[4] Pertemuan

Ali dan Renyandra memasuki sebuah restoran mewah tempat Reyandra menemui rekan bisnisnya.

"Selamat malam Rei." sapa seorang pria paruh baya ketika Ali dan Renyandra tiba.

"Malam Ron." Reyandra menjabat tangan Roni, rekan bisnisnya sekaligus calon besannya.

"Ini anak kamu?" tanya perempuan yang duduk di samping Roni.

"Iya, Ali Dinata Renyandra." ucap Reyandra memperkenalkan Ali pada Roni dan istrinya.

"Selamat malam om, tante." sapa Ali seadanya.

"Ini?" Renyandra menunjuk seorang perempuan yang duduk di samping Tania, istri Roni.

"Anak saya, Hervisa Pradipta." ucap Roni.

"Hervisa, Om." perempuan berlesung pipit itu menyalami Reyandra lalu menatap sekilas ke arah Ali.

"Kenalan sama Ali." Tania menyenggol pelan pergelangan tangan Hervisa.

Hervisa mengulurkan tangannya sambil tersenyum ramah. "Hervisa." ucapnya.

"Ali." Ali menyambut uluran tangan Hervisa lelaki itu tersenyum tipis.

Setelah berbincang-bincang ringan mereka pun menikmati makanan yang sudah di pesan.

Ali menatap perempuan di hadapannya. Herviza cantik apalagi saat perempuan itu tersenyum lesung pipitnya terlihat begitu manis. Tapi tetap saja Ali tidak tertarik sama sekali, secantik apapun perempuan itu tetap tidak bisa menggantikan posisi Aletta di hatinya.

***

Prilly keluar dari kamar dengan gamis berwarna biru muda serta jilbab instan berwarna hitam.

"Malam mah, pah." Prilly duduk di antara kedua  orang tuanya yang sedang menonton televisi.

"Malam sayang." balas Riani, mama Prilly.

"Gimana persiapan pernikahan kamu sama Arya?" Irvan menatap ke arah Prilly.

"Alhamdulillah udah sekitar 85 persen, pah." jawab Prilly. "Tadi juga aku sama Arya udah cari cincin pernikahan. Lusa nanti bakalan Fitting baju."

"Alhamdulillah kalau gitu. Papa udah gak sabar menunggu hari bahagia kamu."

"Kamu beruntung bisa di pilih Arya sebagai pendamping hidupnya. Anaknya sopan, baik, Agamanya juga bagus" timpal Riani.

"Iya, beruntung. Arya lelaki yang baik semoga kelak dia juga akan menjadi suami yang baik untuk aku." Prilly tersenyum seketika bayangan wajah Arya terbayang olehnya.

"Amin." Riani dan Irvan serempak mengamini ucapan Prilly.

"Andre, masuk rumah pake salam dulu." tegur Riani ketika seorang lelaki memasuki rumah dengan wajah kusut.

"Assalamualikum." lelaki bernama Andre yang tak lain adalah kakak lelaki Prilly itu mengucap salam sambil menyalami Riani dan Irvan.

"Wa'alaikumsalam." Riani, Irvan dan Prilly serempak menjawab salam dari Andre.

"Mama udah siapin air hangat buat kamu. Mandi, abis itu makan." ucap Riani yang di angguki oleh Andre.

Prilly berdiri dari duduknya menyusul langkah Andre yang menjauh menuju kamar.

"Bang." panggil Prilly ketika sampai di depan pintu kamar Andre.

"Kenapa?"

"Bang Andre kenapa?"

Andre mangacak rambutnya, "Gak papa, cuma kecapean aja. Biasa lah masalah kerjaan."

"Yakin cuma itu?" Prilly memincingkan matanya tidak yakin dengan jawaban Andre.

Andre menghela nafas, "Mbak Aya marah sama Abang. Katanya Abang terlalu sibuk sampai gak mikirin pernikahan yang tinggal beberapa hari lagi." jelas Andre.

"Seharusnya Abang udah ambil cuti."

"Mau nya juga gitu. Tapi mau gimana Abang kan bukan bos yang bisa bertindak semuanya." Andre menyandarkan punggungnya di daun pintu.

