Birthday Accident


Author POV

20 Desember 20xx, Kyoto 06.00 P.M

Shinju tengah membungkus kanvas yang berisi goresan cat membentuk sebuah lukisan sebagai hadiah ulang tahun untuk tuan mudanya. Sesekali matanya melirik kearah jam dinding yang terpasang pada tembok kamar flatnya. Gadis dengan surai kecoklatan itu menghela nafas gusar, berharap ia tak datang terlambat ke pesta yang diadakan Akashi. Butuh waktu setengah jam dari flatnya untuk sampai ke tempat pesta diadakan, dan jam sudah menunjukan pukul 06.30 sore sedangkan acara dimulai pukul 07.00 malam. Salahkan Akashi yang melarangnya untuk datang membersihkan apartement, akhirnya karena bosan menunggu hingga sore, gadis manis tersebut tak sengaja tertidur dan saat bangun jam sudah menunjukan pukul 05.30 sore. Salahkan juga ibunya yang pergi terlebih dahulu tanpa membangunkannya.

"Huaaa, ibu kenapa tak membangunkanku?" rengek Shinju, pada ibunya yang berada diseberang sambungan telepon.

'Hahaha, maaf Shinju chan. Ibu kira kau akan bangun sebelum jam 5, jadi ibu tak membangunkanmu. Lagipula tidurmu nyenyak ibu tak tega membangunkanmu.'

"Terus bagaimana caranya aku datang ke pesta itu? Aku kan bukan karyawan perusahaan, jadi tak mendapat undangan. Dan aku hanya diundang langsung oleh Seijuurou kun. Bagaimana aku masuk?"

'Hahaha, benar juga. Bagaimana, ya? Hmm...'

"Ibu apakah sekarang waktu yang tepat untuk tertawa?"

'Maaf sayang. Ahh, benar juga, Shinju chan kamu datang saja, nanti ibu akan minta tolong pada anak pak manager untuk menjemputmu di lobby hotel.'

"Eh? Kenapa tidak ibu saja yang menjemputku di lobby hotel?"

'Ibu masih harus mengawasi para waiters menyiapkan beberapa hidangan untuk para tamu undangan, menggantikan pak manager yang sedang menjemput tuan direktur di bandara.'

"Hh. Baiklah kalau begitu, aku akan menelpon ibu jika aku sudah sampai sana." Shinju mematikan sambungan teleponnya, menghela nafas lalu kembali merapikan lukisan yang akan ia berikan sebagai hadiah ulang tahun tuan mudanya.

.

.

Shinju mengelap peluh yang membasahi dahinya dengan saputangan; sesaat setelah ia turun dari bus yang tumpanginya. Ia harus mengeluarkan tenaga lebih untuk menahan desakan para penumpang, agar lukisan yang ia bawa tak rusak. Ditatapnya kembali sebuah hotel bintang 5, yang salah satu aulanya disewa Akashi corp untuk pesta natal dan ulangtahun tuan muda Akashi. Kedua kaki Shinju yang terbalut sebuah ankle boots putih mulai melangkah memasuki lobby hotel, lalu berjalan menuju sebuah sofa dan mendudukinya. Shinju mengeluarkan sebuah cermin kecil dari tas tangannya, kembali mengecek penampilannya agar lebih rapi.

"Hal pertama yang harus kau lakukan saat sampai di lobby hotel adalah mengeluarkan ponselmu dan menelpon, tapi kau malah mengeluarkan cermin dan berdandan."

Sebuah suara mengejutkan gadis manis bersurai kecoklatan itu, ia menoleh keasal suara dan mendapati seorang pemuda bersurai abu dengan balutan jas formal tengah membaca sebuah light novel.

"Ma-Mayuzumi senpai, sejak kapan..."

"Aku sudah menunggumu sejak 10 menit yang lalu." Jawab si pemuda, yang Shinju ketahui sebagai kakak kelas sekaligus anak dari manager perusahaan tempat ibunya bekerja; sebuah kebetulan yang mengejutkan.

"Aku kan belum menghubungi ibuku, kenapa senpai sudah menunggu disini?"

"Karena aku bosan berada didalam yang penuh dengan banyak orang. Kalau bukan karena ayah, aku lebih memilih menghabiskan waktu dirumah dan membaca light novel daripada harus menghabiskan waktu ditempat ramai seperti ini." Ucapnya disertai hembusan nafas lelah.

Shinju tertawa kecil menanggapi keluhan kakak kelasnya itu. "Baiklah, kalau begitu ayo kita kembali ke aula pesta."

Mayuzumi melirik kecil kearah adik kelasnya itu, menghela nafas dan menutup light novelnya, pemuda berusia 18 tahun itu beranjak dari sofa empuk di lobby. "Sebegitu rindunya kau pada Akashi hingga ingin cepat-cepat bertemu."

"Bu-bukan begitu senpai. Aku hanya ingin cepat-cepat memberikan hadiahku ini, karena berat harus terus membawanya." Elak Shinju defensif, mengikuti langkah kaki Mayuzumi.

Tak ada percakapan sepanjang kaki Shinju melangkah menuju aula pesta, Mayuzumi sendiri tak berniat untuk berbincang dengan adik kelasnya tersebut. Hanya butuh waktu 5 menit untuk Shinju menjejakkan kakinya di aula besar yang dihias dengan pernak pernik natal, bahkan pohon natal besar pun ada didalam aula tersebut. Seperti yang dikatakan Mayuzumi, aula besar tersebut penuh dengan banyak orang dengan pakaian formal mereka. Sebagian besar sekumpulan orang tersebut adalah para karyawan yang bekerja diperusahaan Akashi corp cabang Kyoto, dan sisanya seperti informasi yang Shinju ketahui dari Mibuchi yaitu, rekan bisnis keluarga Akashi.

Shinju mengedarkan pandangannya ke sekeliling aula, mencoba menemukan seseorang yang ia kenal; ketika Mayuzumi secara tiba-tiba menghilang dari pandangannya.

"Shinju chan."

Tepukan halus dibahu, dan suara berat khas seorang pria menyapa Shinju. Ia menoleh mencoba melihat siapa gerangan yang menyapanya. Seorang pria dewasa dengan balutan jas formal dan senyum tipis menghiasi wajahnya, mahkota kelabu si pria terlihat berkilau dibawah paparan lampu gantung aula tersebut. Shinju berbalik, lalu membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai sikap hormat dan sopan santun.

"Selamat malam, tuan manager."

"Jangan panggil aku seperti begitu, kau terlihat seperti ibumu jika memanggilku seperti itu." Si pria tersenyum kecil.

"Oh, apakah itu panggilan sayang antara tuan manager dengan ibu?" canda Shinju mencoba menggoda pria dihadapannya. Pria bermarga Mayuzumi itu tertawa mendengar ucapan menggoda dari adik kelas putranya itu.

"Apa kau keberatan jika itu menjadi panggilan sayang dari ibumu padaku?" balas si pria menanggapi candaan Shinju.

"Ohh, tentu aku tidak keberatan dengan hal itu."

"Kalau begitu kira-kira panggilan sayang apa yang cocok kau ucapkan padaku. Hmm, tousan? Papa? Daddy?"

"Bagaimana jika papi? Aku ingin mencobanya."

"Kalau begitu kau bisa memanggilku papi."

"Tentu saja. Tapi jika anda dan ibu sudah resmi mendaftaran diri ke kantor urusan pernikahan."

Mereka berdua tertawa setelah membicarakan ucapan yang terlihat sensitif bagi beberapa orang; mungkin. Shinju sendiri mengucapkan ucapan itu bukan untuk tujuan bercanda, ia sadar jika pria dihadapannya ini punya hati dengan sang ibu. Tapi sayang entah karena alasan apa, ibunya hanya bersikap layaknya atasan dan bawahan. Sebisa mungkin sang ibu menghindari hal-hal yang bisa menyinggung tentang perasaan sang manager padanya.

