[28] Masih terasa

Aku membawa cerita baru yang publish di akun Writinthesky judulnya teka-teki rasa. Ceritanya sangat berbeda dari cerita aku yang lain. Silahkan di cek siapa tahu suka.

***

Pagi jatuh lagi di kota ini, air yang turun dari langit itu membasahi bumi menciptakan hawa dingin di pagi hari. Prilly menatap keluar jendela, seolah menghitung bulir air dengan pandangan kosong.

"Jangan melamun terus, nggak baik." Ali datang membawa segelas teh hangat di atas nampan.

Prilly menoleh, perempuan itu tersenyum kecil. Ia mengampiri Ali yang baru saja meletakkan minuman hangat itu di atas meja.

"Aku nggak bisa liat kamu terus-terusan kayak gini." tatapan Ali sendu mata hitam legamnya terlihat sayu. "Kamu nggak boleh sedih berkepanjangan."

"Kamu nggak ngerti perasaan aku." Prilly kembali ke arah jendela mengurungkan niatnya untuk menghangatkan diri dengan teh buatan Ali.

Ali menghampiri Prilly. "Yang kehilangan bukan cuma kamu tapi aku juga."

Prilly hanya diam ia kembali menatap air hujan di luar sana. Ia masih begitu terpukul dengan musibah yang menimpanya beberapa waktu lalu, Prilly sudah ikhlas tetapi ia belum mampu menghapus rasa sedih yang terus saja membelenggu.

Ali menghela nafas, perlahan ia menarik Prilly ke dalam pelukannya.

"Aku sedih liat kamu kayak gini," lirih Ali.

"Maaf." Prilly membalas pelukan Ali.

Ali mengurai pelukanya, lelaki itu menangkup pipi Prilly. "Jangan sedih lagi ya."

Prilly mengangguk pelan sambil tersenyum.

"Yaudah, kamu minum teh dulu abis itu baru aku antar ke rumah Mama."

"Harus ya kamu flight hari ini?" tanya Prilly.

"Harus sayang."

Prilly cemberut mendengar jawaban Ali. Ia ingin bersama Ali menghabiskan waktu dengan lelaki itu. Tetapi apa boleh buat Ali harus pergi untuk melaksakan tugasnya sebagai seorang pilot.

***

"Kalau udah sampai kabari ya," ucap Prilly yang di angguki oleh Ali.

"Pulang kapan Li?" tanya Riani.

"Lusa Mah." Ali mencium punggung tangan Riani sebelum pamit pergi.

"Hati-hati ya, semoga kamu selalu dalam lindungan Allah." Riani tersenyum hangat menatap sang menantu.

"Amin." Ali balas tersenyum.

"Mama ke dapur dulu, masih goreng ayam soalnya." Riani bergegas ke dapur setelah mengingat bahwa ia sedang menggoreng ayam.

"Aku pergi ya jaga diri kamu baik-baik." Ali mengecup lembut kening Prilly.

"Hati-hati." Prilly mengambil tangan Ali untuk dicium.

Ali tersenyum manis setelahnya bersiap memasuki mobil.

"Ya Allah, jaga dia aku sangat mencintainya," lirih Prilly menatap kepergian Ali.

Ali melambaikan tangannya sebelum mobil melaju. Prilly membalas lambaian tangan Ali.

"Mah, bang Andre sama Mbak Aya jadi ke sini?" Prilly menghampiri Riani yang sudah selesai dengan pekerjaan dapur.

"Jadi, udah di jalan katanya," jawab Riani.

Prilly mengangguk mengerti. "Aku nggak sabar nunggu Mbak Aya lahiran."

Raini tersenyum. "Tinggal hitungan hari."

"Kalau aja...

"Udah, udah." Riani memotong cepat ucapan Prilly.

"Aku nggak papa kok."

