[20] Ancaman

Masih ada nggak sih yang belum follow akun wattpadku? Kalau masih ada silahkan di follow ya. Terima kasih :)

***

Tangisan kencang Ibel membuat Ali dan Prilly memusatkan perhatian pada bayi itu.

Prilly berdiri dari duduknya, perempuan itu menepuk-nepuk pantat Ibel. "Ibel kenapa sayang? Sttt Ibel haus ya?"

"Dia kayaknya haus deh." Prilly menatap Ali.

"Terus?" Ali menggaruk tengkuknya.

"Kamu beli susu gih ke mini market depan." Prilly masih mencoba menenangkan Ibel.

"Susunya yang kayak apa?"

Prilly menggeleng. "Aku juga nggak tau."

"Terus gimana?"

"Duh, gimana ya, kalau beli sembarangan takut nggak cocok sama dia. Bisa sakit perut nanti."

"Kamu coba kasih deh," ucap Ali.

"Kasih apa?" Prilly mondar mandir, tangis Ibel masih belum reda.

"Kamu, kan perempuan. Kali aja dia berenti nangis walaupun nggak ada airnya."

"Eh, kamu ada-ada aja deh," ucap Prilly ketika paham dengan maksud Ali.

Prilly terus menepuk pantat Ibel, lantunan solawat ia lafalkan untuk menenangkan bayi dalam dekapannya.

Ali tersenyum tipis, matanya fokus memperhatikan gerak gerik Prilly juga raut wajah yang Prilly tampilkan. Lantunan solawat yang dilantunkan oleh istrinya itu sangat indah.

Prilly tersenyum ketika melihat Ibel tertidur dalam dekapannya.

Ali menghampiri Prilly, lelaki itu mengecup lembut kening Ibel lantas mengusap lembut rambut bayi yang tidak terlalu lebat itu. "Wangi," ucap Ali.

"Namanya juga bayi." Prilly terkekeh lalu meletakkan Ibel di atas kasur.

"Kamu juga wangi padahal bukan bayi."

Prilly mengerutkan kening. "Kamu bau, mandi sana!"

"Eh kok gitu sih? Aku wangi tau."

"Bau!"

"Coba deh cium ketek aku, wangi." Ali mengangkat tangannya.

"Ish jorok." Prilly mencubit pelan perut Ali.

Ali tertawa. "Wangi seriusan deh."

"Masa sih?" Prilly tampak penasaran perlahan ia mendekatkan wajahnya ke arah Ali.

Ali menarik Prilly, memeluk gemas perempuan itu.

"Ish! Aku susah nafas." Prilly mencoba mendorong Ali.

Ali justru tertawa dan malah mendekap Prilly semakin erat.

"Wangi nggak?" tanya Ali melonggarkan pelukannya.

"Kecut!" Prilly menjulurkan lidahnya lantas tertawa. Dan lagi, tawa itu menjadi pusat perhatian Ali lengkungan bibir merah muda itu terlihat merekah, mata Prilly yang menyipit dan suara tawanya yang renyah mampu menghipnotis Ali untuk beberapa saat.

Perlahan tawa Prilly berhenti berganti dengan raut kebingungan. "Ada yang salah?"

Ali tersadar lantas menggeleng pelan. Ia kembali memeluk Prilly. "Aku akan berusaha buat kamu bahagia sama aku. Tapi, semua itu perlu proses kamu mau, kan melewati proses itu?"

Prilly tersenyum lantas mengangguk.

***


Arya mengacak rambutnya frustasi, lelaki itu membanting tubuhnya ke atas kasur.

"Apa yang harus aku lakukan agar Prilly bisa sama aku lagi?" gumamnya pelan.

Arya tau apa yang ingin ia lakukan salah, bahkan rasanya tidak ada sesuatu yang ia anggap benar atas tindakan yang akan ia lakukan. Merebut istri orang? Ah sungguh Arya tidak pernah terpikir akan melakukan hal itu. Tapi apa boleh buat ia ingin membahagiakan Prilly, ia tidak ingin orang yang dicintai nya disakiti.

Arya perlu ketenangan. Lelaki itu bangun lantas mengambil air wudu lalu menunaikan salat.

***

Pagi kembali menyapa bumi, Ali baru saja melajukan mobilnya setelah mengantar Prilly ke sekolah.

Setengah jam kemudian mobil Ali berhenti di depan restoran miliknya. Hari ini ia ada janji dengan seseorang.

Ali mencari sosok yang ingin ia temui, pandangannya jatuh pada seseorang yang duduk sendirian di dekat jendela.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Ali langsung to the poin.

"Soal kamu, Prilly dan aku," jawab Arya.

Ali tersenyum sinis. "Orang ketiga."

Arya tersenyum tipis mendengar ucapan Ali.

"Ikut aku," Ali melangkah lebih dulu, sementara Arya menurut saja walaupun sebenarnya ia bingung kemana Ali mengajaknya.

"Bagas, lo keluar!" ucap Ali ketika memasuki ruangan dimana ada Bagas di sana.

Bagas menampilkan raut wajah bingung. "Kenapa harus keluar? Gue di sini aja." Bagas menatap orang yang bersama Ali. Ia tahu bahwa kemarin terjadi keributan yang melibatkan antara Ali dan juga lelaki yang bersama Ali sekarang.