"Kau terlihat kebingungan Shinju chan, ada yang bisa kubantu?"

"Sebenarnya aku datang terlambat, jadi sedikit canggung berada ditengah-tengah pesta mewah ini. Terlebih tak ada satu orang pun yang ku kenal- ahh sebenarnya tadi ada, tapi dia tiba-tiba menghilang begitu saja." Jelas Shinju.

"Chihiro, ya. Aku yakin saat ini dia pasti sedang mencari tempat yang sedikit tenang untuk membaca novelnya."

"Ya, bisa kubayangkan."

Sekali lagi mereka tertawa setelah berbincang singkat mengenai pemuda bernama Mayuzumi Chihiro itu.

"Apa kau sudah bertemu ibumu? Tadi dia menggantikanku mengawasi para waiters."

"Aku belum bertemu dengannya, karena aku tak tau dimana ibu. Aku ingin bertanya pada Mayuzumi senpai tapi dia keburu hilang duluan."

"Kalau begitu aku antar menemui ibumu."

Shinju tersenyum dan mengangguk kecil. Mengikuti langkah kaki Mayuzumi senior menuju pojok ruangan aula tersebut. Mayuzumi senior menyibak tirai dipojok ruangan, yang ternyata menghubungkan sebuah ruang persiapan dengan aula tempat pesta. Diruang persiapan tersebut, terlihat beberapa waiters tengah sibuk menyiapkan kue dan minuman yang akan dibawa ke aula tempat pesta berlangsung. Diantara para waiters, terlihat sesosok wanita dewasa dengan gaun hitam sepanjang mata kaki dan surai kecoklatan si wanita disanggul rapi keatas. Dibelakangnya terlihat seorang pemuda dengan surai kelabu tengah duduk bersandar di sofa kecil dengan sebuah novel ditangannya.

"Ibu." Panggil Shinju berlari kecil menuju si wanita.

"Shinju chan." Si wanita tersenyum senang, lalu memberi pelukan pada putri semata wayangnya.

"Ternyata kau disini ya, Chihiro. Kenapa tidak mengajak Shinju chan?" tanya Mayuzumi senior pada putranya yang masih asyik membaca novel, tak mempedulikan dramaqueen pertemuan antara ibu dan anak didepannya.

"Kupikir dia mengikutiku. Tapi saat sampai disini, aku baru sadar dia tak mengikutiku." Jawab Mayuzumi, masih terfokus pada novel ditangannya.

"Itu karena hawa keberadaanmu susah disadari, Chihiro." Ujar sang ayah, mencoba mengacak pelan surai kelabu anaknya, tapi segera ditepis oleh tangan sang putra.

"Jangan acak rambutku. Aku tak mau untuk kedua kalinya harus menata rambut dan memakai spray aneh yang membuat rambutku kaku."gerutu Mayuzumi junior.

Ditengah perdebatan antara ayah dan anak tersebut, Shinju mencoba memanggil salah satunya. "Mayuzumi s-"

"Ada apa?" kedua pria itu menoleh, menatap gadis dengan dress berwarna putih tulang yang pas dengan tubuh langsingnya.

"Ano, aku hanya memanggil senpai, jadi tuan manager tak perlu menengok."

"Kalian berdua kompak sekali, ya." Ujar si wanita.

"Kenapa kau menoleh, ayah?"

"Kenapa aku tak boleh menoleh, saat ada seseorang yang memanggil namaku!" protes Mayuzumi senior.

"Maka dari itu kami memanggil anda tuan manager, agar tak tertukar saat memanggil Mayuzumi kun." Timpal si wanita.

"Oke, kalian memojokanku. Sudah puas?"

Dua wanita itu tergelak kecil setelah menggoda sang pria Mayuzumi, sedangkan sang putra hanya menampakan senyum kecil diwajah datar dan dinginnya.

"Ngomong-ngomong, mau sampai kapan kalian disini? Ayo keluar dan nikmati pesta natalnya."

"Oh, betul juga. Shinju chan keluarlah dan nikmati pestanya. Ibu akan menyusulmu, setelah selesai sebentar lagi."

"Ahh, iya. Tuan manager apa kau tau dimana Sei- maksudku tuan muda berada? Aku ingin memberikannya hadiah ini." Ucap Shinju, memperlihatkan tote bag besar berisi lukisan yang dibuatnya sebagai hadiah ulang tahun Seijuurou.

"Kau ingin menyerahkannya langsung pada tuan Akashi?

Shinju mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Mayuzumi senior.

"Kalau begitu berikan nanti saja. Saat pesta sudah selesai." Sela Mayuzumi Chihiro.

"Apa yang dikatakan Chihiro benar. Saat ini tuan Akashi pasti sedang berbincang bersama tuan direktur dan beberapa relasi bisnisnya. Kau tau, bahkan para tamu undangan menyerahkan kado ulang tahun tuan Akashi para seorang karyawan yang memang bertugas sebagai penerima hadiah, dan kado tersebut ada di ruangan khusus yang dipakai untuk meletakan hadiah tuan Akashi. Jadi jika kau ingin menyerahkannya langsung sebaiknya saat acaranya selesai saja."

"Uhm, tapi aku tak mungkin membawa tas besar ini ke aula pesta. Bisa-bisa hadiahku rusak."

"Titip disini saja, Shinju chan. Untuk sementara waktu ibu akan ada disini, jadi hadiahmu akan aman."

"Baiklah, kupercayakan hadiahku padamu ibu." Ujar Shinju, menyerahkan tote bag pada sang ibu.

"Tenanglah. Dengan segenap jiwa dan raga, akan ibu lindungi hadiahmu ini Shinju chan."

Shinju tertawa kecil, lalu memeluk ibunya sebelum ia melangkah menuju aula pesta bersama Mayuzumi Chihiro.

.

.

Seijuurou mengedarkan pandangannya ke segala penjuru aula pesta. Berharap menemukan gadis dengan surai kecoklatan yang tengah ditunggu-tunggu olehnya. Bahunya ditepuk halus oleh seseorang, Seijuurou menoleh dan mendapati kedua kakak kelasnya tersenyum pada dirinya.

"Sei chan, otanjoubi omedettou. Ini hadiah dariku."

Pria dengan surai hitam sebahu menyerahkan sebuah kotak yang terbungkus rapi pada Seijuurou. Seijuurou tersenyum kecil, menerima benda tersebut dan menggumamkan terima kasih.

"Ini hadiah dariku Akashi. Oh, dan ini hadiah dari si gorilla otot." Hayama menyerahkan dua kotak hadiah pada Seijuurou, dan diterima oleh seorang pelayan yang sebelumnya telah ia panggil.

"Nebuya san tidak datang?" tanya Seijuurou, menyerahkan ketiga hadiahnya pada sang pelayan dan segera memberi gesture agar si pelayan meninggalkan mereka.

"Sebenarnya dia ingin datang, tapi tiba-tiba dia harus pergi ke Hokkaido bersama dengan keluarganya." Jelas Mibuchi.

"Dia terlihat sangat menyesal karena tidak bisa datang lho, Akashi. Katanya sayang sekali dia tidak bisa menyicipi berbagai makanan enak disini." Sela Hayama.

Seijuurou terkekeh kecil mendengar cerita dari Hayama.

"Oh iya kau sendirian? Kupikir kau akan bersama dengan ayahmu."

"Ahh, ayahku sedang bertemu rekan bisnisnya didekat hotel ini. Tapi dia akan kesini setelah urusannya selesai." Tiba-tiba Seijuurou teringat akan sosok yang dicari olehnya sejak tadi. "Apa kalian sudah bertemu dengan Shinju?"

