[19] Bertindak

Aku membawa cerita baru. Love In Silence, silahkan di cek siapa tahu suka. Cek aja dulu minimal baca part 1 nya kalau suka bisa di lanjut kalau nggak suka boleh di tinggalkan. Yang terpenting cek dulu, baca :) *Cerita yang ada aja belum selesai malah bikin cerita baru lagi, eh dasar aku*

***

"Udah!" Prilly merentangkan tanganya diantara Ali dan Arya. Lututnya terasa lemas, tanganya bergetar dengan jantung yang berdegup kencang. Prilly melawan rasa takutnya.

"Udah! Jangan kayak gini." lirih Prilly, derai air mata membasahi pipi.

"Maaf." kata itu terucap seretak dari Ali dan juga Arya. Prilly menatap Ali lalu berganti menatap Arya.

"Aku nggak akan biarin kamu pulang sama dia." tukas Ali, lelaki itu menarik Prilly menjauh.

"Aku tidak akan rela jika kamu menyakiti Prilly. Kamu masih ingat, kan tentang apa yang pernah aku katakan waktu itu."

ucapan Arya sontak menghentikan langkah Ali.

"Prilly milikku. Kamu tidak punya hak apa-apa!"

"Aku memang tidak punya hak. Tapi tetap saja aku tidak rela jika kamu menyakiti orang yang aku cinta."

Hati Prilly terasa tercubit mendengar penuturan Arya. Lelaki itu masih mencintai dirinya. Bahkan sekarang Arya mengakui hal itu di depan Ali.

Emosi Ali kembali terpancing. Ia menghampiri Arya dan tak memperdulikan Prilly yang mencoba menahannya.

Ali mencengkram kerah kemeja Arya. "Jangan pernah mencoba merebut Prilly dariku." desis Ali tajam.

"Aku tidak akan merebutnya kalau kamu  bisa membuat dia bahagia," ucap Arya tenang. Tatapan matanya teduh sama sekali tak menampakkan raut kemarahan.

Prilly menarik tangan Ali cukup kuat. "Kita pulang." mohon Prilly.

"Bangsat!" umpat Ali seraya melepas kasar cengkramannya.

Sebelum pergi Prilly menoleh ke arah Arya. Tatapan matanya memancarkan rasa bersalah, bibirnya bergerak mengucap kata 'maaf'.

Arya tersenyum tipis membiarkan Prilly pergi bersama Ali.

"Pertunjukan yang sangat menarik."

Suara itu membuat Arya mengurungkan niat untuk memasuki mobil.

"Perkenalkan, aku Aletta." Aletta mengulurkan tanganya ke arah Arya.

Arya melirik tangan Aletta tanpa minat. "Ada apa?" tanya Arya datar.

Aletta menarik tanganya ketika tak mendapat respon apa-apa. "Kamu mencintai Prilly, kan?"

"Bukan urusanmu."

Aletta terkekeh. "Dari kejadian tadi, aku dapat menyimpulkan semuanya."

"Maaf, aku harus pergi."

"Tunggu dulu!" Aletta menahan pintu mobil Arya. "Aku pengen ngajakin kamu kerja sama." tawar Aletta.

"Aku tidak tertarik," balas Arya.

"Oke, kalau gitu aku mau minta tolong aja sama kamu, boleh?"

Arya menautkan alisnya heran lantas mengangguk. "Minta tolong apa?" tanya Arya. Menolong seseorang adalah hal yang baik bukan?

"Rebut Prilly dari Ali. Aku yakin kamu bisa melakukan hal itu."

"Aku akan melakukan itu kalau Ali tidak bisa membuat Prilly bahagia."

Aletta tersenyum sinis. "Sampai kapan pun Ali tidak akan mampu membahagiakan Prilly, malah sebaliknya semakin lama Prilly akan semakin tersakiti."

"Apa maksudnya kamu bicara seperti itu?"

"Aku hamil anaknya Ali. Aku akan terus mengganggu rumah tangga mereka sampai Ali mau bertanggung jawab atas bayi yang sedang aku kandung."

Arya terkejut bukan main mendengar penuturan Aletta. "Apa yang barusan kamu katakan benar?"

Aletta mengangguk. "Aku tidak akan membiarkan kalau anak ini lahir tanpa ayah." lirih Aletta. "Aku mohon rebut Prilly dari Ali, kalau kamu nggak mau liat dia menderita."

Kedua tangan Arya mengepal. "Jangan pernah menyakiti Prilly lagi."

"Aku tidak akan menyakiti dia kalau kamu bersedia membantuku."

"Aku tidak akan pernah mau membantumu. Apa yang akan aku lakukan semata-mata demi kebahagiaan Prilly." Arya memasuki mobil begitu saja.

Aletta tersenyum sinis. "Aku tahu kamu pasti akan melakukannya," ucapnya lantas berlalu pergi.

Arya mematung di dalam mobil. Sekarang ia harus bertindak. Arya berjanji ia akan merebut Prilly sampai dapat.

***

Ali menghempaskan dirinya di atas sofa. Lelaki itu menghela nafas panjang.

