[23] Salah paham
Aku udah mau pulang nih.
Iya, bentar lagi juga aku pulang
Setelah membalas pesan dari Prilly, Ali memasuki mini market, ia ingin membeli susu ibu hamil untuk Prilly. Lelaki itu menyusuri gondola, melihat-lihat berbagai macam rasa susu.
"Ali."
Ali menoleh, hanya sesaat setalahnya ia kembali fokus pada apa yang ia cari.
"Ali," Aletta mendekat tetapi Ali sama sekali tak menghiraukan perempuan itu.
Aletta mengambil dua kotak susu lantas menunjukkannya pada Ali. "Enakan rasa cokelat atau Vanila, ya?"
Ali hanya menatap sekilas ke arah Aletta.
"Ali, ish aku tanya loh," Aletta berdecak.
"Vanila," jawab Ali.
Senyum Aletta mengambang. "Kata Papa kamu lebih enak rasa Vanila. Jadi, Mama beli rasa Vanila aja," ucap Aletta sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membuncit.
Ali merasa tidak nyaman mendengar ucapan Aletta, lelaki itu mengambil dua kotak susu rasa cokelat lantas berlalu pergi.
"Tungguin dong," Aletta mengejar Ali.
"Bawain," Aletta menyodorkan kotak susu rasa Vanila yang tadi ia beli pada Ali.
Ali mengambilnya, ia tahu bahwa Aletta minta dirinya untuk membayar susu itu.
"Ya ampun, Mas baik banget mau temenin istrinya beli susu. Lah suami saya mana mau," seorang wanita yang melintas berhenti di hadapan Ali dan Aletta.
"Iya, suami saya baik banget," ucap Aletta lalu menggandeng tangan Ali.
"Saya bu...
"Saya duluan ya Bu," Aletta menarik Ali menuju kasir.
"Apa-apaan kamu!" Ali menatap tajam ke arah Aletta.
Aletta tersenyum. "Nggak papa."
Ali menepis kasar tangan Aletta lantas ia meletakkan susu yang ia beli di meja kasir. Usai membayar, Ali bergegas pergi.
***
Ali merasa heran ketika mendapati Prilly tidak ada di rumah. Seharusnya Prilly sudah sampai di rumah mengingat istrinya itu memberi kabar sudah lebih dari setengah jam yang lalu.
Ali mencoba menghubungi Prilly, tetapi nihil ponsel perempuan itu tidak aktif. Ali mulai khawatir dengan keadaan Prilly.
Ponsel Ali berdering, dengan cepat lelaki itu menerima panggilan yang ternyata dari Riani, mamah Prilly.
"Wa'alaikumsalam, kenapa mah?" tanya Ali.
"Apa kamu ada masalah sama Prilly?
"Kami baik-baik saja. Oh iya, Prilly nggak ada di rumah Ma. Apa Mama tahu dia di mana? Hpnya juga nggak aktif, Ali khawatir."
Terdengar helaan nafas dari Riani di seberang sana.
"Dia ada di rumah Mama. Kamu bisa jemput dia ke sini."
"Ali ke sana sekarang, Assalamualaikum." Ali memutuskan panggilan secara sepihak. Lelaki itu meraih kunci mobil di atas meja lalu bergegas pergi.
Kurang lebih satu jam Ali telah sampai di kediaman orang tua Prilly.
"Assalamualaikum. Prilly baik-baik aja, kan' Mah?" tanya Ali ketika Riani membuka pintu.
"Wa'alaikumsalaam. Alhamdulillah dia baik-baik saja, sekarang ada di kamar." Riani memasuki rumah diikuti Ali.
"Ali ke kamar dulu," pamit Ali yang diangguki oleh Riani.
Perlahan Ali membuka pintu, pandangannya jatuh pada Prilly yang terlelap di tempat tidur. Menghela nafas lega Ali berjalan mendekati Prilly.
"Sayang," panggil Ali sambil membelai lembut pipi Prilly.
Prilly mengerjap, senyuman tipis tercetak di bibirnya. "Kamu abis dari mana?"
"Dari restoran," Ali bersandar di kepala ranjang, memindahkan kepala Prilly yang tadinya di bantal ke atas pahanya.
"Abis dari restoran?"
Ali terdiam sesaat, apa ia bercerita saja perihal ia bertemu dengan Aletta di mini market?
"Ke rumah, tapi ternyata kamu nggak ada."