"Tadi bukannya Mayuzumi san bilang akan menjemput Shinju chan di lobby hotel, ya?" tanya Hayama, melipat kedua tangannya dibelakang kepala.

"Benar juga. Tadi kami sempat bertemu dengan Mayuzumi san dan dia bilang ingin menjemput Shinju chan karena dia datang terlambat dan tak punya undangan."

"Kenapa dia tak menghubungiku untuk menjemputnya di lobby hotel." Gumam Seijuurou, yang ternyata masih dapat didengar oleh kedua kakak kelasnya.

"Jangan cemburu begitu Sei chan. Dia tak mungkin meminta sang pemilik acara untuk menjemputnya." Goda Mibuchi, pada Seijuurou yang terlihat terkejut atas ucapannya.

"APA YANG KAU LAKUKAN?!"

Bentakan tiba-tiba dari seorang gadis mengambil alih atensi Seijuurou yang hendak membalas ucapan Mibuchi. Dan akhirnya ia menemukan sosok yang sejak tadi dicarinya, tengah dikelilingi oleh para tamu undangan dengan wajah marah dan rahang yang mengeras.

.

.

Shinju POV

Aku tak ingat apa yang baru saja kulakukan. Yang jelas saat ini amarahku tengah memuncak. Ingin rasanya aku menyiram kembali wajah gadis dihadapanku ini dengan air keras, bukan air jus yang baru saja ku siram tadi.

"Kau pikir siapa kau, berani sekali menyiramku dengan jus!?" bentaknya.

"Lalu kau pikir siapa dirimu, berani sekali memandang rendah mereka dan ibuku!" ucapku, sarat akan amarah ditiap kata yang terlontar.

Mereka yang kumaksud adalah beberapa orangtua yang aku kenal baik sebagai rekan seprofesi ibu. Rasa kesal memenuhi rongga hatiku saat ini.

Beberapa menit yang lalu

"Bagaimana pendapatmu Mayuzumi senpai, mereka cocok kan?" aku berjalan mengikuti Mayuzumi senpai yang berjalan didepanku sembari membaca novel. Aku heran apa dia tak takut jatuh membaca novel sembari berjalan.

"Hn." Ya, ampun irit bicara sekali.

"Kalau misalkan mereka tiba-tiba ingin bersama, apa kau akan menyetujuinya?" sekali lagi, aku mencoba memancing pembicaraan dengan Mayuzumi senpai. Hei ayolah, rasanya begitu tak enak jika dipesta sebesar ini tanpa ada seorang yang kukenal baik, aku hanya harus terus diam dan mengikuti senpai paling irit bicara didepanku ini.

"Terserah. Itu bukan urusanku."

"Kau dingin sekali, senpai." Cibirku sebal.

Aku hampir saja menabrak punggungnya yang berhenti secara tiba-tiba. Kulihat ia memutar tubuhnya menghadap padaku, menatap diriku dengan pandangan datar dan dinginnya. Apa aku membuatnya marah , ya? Huaa, menakutkan!

"Dengar, aku tidak mau ikut campur dengan urusan ayahku dan ibumu. Jika mereka memang memutuskan untuk bersama, itu hak mereka. Aku tak dapat mengatur kehidupan ayahku, apalagi melarang keinginan yang dapat membuatnya bahagia. Jadi berhenti membicarakan hal itu." Ucapnya panjang lebar; Wow, mungkin ini pertama kalinya aku mendengar ia berbicara panjang kepadaku.

Aku hanya dapat tersenyum canggung menanggapi ucapan Mayuzumi senpai. "Maaf senpai aku tak bermak-"

Tepukan halus kurasakan dipuncak kepalaku, sedikit mendongkak untuk melihat tangan Mayuzumi senpai yang mengelus kepalaku lembut. "Aku tau. Kau hanya khawatir jika aku tak menyetujui keinginan ayahku yang ingin bersama dengan ibumu, bukan? Tenanglah, aku menyukai ibumu. Ibumu orang yang baik, lembut dan ramah. Tak ada alasan bagiku untuk menolaknya."

Kali ini aku memberikan senyum terbaikku pada Mayuzumi senpai. "Jadi senpai menyukai ibuku. Mau saingan dengan tuan manager, ya?" candaku. Tangan yang tadi mengelus lembut kepalaku, kini beralih menuju pipiku dan menariknya.

"Jangan pura-pura tak mengerti ucapanku, Shinju."

Apa yang tadi dia bilang?

Shinju?

Mayuzumi senpai memanggilku Shinju?

"Senpai, apa kau baru saja memanggil nama kecilku?" tanyaku tidak percaya. Kulihat ia mengernyitkan dahinya, tangannya masih setia mencubit pelan pipiku yang chubby.

"Kenapa? Kau tak suka jika kakak memanggilmu dengan nama kecil?" tanyanya dengan seringaian jahil. Hu-oh, aku baru tau jika wajah datarnya bisa menampakan muka jahil seperti ini.

"Calon kakak, lho. Tuan manager kan belum resmi menjadi ayahku."

"Wah, sepertinya tuan manager sudah mendapatkan lampu hijau dari anaknya." Ucap seseorang menyela pembicaraanku dengan Mayuzumi senpai. Aku dan Mayuzumi senpai menoleh, melihat beberapa wanita dan pria yang berumur sekitar 40-50 tahun yang berkumpul dipinggir aula. Aku mengenali beberapa orang dikumpulan tersebut, mereka bibi dan paman rekan seprofesi ibuku. Mayuzumi senpai melepaskan cubitan dipipiku, lalu tanpa basa basi aku menarik lengannya menuju para rekan kerja ibu.

"Paman, bibi selamat malam." Sapaku, lalu membungkuk sopan didepan mereka. Mayuzumi senpai juga melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan.

"Jadi apa ini anak tuan manager?" tanya salah seorang bibi, yang aku lupa namanya.

"Perkenalkan aku Mayuzumi Chihiro, salam kenal."

"Kau terlihat tampan sama seperti pak manager. Badanmu juga tegap dan tinggi, kau pasti sering berolahraga, ya." Kali ini seorang paman yang berbicara, seraya menepuk-nepuk bahu Mayuzumi senpai dengan keras dan dibalas senyum canggung oleh Mayuzumi senpai. Hihi, wajahnya terlihat kebingungan.

Kulihat Mayuzumi senpai sedikit terlibat perbincangan dengan paman yang tadi menepuk bahunya. Aku hanya dapat tersenyum melihat interaksi mereka. "Syukurlah kami bisa bertemu denganmu, Shinju chan."

Aku menoleh menatap bibi -yang ku lupa siapa namanya- tersenyum ramah padaku, akupun balas tersenyum padanya. "Memangnya kenapa bibi?"

"Yah, kau tau. Untuk orang seperti kami datang ke pesta mewah seperti ini, rasanya tak begitu nyaman. Apalagi orang-orang yang kami kenal itu hanya atasan saja. Jadi kami berkumpul dipinggir ruangan ini."

Ahh, aku memaklumi apa yang dirasakan oleh mereka. Aku pun baru pertama kallinya datang ke pesta mewah seperti ini. Aku tersenyum, mencoba berbagi perasaan yang sama pada rekan kerja ibuku itu. "Aku juga sama. Ini pertama kalinya aku datang ke pesta mewah seperti ini, rasanya canggung seka-"

"Lihat apa yang mereka lakukan disini? Apa mereka pikir ini pasar, kenapa berpakaian seperti itu."

Aku menoleh, menatap tajam tiga orang gadis seumuran denganku yang mencibir kami barusan. Kulihat wajah bibi dihadapanku ini memerah menahan malu. "Apa yang salah dengan pakaian kami? Kami berpakaian rapi, bersih dan sopan!" sentakku pada mereka.

