[27] Tidak akan pernah

Jangan menghakimi hanya dengan sekilas melihat, karena mata bisa saja salah melihat. Bukankah mata tidak bisa memandang jelas tanpa mendekat dan tak mampu menembus yang tersekat?

Jangan menghakimi hanya dengan mendengar, karena telinga kita bisa saja salah dengar. Bukankah telinga sulit menangkap suara yang samar dan tak cukup lebar untuk mewadahi semua kabar?

Jangan menghakimi hanya dengan menduga, karena kita bisa saja salah mengira. Lagipula, bukankah tak baik berprasangka. Karena itu hanyalah buah pikiran kita yang belum tentu nyata sebabnya?

Jangan menghakimi hanya dengan menilai, karena hati kita terkadang salah mengerti. Bukankah kita tak selalu tahu apa yang terjadi dan tak bisa mengetahui apa yang orang lain rasakan?

-Rizqi Nur Wahidah-

***

"Tolong cerai kan aku."

Raut wajah Ali berubah datar, lelaki itu berdiri dengan kasar. "Nggak! Ali menggeleng keras. "Nggak akan pernah!"

"Tolong," Prilly menangkupkan kedua tangannya, memohon.

"Nggak!" bentak Ali.

"Kamu jangan egois," ucap Prilly.

"Kamu yang egois! Kamu sama sekali nggak mikirin perasaan aku." nada bicara Ali memelan.

"Kamu juga nggak mikirin perasaan aku," balas Prilly.

"Oke." Ali memegang pundak Prilly. "Aku minta maaf karena selama ini punya banyak salah sama kamu, sering bikin kamu nangis. Tapi tolong jangan minta pisah sama aku, aku nggak mau pisah sama kamu," mata Ali mulai berkaca-kaca.

"Nggak bisa! Aku udah nggak bisa sama kamu. Mencintai kamu terlalu menyakitkan buat aku, aku nggak kuat."

Ali menghela nafas. "Kamu serius mau pisah sama aku?" pertanyaan Ali dibalas anggukan mantap oleh Prilly.

Ali terkekeh pelan lelaki itu mengambil pisau buah yang terletak di samping ranjang Prilly. Menatap benda tajam itu dengan senyuman penuh arti.

"Kamu mau apa?" tanya Prilly.

Ali memaksa Prilly memagang pisau itu. "Kamu pengen pisah, kan sama aku?"

Prilly mengangguk pelan, tangannya bergetar memegang pisau yang diserahkan Ali.

"Bunuh aku sekarang!"

"Kamu udah nggak waras!" teriak Prilly.

"Aku nggak mau cerai dari kamu! Tapi kalau kamu pengen pisah, bunuh aku sekarang. Dengan cara itu kita pisah, kan?"

Prilly menggeleng keras, Ali berhasil memancing emosinya. Prilly tidak percaya bahwa Ali akan bertindak bodoh seperti ini.

"Bunuh aku!" Ali mengarahkan pisau yang Prilly pegang ke pergelangan tangannya.

"Stop!" Prilly melempar pisau itu. Perempuan itu mendaratkan satu tamparan keras dipipi Ali.

"Jangan kayak gini," Prilly sudah menangis sekarang.

"Kamu yang buat aku kayak gini," lirih Ali. "Aku nggak mau pisah sama kamu, nggak mau!" tatapan Ali sendu. Binar mata itu kelabu sekelabu awan yang siap menumpahkan hujan.

Prilly turun dari ranjang. Ia menubruk tubuh Ali, memeluk lelaki itu.

"Tolong beri aku kesempatan," bisik Ali.

"Tolong beri aku waktu," balas Prilly.

Setelah mengucapkan kalimat itu mereka sama-sama diam. Hanya suara isakan dari keduanya yang terdengar mengisi keheningan.

"Ali, Prilly."

Ali dan Prilly mengurai pelukan ketika mendengar suara Riani.

Prilly menghapus air matanya. "Kenapa Mah?"

"Ada yang mau ketemu sama kamu," jawab Riani.

"Siapa?" tanya Prilly.

Riani tersenyum. "Masuk Ar,"

Di ambang pintu muncullah sosok Arya yang sedang tersenyum hangat, detik selanjutnya seseorang muncul dari balik punggung Arya. Aletta, perempuan itu nampak begitu cantik dengan balutan gamis berwarna pink dipadukan jilbab berwarna hitam.

Ali tersenyum tipis, sedangkan Prilly menampilkan raut wajah bingung. Mengapa Arya bisa bersama Aletta?