Prilly ikut duduk di samping Ali. "Kamu boleh marah, tapi jangan kelewatan kayak tadi. Sesungguhnya menahan diri dari amarah adalah suatu kebaikan." jelas Prilly.

"Tapi Aletta udah kelewatan!"

"Aku tahu. Tapi seharusnya kamu nggak usah ngeladenin dia, karena kalau kamu ladenin kayak tadi dia makin seneng."

"Kalau dibiarin bakalan ngelunjak."

Prilly menghela nafas. "Lain kali jangan kayak gitu lagi."

"Si brengsek itu juga kelewatan, seanaknya aja bawa kamu pergi."

"Kamu jangan ngomong kayak gitu."

"Kenapa? Kamu nggak terima kalau aku bilang Arya brengsek?" Ali menegakkan tubuhnya lalu menatap Prilly.

"Nggak baik kalau kamu ngatain orang kayak gitu."

"Bilang aja nggak terima!"

"Aku mau ganti baju dulu." Prilly memilih pergi, ia tidak ingin memulai masalah baru lagi dengan Ali.

Ali mengusap wajahnya kasar. Aletta selalu saja menganggu ketenangan hidupnya.

Ali melirik ke arah Prilly ketika perempuan itu keluar dari kamar mandi. Rasa khawatir menyusup di hatinya. Bagaimana jika Arya benar-benar merebut Prilly dari dirinya? Sungguh Ali tidak ingin hal itu terjadi bagaimana juga ia sudah mulai nyaman dengan kehadiran Prilly di hidupnya, soal cinta biarlah rasa itu tumbuh seiring berjalannya waktu.

Ali mengalihkan pandanganya ketika Prilly menatapnya. Lelaki itu berdiri lalu keluar dari kamar.

Ali membuka pintu utama rumah miliknya, berniat memasukkan motor ke garasi.

"Mas!"

Ali menoleh ke arah sumber suara, di luar pagar sedang berdiri seorang ibu-ibu yang Ali ketahui tetangga sebelah rumahnya.

"Ada apa Bu Ranti?" Ali membuka pagar. Ia sudah mengenal Ibu Ranti mengingat rumah mereka yang berdekatan bahkan sebelum Ali menempati rumah ini Ibu Ranti lah yang sering Ali minta untuk mengecek keadaan rumahnya.

"Saya mau pergi sebentar, ada urusan penting. Nggak mungkin kalau harus bawa Ibel. Di rumah nggak ada orang, saya mau nitip Ibel ke kamu boleh?"

Ali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Matanya fokus menatap bayi menggemaskan yang berada di dalam gendongan Bu Ranti.

"Boleh Bu," ucap Ali akhirnya.

"Makasih Li. Kamu bisa gendong bayi, kan?" tanya Bu Ranti sebelum menyerahkan Ibel pada Ali.

Ali menggeleng. Bu Ranti terkekeh lalu mengajari Ali cara menggendong bayi.

Ibu Ranti tersenyum ketika Ibel telah berada dalam gendongan Ali. "Saya pergi dulu, nggak lama kok."

"Iya Bu," balas Ali.

"Ibel baik-baik ya sama Om Ali. Jangan rewel." Bu Ranti mencium gemas pipi putrinya.

Sebenernya Ali merasa kesusahan ketika harus menggendong Ibel yang masih kecil, umurnya baru sekitar 5 bulan. Wajar saja jika ada rasa takut yang Ali rasakan belum lagi ini kali pertama ia menggendong bayi.

Prilly tampak terkejut sekaligus heran ketika melihat Ali memasuki kamar dengan seorang bayi mungil dalam dekapannya.

"Anak tetangga," ucap Ali.

"Kok bisa sama kamu?" Prilly menghampiri Ali.

"Dititipin sama Ibunya," jawab Ali.

Prilly mulai fokus dengan Ibel, jemarinya mengusap pipi Ibel dengan lembut. "Lucu banget sih." Prilly tersenyum lantas mencium pipi Ibel.

"Namanya siapa?" Prilly mengambil alih Ibel dari gendongan Ali. Ali bernafas lega ketika Ibel tak lagi berada dalam gendongannya.

"Ibel,"

Prilly duduk di tepi kasur diikuti Ali di sampingnya. Ali memperhatikan Prilly yang terlihat begitu sedang dengan Ibel.

"Kamu suka anak kecil?"

Prilly mengangguk. "Suka bangettt, aku tuh pengen punya adek tapi Mama sama Papa nggak mau ngasih, katanya aku udah nggak pantas punya adek." Prilly terkekeh di akhir kalimat.

"Kamu tuh pantesnya punya anak." celetuk Ali.

Prilly hanya tersenyum tipis merespon ucapan Ali.

"Apa cinta akan secepatnya hadir kalau ada anak diantara kita?"

Prilly menoleh cepat ke arah Ali. Tatapan Ali pun mengarah Pada Prilly.

***

Setelah Aletta, sekarang waktunya Arya yang akan bertindak hmm.

Maaf ya kalau lagi-lagi pendek. Tapi setiap part AUFC selalu lebih loh dari 1000 kata. Dan itu udah panjang kalau ngetik iyasih bacanya cuma sebentar :v

Terima kasih karena telah membaca cerita ini💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top