"Salah Abang sendiri sih, di tawarin kerja di kantor papa malah gak mau."

"Kamu tau kan alasan Abang gak mau kerja di kantor papa?" tanya Andre yang di angguki oleh Prilly.

"Nanti aku coba ngomong sama kak Aya."

"Makasih ya." Andre membawa Prilly ke dalam dekapannya.

Prilly merenggangkan pelukannya sambil menutup hidup. "Abang bau mandi gih sana!

Andre tertawa kecil lantas memasuki kamar.

Prilly pun memasuki kamarnya yang terletak bersebelahan dengan kamar Andre.

Prilly mengambil sebuah album foto tahunan dari dalam laci meja. Perempuan itu menipiskan bibir, tersenyum. Di dalam album itu ada sosok Arya lengkap dengan identitasnya. Arya adalah teman semasa SMA Prilly, mereka sekelas tetapi tidak dekat, hanya teman biasa tidak lebih. Namun faktanya Prilly memiliki perasaan lebih pada lelaki itu perempuan itu memendam rasa selama bertahun-tahun pada Arya. Mencintai dalam diam itu yang Prilly lakukan. Di saat lulus SMA mereka berpisah, Arya kuliah di luar negeri dan Prilly tetap di Indonesia. Hal yang tidak pernah Prilly duga Arya datang kembali setelah menuntaskan kuliahnya, mereka bertemu di sebuah taman kala itu. Tidak sengaja. Dan yang lebih mengejutkan lagi setelah pertemuan itu Arya datang ke rumahnya, melamar Prilly pada Irvan tepatnya 4 bulan yang lalu dan sebentar lagi Arya dan Prilly akan melangsungkan pernikahan.

Lamunan Prilly tentang Arya buyar seketika ketika ponselnya berdering.

"Assalamulaikum, kenapa Ra?" Prilly mengangkat telpon dari Humaira.

"Malam ini nginep di rumah aku, ya."

"Kenapa memangnya?"

"Aku sendirian di rumah Pril, Bi Santi gak kerja hari ini anaknya sakit. Papah ku lembur di kantor, mau ya Pril kamu kan sahabat aku." Suara Humaira terdengar memelas.

"Iya iya. Tapi jemput." Prilly meingiyakan permintaan Humaira.

"Siap. Aku berangkat sekarang tunggu ya!

"Iya... Wa'alaikumsalam." Prilly menggelangkan kepala pelan ketika telpon di tutup sepihak oleh Humaira.

Prilly mengirim pesan pada Arya sebelum memasukkan benda pipih itu ke dalam tas.

Assalamualaikum Ar Malam ini aku nginep di rumah Humaira. ✅✅

Wa'alaikumsalam. iya kamu hati-hati ya ke sananya✅✅

Prilly memasukkan ponselnya ke dalam tas setalah Arya membalas pesannya. Ia pun mulai bersiap-siap untuk turun ke bawah menunggu Humaira.

"Pa, aku izin mau nginap di rumah Humaira ya malam ini." Prilly menghampiri Irvan yang sedang sibuk dengan laptop di hadapannya.

"Izin mama dulu sana!" perintah Irvan.

"Kenapa?" Riani datang dengan membawa segelas kopi lalu meletakkan nya di atas meja.

"Aku mau nginap di rumah Humaira malam ini. boleh?"

"Papa mu bilang apa?" Riani melirik ke arah Irvan yang masih sibuk dengan laptopnya.

"Izin mama katanya."

Riani mengangguk. "Boleh, Humaira yang jemput kan?"

"Iya ma, bentar lagi dia nyampe."

"Itu kayaknya." ucap Prilly ketika mendengar suara klakson mobil beberapa kali.

Prilly menyalami Riani dan Irvan, "Aku pergi dulu ma, pa."

"Hati-hati sayang." pesan Riani yang di angguki oleh Prilly.

"Jangan begadang!

"Oke pa." Prilly mengacungkan jempolnya lalu keluar rumah.

"Ayo Ra." ucap Prilly ketika mendapati Humaira sudah berdiri di depan pintu rumahnya.