"Assalamulaikum," ucap Arya.

"Wa'alaikumsalam." Ali dan Prilly menjawab serentak.

Aletta tersenyum ke arah Prilly, perempuan itu langsung berhambur memeluk Prilly.

Ragu-ragu Prilly membalas pelukan Aletta. "A...da ap...a?"

"Aku minta maaf Pril, selama ini aku jahat sama kamu." Aletta terisak nyaris tak mampu melanjutkan kalimatnya.

Prilly hanya diam menunggu Aletta kembali berbicara.

"Maafin aku," lirihnya.

Prilly tersenyum lantas mengangguk. "Aku sudah memaafkan kamu," balas Prilly.

Aletta mengurai pelukannya. "Terima kasih."

"Iya, Aletta."

"Pril, aku juga minta maaf sama kamu," ucap Arya yang dibalas anggukan oleh Prilly.

"Oh iya." Aletta mengeluarkan selembar undangan dari dalam tasnya. "Datang ya ke acara pernikahan kami besok malam."

"Kalian?"

"Kami telah menikah," Arya merangkul Aletta.

Prilly menutup mulutnya tidak percaya, Tuhan membuat takdir yang tak terduga oleh manusia. Arya dan Aletta menikah? Dua orang yang sempat mengisi hati Ali dan Prilly itu kini telah bersama. Dua hati yang sama-sama patah itu akhirnya disatukan atas kehendak-Nya.

"Jadi..." Prilly menjeda kalimatnya. Arya dan Aletta sudah menikah, lalu kejadian di bandara waktu itu apa?

"Kamu melihat Ali dan Aletta bersama di bandara?" Kalimat yang Arya lontarkan lebih tepat disebut pernyataan ketimbang pertanyaan.

"Kamu pergi gara-gara itu?" Ali ikut bertanya.

"I..ya." mata Prilly berkaca-kaca, ia tahu sekarang. Bahwa apa yang ia lihat hanyalah kesalahpahaman semata.

Ali menghela napas setelah itu ia menjelaskan semuanya.

***

"Lain kali kamu harus pastikan dulu apa yang kamu lihat, jangan menyimpulkan sendiri." Ali berhenti mendorong kursi roda, lelaki itu berjongkok di hadapan Prilly.

"Maaf." Prilly menunduk.

"Semuanya sudah terjadi." Ali mengelus pundak Prilly pelan. Setalahnya ia menggenggam kedua tangan Prilly erat. "Ini ujian untuk kita."

Prilly tersenyum tipis. "Aku pengen datang ke pernikahan Arya sama Aletta."

"Kamu, kan belum sehat. Jangan ah."

Prilly cemberut.

Ali mencubit gemas pipi Prilly. "Jangan cemberut gitu, aku nggak suka liatnya."

"Biarin." Prilly makin cemberut.

"Mau di cium nih bibir manyun kayak gitu?" Ali menaik turunkan alisnya menggoda.

Prilly tertawa lantas memukul pundak Ali pelan. Tetapi tawa itu hanya bertahan sebentar setalahnya berganti dengan raut kesedihan.

"Kenapa?"

Prilly menggeleng pelan, air mata berhasil lolos melewati pipi.

Ali mengikuti arah pandangan Prilly, lelaki itu menghela napas berat. "Kita harus sabar."

Prilly terisak. "Aku pengen kayak gitu," lirihnya. Tatapan matanya masih fokos pada ibu muda yang sedang menggendong bayi.

Ali berdiri ia berlalu meninggalkan Prilly. Lelaki itu mengampiri ibu muda itu, berbincang sebentar lantas Ali menghampiri Prilly bersama bayi mungil itu dalam dekapannya.

Senyum Prilly merekah tetapi air mata ikut menyertainya.

"Mau gendong?" tanya Ali.

Prilly mengangguk, Ali pun menyerahkan bayi itu pada Prilly.

"Semoga kamu menjadi anak yang shalihah serta berbakti kepada kedua orang tua. Semoga Allah memberimu umur yang panjang." Prilly mencium pipi bayi mungil itu, penuh kasih sayang.

Ali tersenyum sambil mengamini ucapan Prilly. Ia berdoa dalamm hati Semoga dirinya dan Prilly kembali di beri amanah oleh Allah, secepatnya.

***

Tenang, Ali Prilly nggak jadi cerai kok _-

Makin tenang lagi karena Aletta udah tobat, dia bahagia sama Arya hwhw.

Terima kasih karena telah membaca cerita ini💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top