[3] Calon suami

"Dengarkanlah senandung ayat-ayat suci al-Quran, niscaya satu ayat saja akan bisa mengubah kepribadianmu, menembus relung hatimu, dan dapat menggugah perasaanmu."

Dr. 'Aidh al-Qarni

***

Prilly mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru restoran cepat saji yang baru saja ia datangi. Perempuan itu mencari seseorang yang sudah membuat janji dengannya.

Prilly tersenyum ketika seseorang yang ia cari melambaikan tangan.

"Maaf ya lama," ucap Prilly sambil menarik kursi untuk ia duduk.

"Gak papa, buat nunggin kamu sampai pagi juga aku sanggup." Lelaki di hadapan Prilly menopang dagunya dengan tangan sambil tersenyum.

"Arya ish gombal tau gak," balas Prilly yang mendapat kekehan dari lelaki bernama Arya itu.

"Kita pesen makan dulu ya," ucap Arya yang di angguki oleh Prilly.

Seorang pelayan datang setelah di panggil oleh Arya.

"Kamu mau pesen apa?" tanya Arya.

"Samain aja sama kamu."

"Aku udah makan duluan tadi." Arya tersenyum kikuk ke arah Prilly.

Prilly menggelengkan kepala pelan menatap Arya. "Saya pesen salad aja mbak, minumnya air putih ya," ucap Prilly yang di angguki oleh pelayan itu.

"Jangan pesen makanan kambing deh." Arya protes membuat Prilly melototkan matanya.

"Itu bukan makanan kambing. Kamu sembarangan deh."

"Kamu pesen nasi aja ya."

"Aku lagi diet."

"Kenapa harus diet sih, nanti sakit."

"Jadi, pesen saladnya?" pelayan itu kembali bertanya melihat perdebatan antara Arya dan Prilly.

Prilly menghela nafas. "Ganti nasi goreng ya mbak minumnya tetap air putih." Pelayan itu menganguk mendangar ucapan Prilly.

"Udah kan?"

Arya tersenyum. "Makasih ya."

"Untuk?"

"Gak bikin aku khawatir," ucap Arya tulus yang di balas Prilly dengan senyuman.

Prilly mengambil ponselnya di dalam tas ketika benda itu berdering. Dilayar pipih itu berpendar nama Humaira.

"Assalamualaikum, kenapa Ra?" sapa Prilly.

"Temenin aku makan yu, Pril."

"Maaf ya Ra gak bisa. Aku lagi sama Arya lain kali deh ya." mata Prilly tertuju ke arah Arya yang sedang memainkan ponselnya.

"Yaudah deh gak papa. Lain kali harus bisa ya."

"InsyaAllah bisa."

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam." Prilly kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas setelah panggilan terputus.

"Humaira ya?"

"Iya. Ngajakin makan."

"Terus?"

"Gak bisa, kan aku lagi sama kamu."

Pesanan datang Prilly pun memakan nasi gorengnya dengan lahap.

"Berangkat sekarang?" tanya Arya ketika Prilly selesai makan.

"Ayo." Prilly berdiri dari duduknya diikuti oleh Arya.

Mereka pun keluar dari restoran setelah Arya membayar makanan yang sudah di pesan.

"Kita cuma berdua?" tanya Prilly ketika ingin memasuki mobil milik Arya.

Arya membuka mobil, "Tuh, ada Fisya." Arya mengarahkan dagunya ke arah perempuan yang sedang tidur di jok belakang.

"Dari tadi Fisya tidur dalam mobil?" Prilly masuk ke dalam mobil di samping kemudi.

"Iya. Kecapean mungkin." Arya duduk di kursi kemudi.

"Gak pengap?" tanya Prilly.

Arya menganggat bahu.

"Lain kali jangan dibolehin tidur dalam mobil, bahaya loh. Apalagi ditinggal cukup lama."

"Iya, nanti nggak lagi kok."

Tidak ada lagi percakapan antara keduanya. Hanya ada lantunan ayat suci Al-Quran yang berasal dari audio mobil milik Arya yang akan menemani perjalanan mereka.

Arya pun mulai melajukan mobil membelah jalanan ibu kota.

***

Ali duduk di balkon kamarnya beberapa kali helaan nafas panjang keluar dari mulutnya. Kopi di atas meja yang di buat hampir satu jam yang lalu itu sudah dingin, sama sekali tak di minum oleh Ali. jangankan diminum disentuh saja tidak.

Ali meneguk kopinya sedikit lantas berdiri dan meninggalkan balkon.

"Mau kemana?" tanya Renyandra ketika melihat Ali yang bersiap ingin pergi.

"Cari udara segar," jawab Ali singkat.

"Pulang sebelum jam 7 karna kita akan menemui rekan bisnis papa nanti malam."

Ali hanya mengangguk lalu melanjutkan langkahnya.