"Gue bilang keluar," tekan Ali.

"Oke, gue keluar tapi gue harus pastiin kalau nggak akan terjadi keributan."

"Nggak akan." Ali mendorong Bagas untuk keluar. Lelaki itu mengunci pintu, tidak ingin Bagas masuk lalu mengganggu pembicaraanya dengan Arya.

"Langsung saja." Ali duduk di sofa begitu juga dengan Arya.

Arya berdehem. "Aku ingin bicara baik-baik dengan kamu."

"Bicara baik-baik tapi niatnya nggak baik."

"Iya, niatku memang tidak baik. Aku ingin merebut Prilly dari kamu, itu niat awal aku."

Ali hanya diam dan hal itu membuat Arya melanjutkan ucapannya.

"Aletta, selama masih ada dia maka Prilly tidak akan bahagia. Perempuan itu akan terus mengganggu rumah tangga kalian." Arya menjeda kalimatnya beberapa detik "Sampai dia berhasil mendapatkan kamu kembali."

"Aku bisa menghadapi Aletta," balas Ali.

"Apa kamu tidak ada keinginan untuk kembali pada Aletta dan membiarkan aku kembali bersama Prilly?"

Kalimat Arya membuat Ali emosi. "Maksud kamu apa bicara seperti itu? Aku tidak akan pernah kembali pada Aletta!" Ali berdiri dari duduknya.

"Apa kamu tidak ingin bertanggung jawab atas bayi yang sedang di kandung Aletta?"

Tangan Ali mengepal. "Kamu tidak ada bedanya dengan Aletta! Kamu tidak tahu apa-apa. Tolong jaga ucapanmu!" ucap Ali tajam. Emosinya sudah berada di puncak tanpa bisa di tahan lelaki itu mendaratkan pukulan tepat mengenai rahang arya.

Ali mendorong Arya ke tembok. Tangannya mencengkram kerah kemaja Arya dengan kuat, beberapa pukulan sukses menghantam wajah tampan Arya.

Bug!

Arya tidak tinggal diam. Pukulannya sukses membuat Ali terpental, ia hanya melakukan perlawanan jika dibiarkan bisa saja ia habis oleh Ali.

Arya mengulurkan tangannya untuk membantu Ali berdiri. "Aku hanya melawan."

Ali menepis kasar uluran tangan Arya. Lelaki itu berdiri dengan tenaganya sendiri. "Jangan pernah mencoba merebut Prilly dariku."

"Aku tidak akan melakukan hal itu kalau kamu bisa membuat dia bahagia. Dan yang terpenting kamu tidak menyakitinya. Selama masih ada Aletta aku tidak yakin kamu bisa membahagiakan Prilly," balas Arya tenang.

Ali mendecih. "Memangnya kalau Prilly sama kamu dia akan bahagia? Belum tentu."

"Aku akan berusaha membahagiakan dia."

"Itu yang sedang aku lakukan."

Arya mengela nafas. "Aletta menghalangi kamu untuk membahagiakan Prilly."

"Aku tidak akan membiarkan perempuan itu mengganggu Prilly lagi. Dan satu hal yang harus kamu ingat, Prilly milikku dia istriku." Ali menekan kalimat terakhirnya lantas keluar dari ruangan.

"Gila!" pekik Bagas ketika melihat Ali.

"Biasa aja!" Ali menepis tangan Bagas yang mencoba menyentuh sudut bibirnya yang mengeluarkan darah.

Bagas melirik Arya yang juga keluar dari ruangan. Wajah lelaki itu lebam, sudut bibirnya pun juga mengeluarkan darah. Bagas tahu betul bahwa itu semua adalah hasil karya tangan Ali.

"Hei! Lo mau kemana?" teriak Bagas ketika Ali melangkah pergi.

***

Ali melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi rasa nyeri di bagian bibirnya ia abaikan. Tujuannya sekarang hanya satu, menemui Aletta.

Tempat pertama yang Ali datangi adalah Apartemen Aletta. Terakhir ia ke sini ketika berniat melamar Aletta namun nyatanya perempuan yang akan di lamar sedang bersama dengan lelaki lain. Sungguh menyakitkan.

Ali menekan bel yang berada di samping pintu ketika sampai di depan Aparteman Aletta.

Ali masuk begitu saja ketika Aletta membuka pintu.

"Kamu kangen sama aku, ya?" Aletta bertanya dengan mata yang berbinar.

"Tolong jangan ganggu rumah tanggaku lagi," ucap Ali penuh penekanan. "Kamu mau uang berapa?"

"Aku nggak mau uang, aku mau kamu Ali!" Aletta menekan ucapannya.

"Jangan ganggu aku dan Prilly, atau kamu dalam bahaya." Ali pergi setelah mengucapkan kalimat itu. Hanya sebuah kalimat ancaman ringan.

"Itu barusan ngegertak?" Aletta menutup pintu Apartemennya.

***

Ideku lagi mampet padahal, tapi maksain buat ngetik karena udah beberapa hari nggak update. Maafkan segala kekurangannya. Semoga nekt part ideku bisa lancar :v

Terima kasih karena telah membaca cerita ini💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top