Mendengar perkataanku mereka justru tertawa, lalu salah satu dari seorang dari mereka –yang nampak tak asing bagiku- menatap kami dengan pandangan meremehkan. "Lihat salah satu dari mereka tersinggung. Oh bukankah kau Akemi Shinju? Serangga penganggu yang selalu menempel pada starting member team basket Rakuzan. Ahh, kau cocok sekali berkumpul disana dengan mereka, lihat dress murahan yang kau pakai sangat pantas dengan dirimu dan juga sekumpulan manusia dengan pakaian kumuh mereka."

Aku mengigit bibir bawahku pelan; menahan emosi. Memangnya apa yang salah dengan pakaian kami, para bibi memang tak mengenakan gaun atau dress untuk pesta. Tapi sebagai ganti gaun, mereka memakai baju lengan panjang dan rok panjang yang hangat dan bersih juga rapi. Lalu para paman sebagai ganti jas formal, mereka mengenakan kemeja dan celana panjang yang bersih. Dan aku tau dress yang kupakai memang dress murahan, tapi apa salah jika dress yang dibelikan ibuku sebagai hadiah -ulang tahun- tahun lalu kupakai untuk datang ke pesta seperti ini.

"Kalian seharusnya sadar, jika kalian tak pantas datang kesini. Jangan beralasan jika pesta ini diadakan untuk semua karyawan Akashi corp. Seharusnya kalian tau itu hanya basa basi dari Akashi-sama pada kalian semua. Sadarlah orang rendahan seperti kalian tak pantas berada di tengah-tengah kemewahan orang atas seperti kami."

Mataku membulat sempurna mendengar ucapannya. Apa karena kami bukan orang yang terlahir kaya, kami harus direndahkan seperti ini. Saat seorang waiters melewatiku dengan nampan minuman, tanpa sadar kuraih satu gelas dan kusiram wajah gadis dihadapanku dengan tatapan marah.

"APA YANG KAU LAKUKAN?!" teriaknya marah.

.

Aku tak mempedulikan tatapan-tatapan para karyawan atau tamu undangan saat itu, yang aku inginkan saat ini adalah melampiaskan amarahku kepada gadis ini, yang baru kusadari jika ia adalah salah satu teman sekelasku; Takashi Chouko.

"Shinju chan sudahlah tidak apa-apa, kami sadar apa yang diucapkannya memang benar. Kami tak pantas berada disini, jadi kau tenanglah." Salah seorang rekan kerja ibuku menarik kecil dress yang saat ini kupakai.

"Lihat, mereka saja bisa sadar diri. Tapi kau," Takashi memandang remeh kearahku. "Tak sadarkah kalau kau tidak seharusnya berada disini."

"Pesta natal ini ditujukan untuk semua karyawan perusahaan Akashi corp tanpa pengecualian. Jadi mereka berhak berada disini, dan kalau pun mereka tak pantas berada disini, itu karena ucapan kurang ajar yang keluar dari mulut baumu."

"Apa kau bilang!?" Takashi menatap tajam mataku. Tak mau kalah, akupun balik menatap tajam matanya.

"Lalu apa yang kau lakukan disini? Oh jangan bilang kalau kau diundang oleh Akashi sama. Ckck, aku yakin kau pasti memohon-mohon padanya agar bisa datang ke pesta ini dan menggodanya seperti jalang. Atau jangan-jangan kau ikut datang ke pesta ini karena ibumu, memang ya buah itu jatuh tak jauh dari pohonnya. Jika anaknya suka menggoda, ibunya pun pasti sama jalangnya dengan si anak."

Mataku terbelalak mendengar ucapan merendahkan darinya. Aku seolah kehilangan akal sehat saat mendengar ucapan kurang ajar yang terlontar dari Takashi tersebut. Tanpa sadar tanganku telah terangkat keatas dan hendak menampar dengan keras pipi lembab Takashi. Tak kupedulikan suara-suara familiar yang berteriak memanggil namaku. Hingga sebuah tangan besar menghentikan pergerakan tanganku, tepat beberapa centi dari pipi si Takashi.

"Cukup Shinju!"

Aku mengalihkan pandanganku keasal suara tersebut. Terlihat Seijuurou yang berdiri dengan wajah datar bersama dengan Mibuchi dan Hayama senpai yang memandangku dengan tatapan khawatir. Tanganku yang hendak menampar Takashi rupanya ditahan oleh Mayuzumi senpai. Sejak kapan Mayuzumi senpai ada disebelahku? Oh iya dia kan punya hawa keberadaan yang tipis. Seijuurou melangkahkan kakinya menuju tempatku bertengkar dengan Takashi. Melihat wajahnya yang tanpa emosi membuat hatiku berdenyut sakit.

"Shinju."

Tubuhku bergidik ngeri saat suara datar Seijuurou memanggil namaku. Aku tau dia pasti sangat kecewa padaku karena sudah merusak acara kantor yang diadakannya, sekaligus acara istimewa baginya –acara ulang tahunnya.

"Ma-maafkan aku, Sei." Ucapku dengan suara bergetar. Mencoba menahan airmata yang berkumpul dipelupuk mataku, berharap tak setetes pun ada airmata yang terjatuh.

"Kau minta maaf? Berarti kau mengakui kalau kau telah berbuat salah."

Kau salah. Aku minta maaf bukan karena aku berbuat salah, tapi aku minta maaf karena sudah mengacaukan pesta ulang tahunmu.

Ingin rasanya aku mengatakan hal itu tapi apa daya, lidahku kelu, suaraku tercekat. Aku bahkan tak dapat mengerakan sedikitpun bibirku untuk membalas ucapan Seijuurou. Yang dapat kulakukan hanya mengepalkan tangan kiriku dengan erat; karena tangan kananku masih ditahan oleh Mayuzumi senpai.

"Shinju, minta maaf." Pinta Seijuurou.

Apa?

Apa katanya?

Aku harus minta maaf terlebih dahulu, padahal gadis itulah yang salah!

Aku mengigit bibir bawahku kuat-kuat. Tak mempedulikan rasa perih yang mulai kurasakan. Rasa sakit di bibirku tak sebanding dengan rasa sakit dihatiku. "T-tidak mau." Dengan wajah menunduk, aku mengucapkannya dengan suara lirih, karena jika aku mengatakannya dengan lantang kurasa airmata yang menumpuk dipelupuk mataku sebentar lagi akan menetes.

"Shinju, minta maaf!" kali ini nada ucapan Seijuurou bukan lagi meminta tetapi memerintah.

Aku tak tahan lagi! Kenapa aku harus minta maaf terlebih dahulu pada gadis yang sudah merendahkan diriku juga ibuku. Aku menghentakan tanganku agar terlepas dari genggaman tangan Mayuzumi senpai lalu berlari melewati para karyawan yang berkumpul disekeliling, menuju ruang persiapan. Sesaat aku mendengar suara Seijuurou yang melarang siapapun untuk mengejarku. Dasar Sei bodoh! Aku sudah tak mau peduli lagi denganmu Bakasei!

.

.

Author POV

Shinju berlari meninggalkan kerumunan dengan airmata yang menetes. Melihat hal itu sang ibu pun berinisiatif untuk mengejar putrinya dan menanyakan duduk permasalahan. Tapi hendak kakinya melangkah, suara lantang dari pemuda bersurai crimson menghentikan pergerakannya.

"JANGAN DIKEJAR!" teriak Seijuurou. Wajahnya kalut, rona wajah sang tuan muda tak terlihat baik. Para karyawan yang melihat pun hanya dapat mengatupkan bibirnya rapat-rapat, tak berani membuka suara atau berbicara sedikit pun. Seijuurou menutup kedua matanya dan menghela napas dalam, mencoba mengurangi rasa tegang yang menyelimuti dirinya. Merasa agak tenang, ia mulai berdiri menghadap para karyawannya dan mencoba tersenyum tanpa paksa. "Atas nama Akemi Shinju, aku minta maaf atas kekacauan yang terjadi. Silakan menikmati kembali pestanya."

