[14] Bukti
"Aku akan menikahimu Aletta."
Kata-kata yang Ali ucapakan sukses membuat dada Prilly bergemuruh hebat. Perempuan itu menatap Ali dengan mata yang berkaca-kaca, berbeda halnya dengan Ali yang menampilkan wajah santai saking santainya lelaki itu tersenyum tipis menatap Prilly. Seolah apa yang ia ucapkan tak berarti apa-apa.
Rasanya Aletta ingin berteriak saking senangnya. Mata sembabnya berbinar seketika. "Kamu serius Li?"
"Ya nggak lah." Ali terkekeh pelan. "Aku bukan lelaki bodoh yang mau nikahin kamu gitu aja tanpa adanya bukti. Bahkan aku nggak yakin kalau kamu beneran hamil." lanjut Ali.
Batu besar yang serasa menghimpit dada Prilly kini mulai terangkat. Sesak itu hilang berganti dengan rasa melegakan. Tapi bagaimana jika Aletta bisa membuktikan ucapanya?
Setelah dibuat melayang tinggi lantas dijatuhkan ke dasar bumi, Sungguh menyakitkan. Aletta dongkol setengah mati namun ia berusaha menahan emosi. "Kamu perlu bukti? Apa ini cukup?" Aletta mengambil sesuatu dari dalam tasnya, sebuah tes pack. Lantas menunjukkan benda itu pada Ali.
Ali diam, benda itu menunjukkan dua garis yang artinya positif.
"Positif," ucap Prilly.
"Positif kan? Bagaimana Prilly, kamu nggak keberatan kan kalau Ali nikahin aku?" Aletta bertanya seringan kapas.
Prilly menarik nafas. "Kalau faktanya memang begitu ak...
"Nggak!" potong Ali cepat. "Aku nggak akan nikahin dia." Ali menatap tajam ke arah Prilly.
Prilly tak berani lagi berucap. Nyalinya langsung menciut mendapat tatapan seperti itu dari Ali.
"Kamu harus nikahin aku Li!" bentak Aletta.
"Nggak! Bukti itu nggak cukup buat aku."
"Terus kamu mau bukti apa?! Kamu udah ngehamilin aku Li, dengan gampangnya kamu nolak nikahin aku. Brengsek tau nggak! Mau enaknya doang giliran diminta tanggung jawab nggak mau!" Aletta berdiri dari duduknya, emosinya memuncak.
"Mau aku bilang berapa kali lagi hah?! KALAU AKU NGGAK PERNAH NGERASA NGELAKUIN APA-APA SAMA KAMU!" Ali mulai tersulut emosi dengan tinggah laku Aletta.
"WAKTU ITU KAMU NGGAK SADAR! NGERTI NGGAK SIH?! Aletta balas berteriak didorong nya dada Ali brutal.
Sedangkan Prilly hanya menjadi penonton ia tidak tahu mana yang benar mana yang salah.
Ali mengusap wajahnya kasar. "Aku nggak akan pernah mau tanggung jawab sebelum kamu bisa ngasih bukti yang nyata."
"Bukti apa lagi hah?!
"Tunggu sampai bayi itu lahir, aku akan melakukan tes DNA. Kita lihat hasilnya," jawab Ali.
Aletta menggeleng. "Nggak mau! Itu terlalu lama. Kamu kenapa sih Li? Apa susahnya coba nikahin aku?"
"Jelas susah lah! Aku udah nikah. Pikir dong pakai otak."
"Gampang, cerain dia! Lagian kamu pasti masih cinta kan sama aku." Aletta menunjuk ke arah Prilly.
Prilly menatap tak percaya pada Aletta. Mudah sekali perempuan itu berbicara.
Tanpa mengucap sepatah kata pun Prilly berlalu meninggalkan Aletta dan Ali.
"Jangan pernah bicara soal cinta Aletta, ingat baik-baik tentang apa yang kamu lakukan sama aku," ucap Ali penuh penekanan.
"Al..
"Pergi dari sini!" Ali mengarahkan jarinya ke arah pintu.
"Tap..
"PERGI!" teriak Ali, mata elangnya menatap nyalang ke arah Aletta.
Plak
Satu tamparan keras mendarat di pipi Ali. Bersamaan dengan itu Aletta melenggang pergi dengan amarah yang masih menguasi dirinya.
Tamparan yang diberikan Aletta memberi bekas kemerahan pada wajah Ali. Lelaki itu mengusap pelan pipinya lantas menyusul Prilly menuju kamar.
"Aku bukan lelaki brengsek seperti apa yang Aletta katakan." Ali mendekat ke arah Prilly yang sedang berdiri di depan jendela yang terbuka.
Prilly hanya diam, pandanganya menatap ke luar jendela sama sekali tak menoleh ke arah Ali.
