[16] Masih cinta

Prilly mengambil tangan Ali untuk di cium, bibir mungilnya mendarat di punggung tangan lelaki itu.


Ali tersenyum, digenggamnya tangan mungil milik Prilly. "Aku pergi, ya," ucap Ali yang diangguki oleh Prilly.

"Hati-hati. Semoga kamu selalu dalam lindungan Allah," balas Prilly.

"Iya, Assalamualaikum." Ali melepaskan genggaman tangannya lalu berjalan menuju mobil.

"Wa'alaikumsalam."

"Kenapa?" tanya Prilly ketika Ali malah kembali menghampirinya.

Ali tersenyum lalu mengacak pelan pucuk kepala Prilly yang dibalut hijab berwarna mocca. Lelaki itu bergegas memasuki mobil setelah melakukan hal sederhana itu.

Prilly terkekeh kecil lalu melambaikan tangannya pada Ali. "Jangan lupa salat!" pesan Prilly sebelum Ali melajukan mobilnya.

Prilly melirik arloji yang melingkar di tangannya. Sepertinya ia harus berangkat ke sekolah sekarang.

***

Usai pulang dari mengajar, Prilly langsung menuju sebuah kafe yang sudah sering ia kunjungi. Perempuan itu menyapu pandangannya kesetiap sudut ruangan mencari seseorang yang sudah membuat janji dengannya.

Seseorang yang duduk di pojokan melambaikan tangan ke arah Prilly. Prilly pun bergegas menghampiri orang itu.

"Udah lama ya, Ra?" Prilly menarik kursi untuk ia duduk.

"Udah tahu nanya." Humaira menampilkan wajah kesal.

Prilly tersenyum manis. "Maaf, Humaira yang cantik."

"Hmm, iya Prilly yang cantiknya beda tipis sama aku," balas Humaira membuat Prilly terkekeh.

Prilly memanggil seorang Waitress.

"Mbak, Caphoccino satu. Ya," ucap Prilly.

"Kamu cuma pesen minum Pril?" tanya Humaira.

"Iya, udah makan soalnya."

Humaira mengangguk mengerti. "Jus jeruk sama kentang goreng, Mbak."

"Ada lagi?" Waitress itu menatap ke arah Prilly dan Humaira.

"Itu aja," jawab Prilly.

"Kamu mau cerita apa?" tanya Prilly ketika Waitress itu sudah pergi.

Humaira menghela nafas. "Anak murid nembak gurunya wajar nggak sih?" Humaira balik tanya.

"Tergantung sih. Kamu di tembak sama murid sendiri?" tebak Prilly.

"Iya, Pril. Gila tahu nggak sih Bocah SMA nembak gue anjir."

Prilly tertawa. "Tapi ganteng, kan?"

"Ganteng sih, banget malah. Tapi masa aku sama Bocah. Nggak banget!"

"Kalau dia serius nggak ada salahnya, Ra."

Humaira mengikat rambutnya asal, merasa gerah. "Dia bilang mau ngelamar aku pas udah lulus."

Prilly menatap jengah ke arah Humaira. "Serius?"

Humaira mengangguk. "Katanya sih gitu."

"Terus?" Prilly tersenyum ke arah Waitress yang baru saja meletakkan pesanan miliknya.

"Aku tolak lah Pril,"

"Kok di tolak?"

"Nggak kebayang kalau nikah sama Bocah kayak bagitu, kelakuannya itu loh bikin aku naik darah terus."

"Anak nakal?"

"Nggak sih, cuma petakilan aja."

"Kalau dia beneran datang ke rumah buat ngelamar gimana?"

"Semoga aja nggak."

"Semoga aja iya. Lumayankan nikah sama berodong." goda Prilly.

"Ish nggak ya! geli gue." Humaira bergidik ngeri lalu mulai memasukkan kentang goreng ke dalam mulut.

Prilly hanya tertawa.

"Oh iya, kamu sama Ali gimana?"

"Baik-baik aja, kok."

"Dia nggak macam-macam?" Humaira menatap curiga ke arah Prilly.

"Macam-macam gimana? Nggak lah."