"Mending kita tungguin Abang kamu yuk," ajak Riani yang disetujui oleh Prilly. Mereka berdua duduk di sofa ruang tamu sambil menonton televisi. Tak lama kemudian bel rumah berbunyi.

"Nah, itu pasti Abang." Prilly terlihat girang.

"Bukain sana."

Prilly berdiri dari duduknya untuk membuka pintu.

"Abang!" Prilly memeluk Andre.

"Yee manja." Andre mengelus lembut puncak kepala Prillly.

"Biarin." Prilly mendongak menatap wajah tampan kakak lelakinya itu.

"Kebiasaan deh, Mbak nggak kacangin." celetuk Aya.

Prilly nyengir. "Maaf Mbak," ucap Prilly pandangannya fokus pada perut Aya yang sudah besar. "Bentar lagi meledak nih." Prilly terkekeh kecil.

"Di kira bom kali." Aya tertawa, Andre juga ikut tertawa.

"Mau berdiri depan pintu aja?" tanya Riani.

"Eh Mamah." Andre menghampiri Riani diikuti Aya juga Prilly.

"Mbak Aya mau lahiran normal atau caesar?" tanya Prilly.

"Pengennya normal sih Pril, tapi ya liat keadaannya nanti memungkinkan atau nggak."

"Mau normal atau caeser semoga Mbak diberi kemudahan dalam proses lahiran nanti." Ucapan Prilly diamini oleh Riani, Aya juga Andre. Obrolan hangat terus berlanjut sampai akhirnya Prilly pamit untuk ke kamar, perempuan itu ingin membaca novel yang sebelumnya belum sempat ia baca.

***

Ketukan pintu terdengar ketika Prilly membalik halaman ke-49 novel yang ia baca. Mau tidak mau Prilly beranjak meninggalkan sejenak dunia imajinasi yang sempat membuatnya berkenala.

"Kenapa Mah?" tanya Prilly.

Riani diam, bibirnya terlihat bergetar ingin berbicara tetapi seperti tertahan.

"Kenapa Mah?" Prilly nampak cemas karena Riani hanya diam.

"Pe..sawat yang Ali naiki jatuh."

Prilly mematung di tempat. Matanya mengerjap otaknya berusaha mencerna kalimat yang barusan diucapkan oleh Riani. Setelahnya perempuan itu menggeleng tidak percaya.

"Mamah bohong?" tanya Prilly, ia berharap Riani akan menjawab 'Iya' setelahnya wanita paruh baya itu tertawa lalu berkata bahwa ini hanyalah sebuah candaan belaka, tipuan yang sering kali di lakukan para artis juga youtuber di channel youtube mereka. Tetapi harapan Prilly terhempas begitu saja ketika Riani menggeleng dengan berlinang air mata.

"Barusan Mama liat berita, pesawat itu jatuh setelah 20 menit mengudara," jelas Riani.

Prilly membekap mulutnya dengan tangan, air mata sudah tak mampu lagi ia tahan, dadanya bergemuruh menahan sesak lututnya melemas membuat perempuan itu terduduk di lantai. Ia memangis tanpa suara. Cobaan apa lagi ini? Tuhan, apa engkau akan mengambil dia dariku setelah sebelumnya engkau mengambil calon anak kami? Prilly semakin menangis ketika Riani memeluknya dengan sangat erat.

"Sabar sayang, apa yang kita miliki di dunia ini hanyalah titipan, hanya titipan yang berhak di ambil kapan saja oleh yang menitipkan."

"Nggak Mah! Prilly nggak mau Ali pergi." tangis Prilly pecah.

Riani terus saja memeluk Prilly, mencoba menenangkan sang putri. "Istigfar sayang, kita doakan saja semoga Ali selamat."

Tak ada jawaban apa-apa dari Prilly, isak tangisnya pun terhenti. Perempuan itu pingsan.

***

Huwwaaa...

Nggak bisa berkata apa-apa. Sampai bertemu di nekt part.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top