Kali ini Ali tidak membawa mobil ia memilih menggunakan motor ninja merah yang sudah lama sekali tidak ia pakai.

Ali melajukan motornya cuaca masih panas di jam 3 sore seperti sekarang. Tetapi lelaki itu menggunakan celana jins panjang, jaket dan juga helm. Jadi, rasa panas tidak terlalu kentara.

Motor Ali terus melaju entah kemana tujuannya yang jelas lelaki itu ingin menenangkan diri.

Satu jam berlalu motor Ali berhenti di pinggir jalan. Di hadapannya terbentang cukup luas padang ilalang. Ali turun dari motornya berjalan melewati jalan setapak yang diapit oleh rumput ilalang yang tidak terlalu tinggi itu. Angin sepoi-sepoi menerbangkan bunga putih berbentuk kapas itu sesekali Ali memejamkan matanya ketika bunga-bunga itu terbang melewati wajahnya.

Ali menghentikan langkahnya ketika sampai di depan sebuah danau. Danau itu tersembunyi tidak banyak yang tahu karna memang keberadaannya yang terletak di antara padang ilalang dan rimbun pepohonan hingga tak terlihat dari pinggir jalan. Ali tahu tempat ini ketika ia masih duduk di kelas 12, dulu ia sering kali menjelajahi tempat-tempat yang tidak pernah atau jarang di kunjungi orang.

Ali duduk lesehan di atas rerumputan matanya memandang lurus ke arah danau yang airnya tampak kehijauan. Tidak ada siapa pun di tempat ini kecuali Ali. Senyap, hanya terdengar embusan angin yang menerpa rimbunnya dedaunan.

***

"Bang, Fisya masih ngantuk padahal." keluh Fisya saat memasuki toko perhiasan bersama Arya dan Prilly.

"Cuci muka dulu sana ke toilet!" perintah Arya.

Fisya pun menurut perempuan yang menggunakan seragam putih biru itu melangkah gontai ke arah toilet.

"Selamat sore ada yang bisa saya bantu," sapa seorang perempuan bername tag Syila.

"Saya ingin mencari cincin untuk pernikahan?" jawab Arya.

Perempuan bernama Syila itu mengambil beberapa cincin lalu meletakkan nya di atas etalise kaca. "ini beberapa cincin yang pas untuk pernikahan," ucapnya diiringi senyuman ramah.

Arya mengambil salah satu cincin "Suka?" Lelaki itu melirik ke arah Prilly yang berdiri di sampingnya.

Prilly mengangguk. "Suka kok."

"Mau ambil yang ini aja?"

"Coba dulu deh." Prilly menadahkan tangannya lantas Arya meletakkan cincin itu di atas telapak tangan Prilly.

"Cantik." gumam Prilly. Senyuman bahagia terukir dibibirnya ketika menatap sebuah cincin yang melingkar pas di jari manisnya. Cincin dengan hiasan permata kecil di atasnya sederhana tetapi terlihat indah dan elegan.

"Ambil ini aja." Prilly meletakkan kembali cincin itu ke atas etalise."

"Bungkus yang ini aja mbak," ucap Arya.

"Tunggu sebentar ya mas."

"Masih lama gak bang?" tanya Fisya yang baru kembali dari toilet.

"Bentar lagi Sya." Arya menepuk-nepuk pucuk kepala Fisya yang tertutup jilbab putih.

"Kak temenin Fisya beli ice cream yuk." Fisya menarik pergelangan tangan Prilly.

"Ayo." Prilly dan Fisya bersiap pergi namun dicegah oleh Arya.

"Ini bentar lagi juga mau pulang."

"Beli di jalan aja ya." Prilly menimpali ucapan Arya.

"Iya deh iya." balas Fisya malas.

***

Langit tampak merona jingga awan-awan juga tampak berwarna jingga. Air danau pun ikut memantulkan warna jingga. Ali masih setia duduk di tempatnya tak berpindah sama sekali. lelaki itu menatap bias cahaya matahari di permukaan danau, indah.

"Aku harus bisa melupakan Aletta." lirih Ali. Sedari tadi pikirannya hanya melayang pada perempuan itu.

Niatnya ingin menenangkan diri berharap tempat ini mampu membuatnya sedikit melupakan Aletta, tapi nyatanya tidak sama sekali. Kesendirian memang terkadang di butuhkan oleh orang yang sedang patah hati. Kesendirian memang membawa ketenangan namun tidak mampu menghilangkan kesedihan ironisnya kesendirian malah membawa kenangan berlarian di pikiran.

Ali berdiri dari duduknya senja sudah hampir hilang di jemput malam. Rasanya di rampas malam lebih baik ketimbang harus menerima pengkhianatan dari orang yang teramat di cintai.

***

Terima kasih karna telah membaca cerita ini💕 Terus ikuti kisah AUFC ya, jangan lupa berikan vote dan komentarnya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top