Prilly tersenyum masam, Ali telah berbohong kepadanya. Prilly tahu bahwa Ali bertemu dengan Aletta di mini market, Prilly tahu bahwa Ali menemani Aletta membeli susu ibu hamil. Secara kebetulan Prilly melihat ketika Ali bersama dengan Aletta, bergandengan mesra layaknya suami istri. Sebelum pulang ke rumah Prilly mampir ke mini market terlebih dahulu dan ternyata pemandangan menyakitkan malah menyambut dirinya. Akhirnya Prilly batal pulang dan memutuskan untuk pergi ke rumah orang tuanya, menenangkan diri.
"Kenapa kamu bisa ada di sini? Bukannya kamu bilang mau pulang?" tanya Ali.
"Aku kangen aja sama Mama, maaf nggak kasih kabar."
"Lain kali jangan bikin aku khawatir ya."
Prilly mengangguk, perempuan itu memejamkan matanya. Ada rasa sesak yang kini Prilly rasakan.
***
"Kenapa kamu nggak rebut Prilly dari Ali?!
Arya hanya menatap datar ke arah Aletta, mengapa ia kembali di pertemukan dengan perempuan ini?
"Kamu rela Prilly tetap sama Ali? Kamu cinta, kan sama dia? Seharusnya kamu berusaha buat rebut dia!"
"Cinta tidak harus memiliki. Ada kalanya kita harus rela mangorbankan perasaan demi orang yang kita cinta." Arya berucap tenang. "Aku rasa Prilly telah bahagia, maka dari itu aku juga ikut bahagia."
"Basi tau nggak, nggak ada orang yang bahagia liat orang yang dicintai jadi milik orang lain, bahagia yang kamu bilang itu cuma topeng," Aletta nampak kesal mendengar penuturan Arya.
Arya menghela nafas, kedua kakinya mulai melangkah ingin meninggalkan Aletta.
"Aku sudah pernah bilang sama kamu kalau Prilly nggak akan pernah bisa bahagia selama masih ada aku."
Ucapan Aletta sukses membuat Arya membalik tubuhnya.
"Jangan ganggu rumah tangga mereka lagi. Biarkan mereka hidup tenang tanpa adanya gangguan," ucap Arya.
Aletta tertawa. "Kamu lihat ini?" Alette menunjuk ke arah perutnya. "Mereka bahagia di atas penderitaan aku, itu nggak boleh terjadi."
"Aku akan menikahi kamu, aku bersedia menjadi ayah atas bayi yang ada dalam kandungan kamu."
Aletta membulatkan matanya, tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
***
"Kamu kenapa, kok diem aja sih?" tanya Ali, ia dan Prilly telah kembali ke rumah.
Prilly menggeleng pelan.
"Aku buatin susu, mau?"
Prilly hanya membalas dengan anggukan. Ali berlalu Pergi, selang beberapa detik cairan bening itu berhasil lolos dari pelupuk mata. Prilly kecewa, mengapa Ali berbohong padanya? Sungguh, Prilly ingin Ali jujur walaupun kejujuran itu juga akan menyakiti hatinya tetapi Prilly yakin kejujuran tidak lebih menyakitkan dari sebuah kebohongan.
Prilly menghapus air matanya sebelum Ali kembali.
Ali datang membawa segelas susu cokelat untuk Prilly. "Abisin ya, biar anak kita sehat," ucap Ali sambil menyerahkan susu itu pada Prilly.
"Terima kasih," ucap Prilly lalu mulai meminum susu buatan Ali.
"Kamu lagi mikirin apa sih?" Ali merasa ada yang tidak beres dari Prilly, istrinya itu tidak pandai menyembunyikan sesuatu.
"Nggak ada apa-apa kok," Prilly tersenyum, menyakinkan Ali bahwa ia baik-baik saja.
"Kita wudu yuk , baca Al-Quran," ucap Ali.
Prilly mengangguk. "Ayo."
Mereka berdua mengambil wudu, bersiap untuk membaca Al-Quran. Selain salat, Al-Quran adalah pengobat dari segala rasa kegundaha. Semoga setelah ini perasaan Prilly menjadi tenang.
***
Ada yang kangen Aletta nggak?
Atau ada yang kangen keributan akibat ulah Aletta?
Kalau ada, berarti rindu kalian telah terobati.
Terima kasih karena telah membaca cerita ini 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top