Mendengar perkataan dari Seijuurou. Para karyawan yang berkumpul disekeliling mereka kini mulai menyebar dan kembali menikmati hidangan yang sudah disediakan untuk pesta itu.

"Tu-tuan muda, anda tak harus minta maaf karena ulah yang diperbuat oleh putriku. Seharusnya aku yang minta maaf, karena dia telah membuat kacau dipesta tuan muda."

"Tidak apa Akemi san. Oh iya Akemi san, bisakah anda mengajak Yamada san dan yang lainnya untuk berbaur menikmati pesta ini. Kulihat dari tadi mereka hanya berdiri dipinggir aula tanpa menikmati pesta yang kuadakan." Pinta Seijuurou, menatap para karyawan staff kebersihan yang tadi berbincang dengan Shinju.

"Ya ampun, kenapa mereka masih saja berkumpul dipinggir aula. Aku mengerti tuan muda, dan sekali lagi aku minta maaf atas kekacauan yang Shinju perbuat. Aku akan menerima semua kosekuensinya."

Setelah kepergian ibu dari Shinju. Kini orang-orang yang berada disekitar Seijuurou hanya Mibuchi, Hayama, Mayuzumi, Takashi dan manager Mayuzumi. "Jadi bisa kau ceritakan semuanya, Chihiro?" titah Seijuurou. Iris crimson kedua matanya kini terlihat berkilat akan emosi. Daritadi Seijuurou mencoba menahan emosi dan amarahnya agar tidak meledak dihadapan para karyawan perusahaan keluarganya.

"Tu-tunggu Akashi sama, kenapa kau bertanya pada Mayuzumi san, bukannya bertanya kepadaku?" ucap Takashi, suaranya sedikit bergetar karena aura gelap disekeliling Seijuurou.

"Kau memerintahku?" tanya Seijuurou, nada suaranya mulai mendingin.

"Tidak, aku.... maksudku bukan begitu."

"Aku tak mau mendengar cerita dari orang pertama atau kedua, aku lebih percaya cerita orang ketiga yang bersifat netral."

"Ji-jika ingin mendengar cerita dari orang ketiga, anda bisa bertanya pada teman-temanku."

"Teman-temanmu bukanlah orang ketiga, tapi pendukung orang pertama. Aku pun tak akan bertanya kepada Yamada san dan yang lainnya karena mereka bisa saja menjadi pendukung orang kedua."

"Tapi kenapa harus Mayuzumi san?"

Mayuzumi mendengus, seringaian mengejek pun terukir di paras datarnya. "Kau masih belum sadar juga, aku berada ditengah-tengah orang yang kau hina dan kau rendahkan saat itu."

"A-apa?" seru Takashi dengan wajah yang mulai memucat. Ia tak menyadari keberadaan Mayuzumi yang memang susah disadari.

"Apa maksudnya dengan di hina dan di rendahkan?" tanya Seijuurou, dingin.

Mayuzumi pun mulai menceritakan awal mula permasalahan yang terjadi antara Takashi dan Shinju. Mulai dari Takashi yang memulai pertengkaran, gadis itu yang menghina para staff kebersihan serta merendahkan mereka dan Shinju karena tidak terlahir sebagai keluarga terpandang yang memiliki kemewahan. Walau saat awal perdebatan -Shinju dan Takashi- Mayuzumi sedang berbincang dengan salah seorang paman, tapi ia dapat mendengar semua pembicaraan gadis itu karena memang suaranya yang sengaja diperbesar. Seiring dengan cerita Mayuzumi pada Seijuurou, wajah gadis Takashi itu semakin pucat. Walau pendingin di aula itu cukup banyak, tapi hal itu tak mengurangi keringat dingin yang mulai menetes dari dahi gadis Takashi itu. Ditambah dengan aura intimidasi dari Seijuurou yang dapat membuat siapapun tak berkutik. Selesai menceritakan awal kejadian dari pertengkaran Shinju, aura disekeliling Seijuurou makin gelap dan kelam. Pancaran matanya terlihat dingin, wajahnya datar; tak terlihat sedikitpun emosi, yang justru menambah aura intimidasi dari Seijuurou.

"Manager Mayuzumi." Panggil Seijuurou dengan suara datar.

"Ada apa Akashi sama?"

"Tolong urus biaya laundry dan gaun pengganti untuk nona Takashi." Ucap Seijuurou, yang saat ini tengah membelakangi sosok Takashi.

"Baik, Akashi sama." Jawab Mayuzumi senior. Sedikit banyak gadis Takashi itu menghela napas lega karena Seijuurou terlihat tak terlalu marah padanya.

"Setelah itu urus semua dokumen penarikan kembali dana investasi perusahaanku pada perusahaan Takashi. Aku tak peduli jika itu merugikanku sedikit."

Mata Takashi membulat, terkejut mendengar perintah dari Akashi. "A-akashi sama, aku minta maaf jika salah. Tapi ini hanya masalah kecil, ke-kenapa anda menarik kembali dana investasi untuk perusahaan ayahku."

"Masalah kecil?" lirih Seijuurou, menoleh dari balik bahunya. Salah satu Iris crimson milik Seijuurou kembali berkilat. Ia memutar tubuhnya menghadap Takashi, hingga sekarang tampak dengan jelas jika iris sebelah kiri milik Seijuurou kini berubah kembali menjadi keemasan. Ia mengangkat sedikit dagunya saat berdiri berhadapan dengan gadis itu.

"Kau bilang masalah kecil? Kau menghina dan merendahkan para karyawanku dan kau bilang itu masalah kecil? Mereka karyawanku, dengan kau menghina mereka sama saja kau menghina diriku!" Ucap Seijuurou dingin dan sarat akan emosi. Gadis Takashi itu hanya dapat bergetar ketakutan menghadapi sang emperor, tak berani bertatapan dengan pandangan intimidasi Seijuurou. "Terlebih kau sudah menghina dan merendahkan gadisku, kau pikir aku akan diam saja."

Takashi mendongkak, mulutnya terbuka karena terkejut. "Ga-gadisku?"

Seijuurou menampakan seringaian mengejek, memutar bolamatanya jengah. "Hoh, apa kau tak tau? Biar kuberitahu mulai sekarang, Akemi Shinju adalah gadisku! Dia adalah milikku! Siapapun yang berani merendahkan dan mengejek dirinya akan berhadapan denganku, apa kau mengerti!?"

Pernyataan dari Seijuurou membuat manager Mayuzumi, Chihiro, Mibuchi, serta Hayama terkejut. Dan tentu saja kembali menarik perhatian beberapa karyawan yang berdiri tak jauh dari tempat itu. Seijuurou mensejajarkan wajanya dengan wajah Takashi, memberikan tatapan intimidasi dari iris heterochrome miliknya.

"Dengar, bersyukurlah aku hanya menarik kembali dana investasiku dari perusahaan ayahmu. Jika aku mau, aku bisa saja membuat perusahaan ayahmu bangkrut hanya dengan jentikan jari, lalu membuatmu merasakan bagaimana rasanya dihina dan direndahkan seperti yang dialami oleh gadisku. Tapi aku tau, gadisku tak akan suka jika aku melakukan hal itu. Jadi mulai sekarang enyahlah dari sini!"

Wajah gadis itu makin pucat pasi, tubuhnya goyah, ia tak dapat menahan beban tubuhnya karena tatapan intimidasi dari Seijuurou. Yang dapat dilakukan gadis Takashi itu hanya menatap takut wajah Seijuurou dari bawah. Seijuurou kembali memutar tubuhnya pergi menjauh dari gadis itu. "Manager Mayuzumi, urus biaya laundry dan gaun gadis itu."

