[15] Dekapan
Prilly baru saja selesai merekap hasil ulangan muridnya di sekolah. Perempuan itu meneguk segelas susu yang tinggal setengah sampai habis.
"Udah selesai?" Ali datang membawa sebuah kotak berisi donat.
Prilly menoleh. "Udah, kok. Kenapa?"
"Mau nggak?" Ali meletakkan kotak itu di atas meja.
"Mau dong." Prilly menghampiri Ali lalu duduk di samping lelaki itu. Ia mengambil satu donat dengan toping cokelat kacang lalu menyantapnya setelah membaca bismillah terlebih dahulu.
"pelan-pelan makannya." tegur Ali.
Prilly tersenyum dengan mulut yang penuh dengan donat. "Maaf."
Ali meminum air putih di hadapanya setelah menghabiskan satu donat. Lelaki itu berjalan ke arah lemari.
"Mau ngapain?" mata Prilly fokus memperhatikan Ali yang sedang mengambil beberapa baju lalu mulai memasukkan nya ke dalam koper yang baru ia ambil.
"Beresin barang. Besok mau flight."
"Flight?" Prilly bergumam.
Ali menatap malas ke arah Prilly. "Aku pilot. Kamu tahu, kan?"
Prilly menepuk jidatnya pelan. Ia baru ingat kalau Ali seorang pilot. "Lupa." Prilly menghampiri Ali, membantu lelaki itu memberaskan barang.
"Penerbangan kemana?" tanya Prilly, tangannya sibuk melipat baju milik Ali.
"Jepang." Ali duduk di atas karpet, membiarkan Prilly mempersiapkan keperluanya.
"Berapa lama?"
"Nggak lama kok. Cuma 3 hari."
"Lumayan lama itu."
"Emang kenapa?"
"Aku di rumah sendirian dong." Prilly menutup koper, selesai dengan aktifitasnya.
"Nggak berani?" tanya Ali yang mendapat anggukan dari Prilly.
"Nanti aku minta Humaira buat temenin kamu."
"Aku pengen nginep di rumah mama aja, boleh?"
Ali mengangguk mengiyakan permintaan Prilly. "Aku bakalan sering pergi, loh."
"Aku sering di tinggal berarti."
"Pasti lah. Resiko jadi istrinya pilot ya itu." Ali berdiri dari duduknya lantas berbaring di atas sofa.
"Nggak papa kok." Prilly ikut berdiri. "Malam ini kamu tidur di kasur, biar aku yang di sofa. Gantian."
"Hmm." Ali hanya bergumam dengan mata yang terpejam.
"Eh, malah merem. Pindah ke kasur dulu nanti ketiduran." Prilly menarik pelan tangan Ali untuk pindah. Ali pun menurut, lelaki itu berbaring dengan nyaman di atas kasur.
Sebelum tidur Prilly berwudhu terlebih dahulu.
"Lampunya aku matiin ya," ucap Prilly.
"Hmm." Lagi, Ali hanya merespon dengan gumaman.
Satu minggu tinggal satu atap dengan Ali membuat Prilly mulai mengenal sedikit demi sedikit sosok lelaki itu. Ali adalah pribadi yang cukup menyenangkan menurut Prilly. Perlahan, pikiran buruk yang sebelumnya bersarang di otak Prilly tentang Ali mulai menghilang.
Prilly mematikan lampu lalu menyalakan lampu tidur. Ia berbaring di sofa, mulutnya melafalkan doa sebelum benar-benar hanyut ke alam mimpi.
Setelah memastikan Prilly sudah tidur, Ali mendekati perempuan itu. Tanganya terulur mengangkat tubuh mungil Prilly ke dalam gendongan. Dengan hati-hati Ali memindahkan Prilly ke atas kasur. Jemarinya menyingkirkan helain rambut yang menutupi sebagian wajah istrinya itu. Dengan perlahan pula Ali menaiki kasur dan ikut berbaring di samping Prilly, di tariknya tubuh mungil itu ke dalam dekapan.
Prilly merasa tidurnya terganggu. Tubuhnya menggeliat kecil merasa pergerakan terbatas karena terkurung sesuatu.
Mata hazel-nya mengerjap. "Ali," panggilnya pelan.
"Tidur lagi aja, nggak papa." Ali mengeratkan pelukannya.
Prilly mendongak menatap wajah Ali, lelaki itu memejamkan mata di tengah ruangan yang remang.
"Tidur!"
Prilly menganggukkan kepala dalam dekapan Ali. Jantungnya berdetak tidak karuan, Prilly mencoba untuk menikmati irama degup di dadanya. Matanya mulai terpejam dengan kepala yang semakin terbenam di dada Ali. Bahkan Prilly bisa mendengar jelas suara degup jantung lelaki itu. Irama degup itu seperti beradu dengan degup jantung miliknya.
***
Ali mengurai pelukannya. Tanganya meraba mencari ponsel. Waktu menunjukan pukul 02:55 setelah Ali berhasil mengambil dan menyalakan benda pipih itu.