"Aku nggak tahu siapa yang benar di sini," ucap Prilly ketika Ali berdiri tepat di sampingnya.
"Kamu cukup percaya sama aku," balas Ali.
Prilly menoleh. "Bukti apa yang bisa membuat aku percaya sama kamu?"
"Aku nggak bisa ngasih bukti apa-apa."
Prilly terkekeh, air matanya mengalir perlahan. "Serumit ini ternyata."
Ali menarik bahu Prilly agar menghadapnya. "Tolong percaya sama ucapan aku. Itu aja."
Prilly mengangguk pelan mengiyakan ucapan Ali. Bagaimana pun ia harus mencoba percaya pada suaminya.
"Rasa cinta memang belum hadir di antara kita. Aku masih mencintai lelaki lain begitu pula dengan kamu yang aku yakin masih sangat mencintai Aletta. Iya kan?"
Ali hanya diam, Prilly kembali melanjutkan ucapannya.
"Walaupun tanpa ada nya cinta, aku pengen kita tetap pertahanin pernikahan ini sampai suatu saat Allah memang menakdirkan kita untuk berpisah." lanjut Prilly.
"Aku bersedia untuk hal itu. Cinta datang karena terbiasa, semoga kalimat itu juga berlaku untuk kita," balas Ali. Mata elangnya menatap lekat ke arah Prilly. Lewat tatapan mata itu Prilly tahu kalau apa yang Ali katakan benar-benar tulus.
Ali menghapus air mata Prilly dengan ibu jarinya. "Kita perlu kerja sama."
Prilly menatap Ali heran, ucapan lelaki itu terdengar ambigu. Bekerja sama untuk apa?
Tahu apa yang ada di pikiran Prilly, Ali pun melanjutkan ucapannya. "Kita harus saling melengkapi, bekerja sama untuk menghilangkan orang yang ada di dalam hati kita. Tugasku adalah membuat kamu jatuh cinta sama aku, begitu pula sebaliknya. Setuju?" Ali mengarahkan jari kelingkingnya ke hadapan Prilly.
Prilly menarik nafas lalu mengangguk mantap. "Setuju," perempuan itu mengaitkan jari kelingkingnya ke jari milik Ali. Keduanya tersenyum menatap satu sama lain.
"Aku mau mandi," ucap Ali berlalu begitu saja dari hadapan Prilly.
"Aku mau masak, kamu mau dibuatin apa?" tanya Prilly.
"Kamu bisanya masak apa?" Ali sudah membuka pintu kamar mandi.
"Nggak banyak sih yang aku bisa." Prilly tersenyum kikuk.
"Masak apa aja. Terserah kamu."
Prilly mengangguk lantas pergi menuju dapur. Sesampainya di dapur, Prilly mulai menyiapkan bahan-bahan yang ingin ia masak. Perempuan itu memilih memasak yang gampang-gampang saja karena memang itu yang ia bisa. Membuat sayur sop dan menggoreng ayam, itu saja.
Setelah selesai dengan aktifitas memasaknya, Prilly menghampiri Ali di kamar. Ternyata lelaki itu sedang tidur.
"Bangunin nggak ya?" tanya Prilly pada dirinya sendiri.
"Mau bangunin, gimana cara banguninnya?"
"Bangunin nggak? Bangunin." Prilly menimbang-nimbang sepasang kakinya mulai melangkah menghampiri Ali yang tidur di kasur.
Prilly menepuk-nepuk tangan Ali. Cara itu gagal.
Prilly menepuk pelan pipi Ali. "Li bangun," Prilly tersentak ketika tanganya malah diraih lantas digenggam oleh lelaki itu.
"Ali kangen mama," gumam Ali pelan dengan mata yang masih terpejam.
"Aku Prilly, bukan Mama." sahut Prilly.
"Mah....
"Aku Prilly, Ali. Kamu ngigo nih."
Ali tak berekasi apapun nafas lelaki itu tampak teratur menandakan bahwa ia masih dalam keadaan tidur.
Prilly yang awalnya berdiri kini memilih duduk di lantai, satu tanganya masih berada dalam gengaman Ali. Tiba-tiba Prilly merasa tidak tega membangunkan lelaki itu.
Mata Prilly mulai berat ia pun menopang kepalanya di samping kasur. Lelah dan akhirnya ia pun ikut tertidur.
***
Gimana? Udah legakan Ali nggak nikahin Aletta gitu aja?
Part sebelumnya lumayan banyak yang komentar. Pertahankan ya :) hujat terus aja Aletta😂
part ini sempat hilang loh dari draf. Akhirnya mood aku buat nekt hancur seketika. Tapi alhamdulillah masih bisa balik :)
Terima kasih kerena telah membaca cerita ini💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top