"Baik."

"Ahh, ayah tunggu dulu." Cegah Mayuzumi saat sang ayah hendak menghampiri gadis Takashi yang masih jatuh terduduk. Seijuurou menghentikan langkah kakinya dan menoleh dari balik bahunya; melihat hal apa yang akan dilakukan oleh kakak kelasnya itu.

"Ada ap-"

Mayuzumi menumpahkan jus yang diambilnya dari salah satu pelayan kepada Takashi yang masih jatuh terduduk itu. Perbuatan yang dilakukan Mayuzumi tentu saja menarik perhatian para karyawan yang berada didekat situ. Tak terkecuali para staff kebersihan beserta ibu Shinju.

"Chihiro apa yang kau lakukan?"

"Ahh maaf. Bisa tolong sekalian ayah ganti biaya shower untuknya." Pinta Mayuzumi, lalu berjongkok dihadapan Takashi yang terlihat shock atas perlakuan Mayuzumi.

Mayuzumi tersenyum. Bukan senyum tipis yang biasanya, tapi senyum jahat yang jarang ia tampakan. "Ini pembalasan dariku karena kau berani merendahkan calon adik dan ibuku. Biar kuberitahu kau, Akemi Shinju adalah calon adikku. Siapapun yang berani merendahkan dan mengejek dirinya akan berhadapan denganku."

Mendengar pernyataan yang terlontar dari putra sang manager, para karyawan yang mendengar hal itu hanya dapat tersenyum kecil dan mulai menggoda atasan mereka. Pasalnya sudah bukan rahasia lagi, jika sang manager memiliki ketertarikan pada staff kebersihan yang paling muda itu.

"Ehem, pak manager lampu hijau tuh. Putra anda sudah memberi restu."

"Selamat ya pak manager, sepertinya cinta anda terbalaskan."

"Ahh, aku keduluan pak manager dalam merebut cinta Akemi san."

"Dasar bodoh, Akemi san juga tidak akan mau sama kau."

"Hei, Akemi san. Sudah jangan menolak terima saja."

Dalam sekejap mata perhatian para karyawan hanya tertuju pada dua orang yang mencoba menjelaskan, menyangkal atau menghentikan godaan yang terlontar dari beberapa orang. Mayuzumi berjalan menghampiri Seijuurou yang berdiri bersama Mibuchi dan Hayama.

"Mayuzumi san, kau benar-benar tak bisa ditebak ya." Seru Hayama dengan wajah takjub.

"Aku memang begini dari dulu." Sahut Mayuzumi datar.

"Tapi, kasihan juga gadis itu. Karena ucapanmu fokus semuanya sekarang hanya tertuju pada ayahmu dan ibu Shinju chan. Lihat tak ada yang mempedulikannya." Ucap Mibuchi, menatap prihatin sosok Takashi yang tak dipedulikan.

"Dia pantas mendapatkannya." Sahut Seijuurou dingin.

"Kali ini aku setuju dengan ucapanmu." Ujar Mayuzumi, mulai membuka light novel ditangannya.

"Hoo, tumben sekali kau sependapat denganku. Ingin mendapat izin untuk menjadi kakak ipar, Mayuzumi san." Ucap Seijuurou sarkatis dengan seringaian terukir di bibirnya.

"Seharusnya aku yang mengatakan hal itu, calon adik ipar." Balas Mayuzumi, balas menyeringai kearah Seijuurou.

Melihat hal itu yang dapat Mibuchi dan Hayama lakukan hanya menggelengkan kepalanya pelan. Sifat mereka tak berbeda jauh memang.

.

.

Shinju POV

Aku menengadah kearah bangunan mewah bertingkat yang sudah tak asing bagiku. Kenapa aku justru datang ke apartement Seijuurou.

Aku memeluk lukisan yang sempat kuambil saat melarikan diri dari pesta tadi. Masih terbayang wajah datar dan dingin Seijuurou yang menatapku. Ah, benar juga bagaimana dengan ibu, apakah Seijuurou akan memecatnya karena kekacauan yang kubuat? Seharusnya aku minta maaf saja, kenapa aku justru melarikan diri. Aku menyesal sekarang.

Sekarang apa yang harus kulakukan. Aku merogoh tas tanganku, mencoba mencari benda persegi yang kubutuhkan. Daritadi ponselku terus berdering, dan sejak beberapa menit yang lalu tiba-tiba tak ada lagi suara dering yang terdengar. Rupanya ponselku mati, pantas saja. Aku mengaktifkan kembali ponselku dan tak butuh waktu lama notification email, telepon, pesan segera menyerbu ponselku. Ku periksa satu persatu, ada 5 panggilan telepon dari ibu, 10 panggilan dari Mibuchi senpai, dan 8 panggilan dari Hayama senpai, dan 1 panggilan dari Mayuzumi senpai. Bahkan Mayuzumi senpai yang cuek pun menghubungiku, tapi Seijuurou bahkan tak berusaha menghubungiku.

Aku tersenyum miris. Sekarang ku cek pesan dan email yang semua totalnya ada 21 pesan dan 15 email. Isi pesan dan emailnya sama, rata-rata menanyakan aku berada dimana, dan kenapa tiba-tiba ponselku tidak bisa dihubungi. Tapi dari sekian banyak pesan, ada satu pesan yang menarik perhatianku, pengirimnya kuroko Tetsuya.

Memang. Sejak aku menelpon Kuroko kun dulu menanyakan tentang perubahan Seijuurou, aku jadi sering bercerita padanya. Ia juga sering memberikan saran yang bermanfaat, saat aku bercerita tentang hadian lukisan padanya ia bilang itu ide yang bagus. Aku membuka pesan yang Kuroko kun kirimkan padaku.

From: Kuroko Tetsuya

Subject: pesta ulang tahun

Time: 07.30 P.M

Akemi san, bagaimana pesta ulang tahun Akashi kun? Kuharap kalian bisa bersenang-senang  :) aku sudah mengirim pesan selamat pada Akashi kun tapi ia tidak membalasnya jadi bisa tolong sampaikan salamku pada Akashi kun.

Aku tersenyum melihat isi pesan dari Kuroko kun, dia memang baik. Aku menatap ponselku dengan tidak semangat, apa aku sebaiknya bercerita tentang masalah yang kualami pada Kuroko kun. Tapi bagaimana jika ia merasa terganggu?

Ditengah kebimbangan antara ingin menelpon atau tidak, ponselku kembali berdering. Menampakkan ID calling Kuroko Tetsuya pada layar ponselku. Aku menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan lalu berdeham beberapa kali untuk menghilangkan suara serak karena tadi sempat terisak. Menekan tombol berwarna hijau sembari berjalan menuju bangku taman didekat apartement Seijuurou.

"Halo, Kuroko kun."

'Halo Akemi san, maaf jika aku menganggu dengan menelponmu.'

"Tidak, kau tidak menganggu. Ada apa? Tumben sekali kau menelponku."

'Tidak ada apa-apa. Aku hanya penasaran bagaimana pesta ulang tahun Akashi kun?'

Aku kembali tersenyum miris. Aku pun tak tahu bagaimana pestanya berlangsung sekarang. "Sangat hebat. Pestanya diadakan dekat aula sebuah hotel mewah, karena ini juga termasuk pesta natal, banyak hiasan natal serta pohon besar di aula pesta. Makanan dan minumannya juga enak." Setidaknya aku bisa menjelaskan gambaran pesta tadi dan tak sepenuhnya berbohong.

'Apa kau bersenang-senang dengan Akashi kun? Apa kau sudah menyerahkan hadiahmu padanya?'

"Tentu saja. Aku juga sudah menyerahkan hadiahku padanya." Jawabku berbohong kali ini.

'Akemi san.'

"Iya?"

'Apa kau berbohong padaku?'