"Bangun, Pril." jemari Ali mengelus lembut pipi Prilly.
Prilly menggeliat sambil bergumam tidak jelas.
Ali menyalakan lampu membuat mata Prilly terpejam semakin rapat. "Kenapa?" tanya Prilly dengan suara khas orang bangun tidur.
"Kamu mau salat malam, kan?"
Perlahan kelopak mata Prilly terbuka. "Jam berapa?"
"Hampir jam 3," jawab Ali. Lelaki itu kambali berbaring setelah menyalakan lampu.
Prilly pun bangun bersiap mengambil wudhu. "Kamu nggak ikut salat?" tanya Prilly ketika melihat Ali memeluk guling dengan mata yang terpejam.
"Ngantuk," Ali menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuhnya.
"Kena air, ngantuknya bakal hilang kok."
"Kamu duluan aja sana."
Prilly menurut. Ia bergegas mengambil wudhu. Usai berwudhu Prilly melihat Ali sedang duduk bersandar di kepala ranjang.
Lelaki itu bangkit ketika melihat Prilly sudah selesai dengan aktifitasnya. "Siapan baju buat aku," ucapnya sebelum memasuki kamar mandi.
Prilly mengangguk. Bibirnya menyunggingkan senyum.
"Ganti baju dulu gih." Prilly menggelar dua sajadah ketika Ali keluar dari kamar mandi.
Tanpa kata-kata Ali langsung mengambil baju berserta sarung yang sudah di siapkan Prilly. Lelaki itu kembali ke kamar mandi untuk mengganti pakainnya.
Prilly sudah siap dengan mukena putih bercorak bunga kecil berwarna ungu miliknya. Ali pun mulai berdiri di atas sajadah, bersiap melaksakan salat malam bersama Prilly.
Usai shalat Prilly mendahkan tangan. Berdoa di tengah keheningan malam. Prilly sangat bahagia sekarang, ia sangat bersyukur melihat perubahan Ali. Semua perlu proses dan Prilly percaya bahwa Ali sedang melakukan sebuah proses untuk perubahan dirinya menjadi lebih baik lagi.
"Serius banget berdoanya." celetuk Ali, sedari tadi ia hanya memperhatikan Prilly, tidak ikut berdoa.
Prilly mengakhiri doanya dengan mengucap kata amin. "Yaiyah serius. Masa doa sambil bercanda." Prilly melepas mukena lalu membereskan alat shalat miliknya dan juga Ali.
"Oh, iya. Makasih udah bangunin aku." Prilly tersenyum menatap Ali.
"Biasanya kamu bangun sendiri. Kenapa tadi nggak kebangun?"
"Nggak tahu juga, Mungkin aku kecapean."
Ali berdehem. "Kecapean atau terlalu nyaman tidur di peluk sama aku?" Ali menaik turunkan alisnya."
Semburat merah langsung menyembur di pipi chubby milik Prilly. Perempuan itu memalingkan wajah, malu.
"Loh, kok pipinya merah?" Ali memegangi pipi Prilly dengan jemarinya. Sekuat tenaga Ali menahan senyum melihat Prilly yang salah tingkah.
"Ali, ish apa sih. Nggak kok." Prilly menepis tangan Ali dengan kesal.
"Cie baper." Ali tertawa ringan.
Mata Prilly melotot, sejak kapan Ali suka menggodanya? Bibir Prilly berkedut. Kakinya dihentakkan, kesal dengan ulah Ali.
Ali menggigit bibir bawahnya. Dengan gemas lelaki itu mengacak pucuk kepala Prilly.
Prilly tertegun dengan sikap Ali. Ia selalu senang jika ada orang yang mengacak atau mengelus pucuk kepalanya. Bagi Prilly hal sederhana itu adalah sebuah bentuk dari rasa kasih sayang.
"Sakit!" Prilly tersadar dari lamunanya ketika Ali mencubit pipinya cukup keras.
"Siapa suruh bengong." Ali bersedekap dada.
"Ngeselin ish."
Ali mendekatkan wajahnya pada Prilly. "Udah jatuh cinta belum sama aku?" tanya Ali pelan.
Spontan Prilly mendorong tubuh Ali. "Bukannya jatuh cinta, malah jadi kesel."
"Kalau kayak gini jatuh cinta nggak?"
Prilly mengerutkan kening heran, Ali tidak melakukan apa-apa.
"Ali!" Prilly menutup wajahnya dengan tangan ketika Ali mendaratkan satu kecupan di pipinya.
Ali malah terbahak melihat tingkah Prilly. Lelaki itu membanting tubuh ke atas kasur, bersiap untuk tidur kembali.
Prilly mengulum senyum. Perasaannya campur aduk antara malu, kesal dan bahagia.
***
Gimana perasaanya setelah baca part ini? *jawab, aku nanya loh :)*
1000+ kata panjang, kan? Panjang lah menurut aku😆
Enakkan ya kalau nggak ada Aletta wkwk.
Terima kasih karena telah membaca cerita ini💕 terus ikuti kisah AUFC ya, jangan lupa berikan vote dan komentarnya :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top