"Bagus deh kalau gitu. Aku kebelet nih, mau ke toilet dulu." Humaira berdiri dari duduknya.

"Jangan lama-lama," pesan Prilly.

Prilly pun menikmati Caphoccino miliknya, menyesap sedikit demi sedikit minuman itu.

"Prilly?"

Prilly menoleh dan mendapati Arya tengah berdiri di samping kursinya.

"Hai, Ar." Prilly tersenyum singkat.

"Sama siapa Pril?"

"Sama Humaira, dia lagi ke toilet." Prilly mencoba bersikap biasa saja. Walaupun rasa di hatinya sedikit berontak.

Arya mengangguk mengerti.

"Kamu baik-baik aja, kan?"

Pertanyaan Arya sontak membuat kening Prilly berkerut. "Baik kok."

"Alhamdulillah," ucap Arya.

Arya masih berdiri memperhatikan Prilly yang sedang menunduk memegangi ujung hijabnya. Tiba-tiba saja seseorang berjalan tergesa di belakang Arya, tak sengaja membuat tubuh Arya terdorong ke arah Prilly.

Deg

Detak itu hadir lagi, kembali mengisi denyut di dada. Saat ini posisi tubuh Arya sangat dekat dengan Prilly, kedua tangan lelaki itu menyangga di kursi yang Prilly duduki. Tatapan keduanya beradu sampai pada akhirnya Humaira datang dan berdeham cukup kencang untuk menyadarkan dua manusia yang mungkin saja sedang larut bersama masa lalu.

"Maaf," ucap Arya.

"Nggak papa," balas Prilly. Perempuan itu langsung mengucap istigfar beberapa kali.

"Kok ada di sini juga, Ar?" tanya Humaira.

"Mau ketemu temen, tapi kayaknya belum datang," jawab Arya.

"Terus?"

"Aku duluan, Assalamualaikum." Arya berlalu begitu saja.

"Wa'alaikumsalam," lirih Prilly.

Humaira menghela nafas. "Udahlah Pril."

"Aku nggak papa kok, Ra."

"Balik sekarang aja yuk," ajak Humaira yang mendapat anggukan dari Prilly.

***

"Flight attendant, prepare for arrival," suara Ali terdengar, menandakan pesawat sebentar lagi akan mendarat.

Tepat pukul 17:00 waktu setempat. Pesawat yang dikendalikan oleh Ali mendarat di Bandara internasional Haneda di Tokyo, jepang.  Ali sudah keluar dari area Bandara bersama crew pesawat lainnya. Mereka menuju hotel yang akan di tempati untuk beristirahat.

Sesampainya di kamar hotel, Ali langsung membanting tubuhnya ke atas kasur. Lelaki itu menghela nafas sejenak lalu menghidupkan ponselnya, mengirim pesan pada Prilly.

Me
Assalamualaikum, aku sudah sampai✅

Selang beberapa detik layar pipih itu menampilkan balasan dari Prilly.

Prilly
Wa'alaikumsalam. Alhamdulillah, jangan lupa salat ya :)

Ali tak membalas lagi, lelaki itu memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Setelah itu ia membuka koper untuk mengambil pakain serta sajadah yang sudah disiap kan oleh Prilly. Lelaki itu menggelar sajadah bersiap menunaikan salat.

"Assalamualaikum warahmatullah," ucap Ali mengakhiri salatnya. Suara bel terdengar lelaki itu menyimpan sajadah, melepas sarung, peci beserta baju koko hingga kini Ali hanya menggunakan celana pendek selutut di padu dengan kaos hitam.

Ali membuka pintu, lelaki itu terkejut bukan main ketika melihat siapa yang sedang berdiri di depan kamar hotelnya.

"Selamat sore Honey." perempuan itu tersenyum manis menatap Ali.

"Aletta," Ali memundurkan tubuhnya ketika Aletta mendorong pelan dada lelaki itu.

"Iya, ini aku. Kenapa?" Aletta masuk begitu saja ke kamar Ali.

"Kenapa bisa ada di sini?"

Aletta terkekeh. "Kita satu pesawat. Kamu aja nggak sadar." Aletta bersedekap dada.