Jantungku seolah berhenti berdetak untuk beberapa detik ketika mendengar pertanyaan dari Kuroko kun. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling taman, mencoba mencari tahu keberadaan pemuda yang bahkan aku tak tahu bagaimana rupanya. "Apa maksudmu Kuroko kun. Apa yang membuatmu berpikir jika aku berbohong padamu?"

'Suasana disekitarmu terlalu sepi untuk dikatakan kau berada disebuah pesta besar. Ditambah, walau Akemi san mencoba berbicara seperti biasa, tapi aku bisa mendengar dari suaramu yang habis menangis. Apa ada masalah? Kau bisa bercerita padaku.'

Sebegitu pekanya pemuda yang menelponku ini, bahkan dari sambungan telepon saja dia bisa mengetahui bagaimana keadaanku. Tanpa sadar aku kembali terisak, sepertinya aku memang butuh seseorang untuk bercerita.

'Akemi san? Maaf, kau tidak harus bercerita jika tidak ingin.'

"Tidak, aku butuh teman untuk mendengarkan ceritaku, apa kau mau?"

'Jika itu bisa membantumu menjadi lebih baik, tentu saja.'

.

.

'Jadi seperti itu ceritanya.'

"Uhm, apakah tindakanku salah?"

'Kau tidak sepenuhnya salah, dan tidak sepenuhnya benar. Aku mengerti perasaanmu ketika seseorang menghina ibumu, tapi tidak seharusnya Akemi san melarikan diri dari sana. Kau seharusnya minta maaf dan menjelaskan kejadian tersebut pada Akashi kun. Jika seperti ini kau yang terlihat seperti orang jahat disana, dan Akashi kun akan menyalahkan dirinya sendiri saat tahu situasi yang sebenarnya.'

Ahh, benar juga. Aku tidak berpikir panjang sampai seperti itu, saat aku melarikan diri, mereka pasti berpikir aku yang salah. Dan ketika mereka mengetahui hal sebenarnya, mereka bisa saja menyalahkan diri sendiri karena sudah salah paham padaku. "Lalu apa yang harus kulakukan sekarang, Kuroko kun?"

'Tentu saja minta maaf pada Akashi kun.'

"Ta-tapi aku tak punya keberanian untuk kembali kepesta itu."

'Uhm bagaimana ya. Akemi san sekarang ada dimana?'

"Aku ada di taman dekat apartement Seijuurou."

'Kalau begitu tinggalkan pesan permintaan maaf di apartement Akashi kun.'

"Hanya meninggalkan pesan? Rasanya tidak sopan, Kuroko kun."

'Tentu saja tidak hanya itu Akemi san,' Dia tertawa kecil. 'Kau juga belum menyerahkan hadiahmu padanya kan. Kau bisa meletakkan hadiahmu di apartementnya dan memasakan makanan favoritnya sebagai permintaan maaf. Aku yakin dipestanya sendiri Akashi kun pasti tidak akan sempat untuk makan karena terlalu sibuk dengan para tamunya, ia pasti senang saat kau memasakan makanan kesukaannya.'

"Ahh, betul juga," ucapku antusias; untuk beberapa saat saja. "Ah, tapi kan ayah Seijuurou datang ke Kyoto. Aku takut dia tak pulang ke apartementnya malam ini, lalu untuk apa aku membuatkan makanan?"

'Bisa untuk dimakan besok pagi. Di dapur apartement Akashi kun pasti ada microwave, kan.'

"Seijuurou tidak pernah menggunakan microwave."

'Akemi san, Akashi kun itu pintar. Kau bisa meninggalkan catatan cara menggunakan microwave untuknya.'

"Lalu apa kau tau makanan kesukaannya?" tanyaku harap-harap cemas.

'Kau tidak tahu apa makanan kesukaan Akashi kun?'  tanya Kuroko kun, dari nada suaranya aku tau ia sangat terkejut. "Uhm, selama ini Seijuurou selalu memakan apapun yang aku masakan untuknya. Jadi aku tak tau yang mana makanan kesukaannya."

'Sup tofu. Akashi kun sangat menyukai sup tofu.'

Sup tofu. Masakan sederhana seperti itu yang menjadi kesukaannya.

"Kau tau, aku sangat suka sup tofu buatanmu, Shinju."

Memori otakku kembali mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, saat aku menemani Seijuurou makan malam. "Apa kau tau kenapa Seijuurou sangat menyukai sup tofu?" aku bertanya pada Kuroko kun.

'Aku tidak tau kenapa ia menyukai sup tofu. Tapi dia pernah bercerita padaku kalau sup tofu adalah makanan terakhir yang dibuatkan oleh ibu Akashi kun, sebelum beliau meninggal.'

Ahh, jadi begitu. Diantara banyaknya makanan mewah yang bergizi, ia menjadikan makanan sederhana itu sebagai kesukaannya karena sang ibu. "Aku mengerti. Terima kasih banyak Kuroko kun, aku tidak tahu harus membalas jasamu dengan cara apa." Ucapku tulus pada pemuda yang selalu membantu dan memberikan saran yang bermanfaat untukku.

'Sama-sama Akemi san, Senang bisa membantumu. Kalau begitu semoga berhasil.'

PIP!

Sambungan diputus terlebih dahulu oleh Kuroko kun. Aku menarik kedua sudut bibirku membentuk senyum kecil. Baiklah, saatnya memulai rencana.

.

.

Diwaktu yang sama, Tokyo.

Kuroko tersenyum kecil, setelah mematikan sambungan telepon pada gadis yang baru dikenalnya beberapa hari lalu. Suara bising yang berada dibelakangnya tak ia pedulikan, ia kembali terfokus pada ponsel model flip ditangan kanannya sedangkan tangan kirinya memegang sebuah cangkir dengan cairan cokelat yang masih mengepul. Menekan beberapa angka membentuk sebuah nomer telepon, sebelum sebuah suara mengalihkan perhatiannya dari ponsel tersebut.

"Kuroko mau sampai kapan kau berdiri di balkon apartementku?" tanya seorang pemuda bersurai scarlet yang juga tengah memegang secangkir coklat panas ditangannya diambang pintu kaca.

"Setelah menelpon seseorang aku akan masuk, Kagami kun."

"Cepatlah masuk sebelum para senpai menghabiskan cake yang kubuat." Ujar Kagami sambil berlalu.

Kuroko kembali terfokus pada ponselnya. Menekan tombol dial, dan didering kedua sambungan telepon tersebut diangkat.

"Halo?"

"....."

"Ya, dia baik-baik saja. Saat ini dia ada di apartement Akashi kun."

"....."

"Hanya sedikit nasihat yang mungkin berguna untuk Akemi san dan Akashi kun."

'Baiklah kalau begitu. Terima kasih, Tetsuya.'

.

.

Shinju POV

Aku mengulurkan tanganku setinggi mungkin agar hiasan ulang tahun yang kupegang bisa terpasang dengan baik. Setelah menelpon Kuroko, aku segera beranjak dari taman dekat apartement Seijuurou dan berbelanja sedikit peralatan ulang tahun serta bahan makanan. Banner bertuliskan Happy Birthday dari kertas yang kubeli di combini, kini sudah terpasang rapi. Masakan yang kubuat pun, sudah tertata rapi diatas meja makan; ada sup tofu, karaage,tempura, Teriyaki serta nasi hangat di rice cooker. Cake kecil yang tak lupa kubeli, telah tertata rapi diatas meja ruang tamu, sedangkan lukisan yang kubawa sebagai hadiah ulang tahun telah diletakkan diatas sofa ruang tamu; menghadap kearah cake diatas meja.

"Sekarang tinggal membersihkan peralatan masak dan pulang." Aku tersenyum puas melihat hasil pekerjaanku, lalu mulai mengikat tinggi suraiku yang kecokelatan; toh tak akan ada yang melihat penampilanku sekarang ini.

