan segera menikah dengan perempuan asing yang baru sekali ia temui. Dalam hitungan jam masalah yang begitu pelik menimpa dirinya.
Beberapa waktu lalu ia berencana melamar Alette, kekasihnya. Wanita yang sangat Ali cintai. Namun sayang perempuan itu selingkuh dan sekarang Ali bersedia menikahi seorang perempuan yang sama sekali tidak ia cintai. Jangankan mencintai rasanya kenal saja tidak dengan perempuan itu.
***
Terima kasih karna telah membaca cerita ini💕 Terus ikuti kisah AUFC ya, jangan lupa berikan vote dan komentarnya :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top