[2] Ibu Guru
"Rukun islam yang lima. Syahadat, shalat, puasa, zakat untuk si-papa, haji bagi yang kuasa." suara riuh tepuk tangan dari bocah-bocah SD itu memenuhi ruangan ketika Prilly menyelesaikan nyanyiannya.
"Ayo, nyanyi bareng-bareng." ajak Prilly yang di balas anggukan semangat oleh para muridnya.
Nyanyian yang sama di ulang sekali lagi oleh Prilly yang diikuti oleh bocah-bocah itu.
"Siapa yang tau rukun islam yang ke-2?" Prilly menatap satu persatu para murid di hadapannya.
Beberapa murid mengangkat tangan tinggi-tinggi.
"Coba sebutkan, Zahra." Prilly menunjuk gadis bermata bening yang duduk di barisan nomor dua.
"Menunaikan shalat, bu." Zahra menjawab riang membuat Prilly tersenyum.
"Betul Zahra." Prilly mengacungkan jempolnya membuat senyum di bibir bocah itu mengambang.
"Kalau kita gak shalat, kenapa bu?" Gadis yang rambutnya agak sedikit keluar dari jilbab itu bertanya polos.
"Shalat itu adalah tiang agama kalau kita tidak shalat itu berarti kita telah meruntuhkan tiang agama sendiri. Nayla gak maukan tiang agamanya roboh?" tanya Prilly yang mendapat gelengan kepala dari Nayla.
"Mama Putri juga bilang gitu, bu guru." Gadis yang giginya ompong di tengah itu bersuara nyaring.
Prilly tersenyum. "Putri sering shalat?"
"Sering, tiap hari mama selalu ajakin putri shalat abis itu ngaji," jawab Putri.
"Bagus Putri. Yang lain contoh Putri. ya," ucap Prilly yang mendapat sahutan "Iya" dari seisi kelas.
"Dobi kok diam aja?" Prilly menghampiri bocah laki-laki yang sedari tadi ia perhatikan hanya diam.
"Dobi belum pernah shalat bu. Itu berarti tiang agamanya Dobi runtuh dong?" Bocah itu bertanya pelan.
"Kenapa Dobi gak pernah shalat?"
"Gak tau caranya. Dobi gak pernah di ajarin sama Papa, Mama."
Prilly mengelus lembut pucuk kepala Dobi. "Nanti pulang sekolah Dobi minta ajarin shalat ya sama Papa atau Mama."
"Dobi gak pernah liat Mama sama Papa shalat."
Prilly termenung sebentar mendengar apa yang di katakan Dobi. "Dobi, ibu ajarin shalat mau?"
Mata Dobi yang tadinya sendu kini berbinar. "Mau, mau, bu." Bocah itu mengangguk semangat.
"Dobi pulangnya belakangan ya bareng sama ibu," ucap Prilly yang kembali mendapat anggukan oleh Dobi.
Bel tanda istirahat berbunyi. Prilly bersiap mengemasi buku-bukunya.
"Mainnya jangan jauh-jauh ya." pesan Prilly sebelum keluar kelas.
"Iya bu." teriak murid serentak.
Prilly tersenyum. "Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam ibu."
Prilly keluar dari kelas tangannya bergerak merapikan sedikit letak jilbabnya yang agak miring. Sepanjang jalan menuju ruang guru Prilly selalu tersenyum ketika para muridnya berteriak memanggil namanya. Suatu pemandangan indah bagi Prilly ketika jam istirahat begini melihat para Bocah-Bocah itu berlarian sambil tertawa lepas. Anak kecil memang tidak punya bebankan? Pantas saja mereka bisa tertawa selepas itu.
***
Humaira menghela nafas jengah. "Serius deh berasa lagi nenangin cewek lagi putus cinta tau gak."
Ali mendelik. "Gue emang lagi putus cinta, tapi gue cowok bukan cewek." tukas Ali.
"Cowok tapi jadi kayak cewek." gumam Humaira pelan.
"Gue denger." ketus Ali.
"Becanda bos." Humaira mengacak rambut Ali sampai berantakan.
"Gue sayang bangat Ra sama Aletta." Suara Ali terdengar parau.
"Udah lah li, nggak perlu lagi ingat cewek penghianat kayak gitu. Udah jelas dia gak sayang sama lo."
"Yang bikin gue kecewa banget ternyata Aletta cuma manfaatin gue selama ini. Dia nggak pernah benar-benar cinta sama gue."
"Beruntung Allah nunjukin keburukan Aletta sebelum lo ngelamar dia." Humaira menepuk-nepuk pundak Ali.
Ali tertawa getir. "Malang banget nasib gue. Gue kira Aletta itu perempuan terbaik yang bakalan dampingin hidup gue."
"Yang menurut manusia baik belum tentu menurut Allah baik."
Ali menatap aneh ke arah Humaira gadis berambut sebahu itu menaikkan sebelah alisnya melihat tatapan Ali.
"Temen gue yang sering ngomong gitu," ucap Humaira yang seolah tau pikiran Ali.