"Mau ngapain ke sini?" tanya Ali heran.

"Mau ketemu kamu lah."

Ali tidak habis pikir dengan Aletta. Perempuan yang satu ini sepertinya memang sudah gila.

"Keluar sekarang!" perintah Ali. Tangannya mendorong pelan bahu Aletta menuju pintu.

Aletta menghentakkan kakinya kesal. "Nggak mau! Aku mau di sini aja sama kamu," Aletta merengek manja.

Dulu, Ali sangat suka ketika Aletta merengek padanya. Tapi kenapa sekarang Ali malah merasa jijik mendengarnya.

"Dia butuh kasih sayang kamu, Li." Aletta meraih tangan Ali, menempelkan telapak tangan lelaki itu pada perutnya yang masih tampak rata.

"Ngaco!" Ali menarik tanganya. "Pergi dari sini Aletta!"

Aletta menggeleng keras, bukannya pergi perempuan itu malah memeluk Ali dengan sangat erat.

"Sebentar aja kayak gini," ucap Aletta.

Tangan Ali menggantung di sisi tubuhnya. Sebenarnya bisa saja ia mendorong Aletta agar tak lagi memeluknya. Tapi sayang hati kecil Ali tak tega melakukan hal itu.

"Maaf untuk apa yang pernah aku lakuin sama kamu. Aku tahu aku salah, aku pengen perbaiki kesalahan aku Li." lirih Aletta. Sementara Ali hanya diam.

Aletta menyeringai ketika merasakan Ali membalas pelukannya. Bahkan, lelaki itu menopang dagunya di atas pundak Aletta. Ali menghirup dalam aroma tubuh Aletta yang dulu sempat membuatnya candu, matanya terpejam seolah menikmati pelukan seseorang yang pernah sangat ia cintai. Mungkin, sekarang pun perasaan itu masih tetap sama.

Cukup lama berada dalam posisi itu sampai akhirnya Ali lebih dulu mengurai pelukannya. "Kalau kamu mau tetap di sini, biar aku yang pergi!" Sepasang kaki Ali melangkah meninggalkan Aletta.

Aletta tersenyum puas. Ia tidak menahan Ali, seengganya dengan kejadian ini ia tahu bahwa Ali memang masih mencintainya. Semangat Aletta untuk kembali mendapatkan lelaki yang sudah berstatus suami orang itu semakin berkobar.

Ali memilih pergi ke kamar Dirga, Co-pilot yang mendampinginya pada penerbangan kali ini.

"Saya boleh beristirahat di kamar kamu?" tanya Ali ketika Dirga membuka pintu.

Lelaki bertubuh tinggi itu mengangguk. "Boleh Capt, ayo masuk."

"Terima kasih." Ali langsung merebahkan dirinya ke atas kasur.

"Ada apa sama kamar kamu Capt?" Dirga masih berdiri menatap Ali.

"Di kamar saya ada wanita penggoda, berbahaya," jawab Ali dengan mata yang terpejam.

Dirga mengerutkan kening, bingung. "Maksudnya?"

"Nggak usah di bahas, nggak penting."

Dirga diam, tidak bertanya lebih banyak lagi. Lelaki itu kembali berjalan ke arah pintu, sepertinya di luar ada orang yang juga ingin bertamu ke kamarnya.

"Siapa, Ga?" tanya Ali.

"Nggak ada orang, adanya cuma ini." Dirga membolak-balik amplop cokelat yang berada di tangannya.

Ali bangun dari berbaringnya. "Apa?"

"Ini," Dirga menunjukkan amplop itu.

"Coba buka."

Dirga pun membuka amplop itu, di dalamnya ada sebuah foto. Lelaki itu menyodorkan selembar foto yang ada di tangannya pada Ali setelah memastikan bahwa ia tidak mengenal sosok yang berada di dalam foto itu.

Rahang Ali mengeras ketika melihat dua orang yang berada di dalam foto itu. Foto yang berada di tanganya pun di remas hingga menjadi sebuah gumpalan.

***

Tuh yang kemarin minta adain Aletta. Aku adain😃

Terima kasih karena telah membaca cerita ini💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top