"Pamit sama orang tua kamu dulu."

"Gak usah, mereka udah tau kok."

"Beneran nih?"

"Iya Humaira yang cantiknya melebihi Raisa."

"Amin." ucap Humaira sambil tersenyum lebar.

"Gak usah halu." Prilly berjalan ke arah mobil Humaira lalu masuk ke mobil hitam itu seenaknya tanpa menunggu yang punya.

"Ucapan itu doa. Jadi aku aminin aja." balas Humaira ikut memasuki mobil.

"Makasih udah mau temenin aku." lanjut Humaira.

"Sama-sama Ra." balas Prilly.

Tanpa rasa canggung Humaira mengecup pipi Prilly. "Kamu emang sahabat aku yang paling terrr deh pokoknya."

Prilly hanya tersenyum menanggapi ucapan Humaira.

Humaira pun mulai melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Prilly.

Suara dering ponsel terdengar nyaring Humaira buru-buru menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan. "Kenapa li?"

-...-

"Ngapain lo di sana?" mata Humaira masih tetap fokus pada jalan.

-...-

"Yaudah tunggu, gue ke sana sekarang." Humaira memutuskan panggilan lalu meletekkan ponselnya di dashboard mobil.

"Siapa Ra?" tanya Prilly.

"Ali."

"Sahabat lo yang pilot itu? Kenapa dia?"

"Tau tuh rada gak beres abis putus sama pacarnya."

"Gak beres gimana?"

"Hampir gila."

"Serius?"

Humaira tertawa, "Becanda lah gak sampai kayak gitu kok."

"Kirain beneran."

Humaira melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lebih tinggi agar cepat sampai ke tempat di mana Ali berada.

Mobil Humaira berhenti tepat di sebuah tempat hiburan malam.

"Ini tempatnya gak salah?"

"Tadi Ali bilangnya dia di sini." Humaira menurunkan kaca mobil untuk mencari keberadaan Ali.

"Tuh dia." Humara menunjuk seseorang yang sedang berdiri di pinggir jalan tak jauh dari tempatnya sekarang.

Humaira turun dari mobil dan Prilly pun juga ikut turun.

"Ngapain lo di sini?" tanya Humaira ketika sudah berada di hadapan Ali.

"Anterin gue balik." ucap Ali sambil menopang dagunya di bahu Humaira.

Humaira menutup hidung dengan tangan perempuan itu mendorong pelan tubuh Ali agar menjauh darinya. "Lo mabok?" Humaira menetap lekat ke arah Ali. Lelaki itu hanya diam matanya terlihat sayu rambutnya acak-acakkan.

Ali tak menghiraukan Humaira lelaki itu berjalan agak sempoyongan langkahnya berhenti tepat di samping Prilly mata elangnya melirik sekilas ke arah perempuan itu.

Prilly langsung memegang lengan baju Humaira. "Dia mabok?" kentara sekali Prilly takut dengan Ali.

"Kayaknya iya." jawab Humaira lalu menyusul langkah Ali yang berjalan ke arah mobilnya.

Humaira dan Prilly memasuki mobil bersama Ali yang duduk di jok belakang lelaki itu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, matanya memejam hembusan nafasnya tidak teratur.

"Lo gila apa gimana sih, li?! Humaira melempar kotak tisu tepat mengenai wajah Ali. Tidak sopan tetapi Humaira sudah kelewat kesal dengan lelaki itu.

Ali membuka mata, "Bisa diam gak? gue pengen tidur." ucapnya lalu melempar sembarang kotak tisu yang tadi mengenainya.

Humaira menghembuskan nafas kasar lalu melajukan mobilnya.

"Kenapa patah hati bisa membuat orang bertindak bodoh seperti itu?" Prilly melontarkan pertanyaan setelah menoleh ke arah Ali sebentar.

"Entah lah." Humaira mengangkat bahu, "Cinta boleh bego jangan. Patah hati sewajarnya aja jangan nyiksa diri kayak orang gak waras kayak gitu."

***

Terima kasih karna telah membaca cerita ini💕

jangan lupa voment ya, dan share juga ke temen kalian yang lain biar pada ikutan baca:)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top