"Gue tambah pusing gara-gara papah yang mau jodohin gue sama anak rekan bisnisnya."
"Lo temuin aja dulu siapa tau cocok." Humaira memberi saran.
"Di saat gue abis di selingkuhin kayak gini? Gue berasa trauma sama cewek. Jadi gak akan cocok."
"Gue rasa yang jadi selingkuhan itu lo deh li," ucap Humaira yang mendapat toyoran pelan dari Ali.
"Nistain aja gue." kesal Ali.
"Emang bener kok. Aletta punya pacar dan selama 2 tahun manfaatin lo, sadar gak dia sama pacarnya sekongkol morotin lo."
"Ada ya cowok bodoh yang biarin ceweknya sama cowok lain cuma demi uang. Beruntung Alette gak pernah gue apa-apain mentok cuma peluk atau gak cium kening."
"Tanpa sadar Aletta juga di manfaatin di sini, bodoh!" Humaira tertawa.
"Maksudnya?"
"Hei pacarnya Aletta juga dapat uang hasil dari Aletta morotin lo. Dan artinya Aletta cuma di jadiin alat sama tu cowok brengsek."
Ali terkekeh. "Gue di bodohin sama Aletta dan Aletta di bodohin sama pacarnya."
"Kisah lo cocok deh di jadiin sinetron azab judulnya kayak gini, Aku di bodohi pacarku dan pacarku di bodohi pacarnya dan akhirnya aku dan pacarku sama-sama bodoh karna di bodohi orang bodoh." Humaira tertawa mendengar ucapannya sendiri.
Ali ikut tertawa kehadiran Humaira memberi hiburan tersendiri untuknya. "Keseringan nonton sinetron azab lo." Ali menarik kepala Humaira lalu mengapitnya.
"Sakit ish." Humaira mendorong tubuh Ali agar menjauh darinya.
Humaira merapikan rambutnya ketika terbebas dari Ali. "Azab di indonesia itu pedih li. Di tempat lain mana ada jenazah terbang terus masuk kubangan semen."
"Yee halu. Itu ajaib Ra bukan azab," balas Ali mereka serempak tertawa.
"Lo gak ngajar?" tanya Ali setelah tawanya reda.
"Gue izin sakit."
"Lo sakit?"
Humaira menggeleng, "Males ngajar gue, anak SMA tuh kadang bikin darah tinggi. Masa guru di godain."
"Makan gajih buta lo, guru model kayak lo pasti di godain lah orang montok." Ali mengedipkan sebelah matanya membuat Humaira ingin muntah melihatnya.
"Idih." Humaira bergidik ngeri.
"Lo balik gih sana," ucap Ali tiba-tiba.
"Ngusir?"
"Gue lagi pengen sendiri."
Humaira mengangguk ia paham kalau sahabatnya itu perlu waktu untuk menenangkan diri.
"Yaudah gue balik, jangan nangis lagi. Masa pilot idola wanita nangis." ledek Humaira yang mendapat lemparan bantal dari Ali.
Humaira menjulurkan lidahnya ketika bantal itu tak berhasil mengenainya.
Humaira bergegas menutup pintu ketika melihat Ali berdiri dari duduknya.
Ali menggelangkan kepalannya pelan Humaira itu bagaikan obat yang selalu mampu mengobati rasa sakit di hatinya.
***
Selepas pulang sekolah Prilly mengajari Dobi tata cara shalat. Pelan-pelan karna memang metode seperti itu yang harus di ajarkan pada anak kecil seusia Dobi kelas 2 SD.
"Udah hafalkan niatnya?" tanya Prilly yang di angguki oleh Dobi.
Wanita itu mengajari Dobi cara berwudhu dan sekarang mulai pada tahap niat shalat.
"Pulang yu bu. Dobi ngantuk pengen tidur." keluh Dobi.
Prilly mengangguk ia menuntun Dobi keluar kelas. Berjalan bersisian menuju tempat parkir.
"Ngapain sama anak saya?" Mamah Dobi menghampiri Prilly yang sedang bersama Dobi.
"Assalamualaikum bu," sapa Prilly sopan.
"Ngapain sama anak saya, kok baru pulang?" Mamah Dobi tak menjawab salam dari Prilly.
"Dobi minta ajarin shalat," jawab Prilly apa adanya.
mamah Dobi langsung menarik tangan anaknya menuju mobil. Kasar seperti di seret. Melihat kejadian itu Prilly merasa kasihan dengan Dobi.
"Maaf bu jangan kasar sama Dobi," ucap Prilly ketika Mamah Dobi ingin memasuki mobil.
Mamah Dobi memasuki mobil dengan Dobi yang telihat menatap tidak enak pada Prilly. "Jangan ikut campur urusan saya!
"Tap...
"Minggir!
Prilly menyingkir karna memang ia menghalangi jalan.
"Astagfirullah." Prilly beristigfar ketika mobil milik Mamah Dobi mulai menjauh.
***
Terima kasih karna telah membaca cerita ini💕 Terus ikuti kisah AUFC ya, jangan lupa berikan vote dan komentarnya :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top