Sebelumnya aku sudah merendam peralatan-peralatan memasak yang kotor di wash dishes dengan air. Selanjutnya yang kulakukan adalah mencuci peralatan masak tersebut dengan sabun dan spons, lalu membilasnya. Senandung kecil mengalun dari dari dua belah bibirku, yang tak menyadari jika ada seseorang yang masuk kedalam apartement dengan diam-diam. Hingga sebuah tangan memelukku dari belakang, barulah aku tersadar jika ada seseorang yang datang.

"Terima kasih atas kejutan dan hadiahnya, aku suka." Ucap orang itu tepat ditelingaku.

Tubuhku menegang, piring yang berada ditanganku hampir saja terlepas karena terkejut, mendengar suara yang tidak asing bagiku. "Se-seijuurou kun."

Aku tak percaya, bagaimana bisa dia berada disini. Bukankah ia seharusnya masih berada dipesta bersama ayahnya. "Kenapa kau berada disini? Bagaimana dengan pestanya?"

Kurasakan Akashi mengeratkan pelukannya padaku, menempatkan wajahnya diperpotongan leher dan bahuku, menghirup wangi vanilla yang menguar dari tubuhku hingga membuatku bergidik karena hembusan nafas darinya. "Aku merindukanmu. Aku pulang lebih dahulu untuk menemuimu. Lalu maafkan aku tentang masalah tadi, Chihiro sudah menceritakan semuanya."

Dengan tangan gemetar aku memfokuskan diri pada piring terakhir yang kucuci, mencoba menetralkan debaran jantung yang berdetak cepat daritadi. "Uhm, aku juga bersalah, maaf. Lalu bagaimana kau tau aku ada disini?"

"Tetsuya yang memberitahuku."

"Ap-." Aku memutar tubuh menghadap Seijuurou. Mataku terbelalak saat bersitatap dengan iris heterochrome milik Seijuurou.

"Sei... k-kau itu... a-aku-"

"Aku sudah mendengar semuanya dari Tetsuya dan Reo. Kenapa tidak bertanya langsung padaku?"

"Maaf aku..." aku menundukkan kepala, tak sanggup untuk menatap manik heterochrome yang memikatku sejak awal bertemu. Kudengar ia menghelas nafas, kemudian melepas pelukannya dari tubuhku dan mensejajarkan wajahnya pada wajahku. "Hei, lihat aku."

Aku mengangkat wajahku yang menahan tangis dan bertatapan dengan wajah Seijuurou. Kini mataku bersitatap dengan iris crimson Akashi. "Kau pasti membenciku setelah tau bahwa aku memiliki kepribadian ganda." Ia tersenyum sendu.

Tanpa sadar airmataku menetes, lalu mengigit bibir bawahku pelan dan menggeleng kecil. "Aku tidak mungkin membencimu hanya karena itu."

"Sungguh kau tidak membenciku?"

Aku mengangguk.

"Walaupun aku memiliki kepribadian ganda?"

Aku mengangguk lagi.

"Kalau kau tidak membenciku, apa kau menyukaiku?"

Aku mengangguk kembali.

"Sebagai seorang laki-laki?"

Aku kembali me- EEHHH?!

Aku membulatkan mataku terkejut karena tanpa sadar aku memberitahukan padanya bahwa aku suka. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Shinju."

"Itu... aku..." Ahhh, wajahku pasti memerah sekarang.

"Kau hanya perlu menjawabnya, apa kau menyukaiku sebagai seorang laki-laki atau tidak?"

Aku menunduk, tak sanggup untuk menjawab pertanyaan yang membuat debaran jantungku berpacu cepat, tapi tangan Seijuurou menaikan daguku hingga mata kami kembali bertatapan. Aku selalu luluh dengan tatapan matanya yang tajam, entah itu tatapan dari manik heterochromenya atau manik crimsonnya. Dengan suara lirih dan bergetar aku menjawab pertanyaan Seijuurou. "Ya, suka."

Mendengar jawaban dariku, ia tersenyum lalu mengecup dahiku singkat. Dia menciumku!

"Aku juga menyukaimu Shinju, jadilah kekasihku dan tepati janjimu untuk terus membuatku tertawa." Ucapnya lalu memelukku erat. Apa aku bermimpi? Pria yang kusuka sejak pertama kali bertemu ternyata menyukaiku juga. Apa aku boleh membalas pelukan hangat ini? Siapapun juga tolong katakan jika aku tidak bermimpi!

Dengan tangan bergetar aku membalas pelukan Seijuurou. Walau airmata mulai menetes kembali. "Bagaimana bisa kau menyukaiku?" ucapku tanpa sadar yang ternyata terdengar olehnya.

"Kau satu-satunya wanita yang berani menatap mata heterochromeku dan mengatakan jika mata dari kepribadianku yang lain sangat indah, dan kau juga tidak membenciku walaupun kau tau aku memiliki kepribadian ganda. Senyummu selalu membuatku kuat dan semangat menjalani hari-hari yang berat."

Aku tak sanggup untuk berkata apapun lagi, yang dapat kulakukan hanya memeluknya erat dengan uraian airmata yang terus menetes.

Cukup lama kami berpelukan, menumpahkan perasaan melalui sentuhan hangat akan tubuh yang saling berdekatan karena rangkulan tangan. Hingga kurasakan kepalanya kembali menelusup diantara leher dan bahuku, kembali menghirup aroma vanilla yang kupilih sebagai wangi parfumku. Walau sedikit geli karena hembusan napas hangatnya dileherku, tapi aku begitu menikmatinya. Hingga sesuatu yang lembab menyentuh kulit leherku, barulah aku tersadar dan mencoba mendorong bahu kokoh Seijuurou.

"Sei, lepas! Apa yang kau lakukan?" aku berusaha mendorong tubuhnya yang lebih besar dariku itu dengan kedua tangan.

"Hm? Aku hanya ingin menandai apa yang sudah menjadi milikku."

Mendengar ia mengatakan hal itu, tubuhku menegang, aku hanya dapat menutup mata dan mengatupkan bibirku rapat dengan tubuh gemetar bersiap menerima semua perlakuan yang ingin dia lakukan. Lututku rasanya lemas hingga tak dapat menahan beban tubuhku; untungnya ia memelukku hingga aku tidak langsung terjatuh kelantai. Tapi yang kurasakan adalah wajahnya yang menjauh dari leherku dan suara tertawa yang belum lama ini kudengar. Aku membuka sedikit mataku yang terpejam, melihat manik crimson itu menggerling jenaka. "Kau sangat lucu, Shinju. Apa kau benar-benar ingin aku menandaimu?" ucapnya dengan seringaian menggoda.

Aku membuka sedikit mulutku karena terkejut, lalu kembali mengatupkannya ketika ia kembali tertawa. Dengan perasaan malu kupukul pelan bahunya yang kokoh itu. "Dasar Sei bodoh! Kau membuatku malu, dasar bodoh!" sahutku kesal dengan wajah merona.

Ia hanya tertawa melihat wajahku yang memerah seperti warna rambutnya itu. Tapi melihatnya tertawa lepas seperti ini adalah salah satu kebahagianku. Aku memberikan senyum terbaikku padanya, dan kulihat rona merah tipis dipipinya. Dia sangat menggemaskan.

"Hei, boleh kucium?"

"Ap- jangan menggodaku lagi?!" sahutku kesal.

"Aku serius. Boleh?" tanyanya lagi dengan raut wajah serius.

Melihat wajahnya yang serius, membuatku pasrah dan mengangguk kecil. Ia mengangkat daguku dengan sebelah tangannya dan semakin lama wajahnya semakin mendekat kearahku. Aku pun hanya dapat memejamkan mata, bersiap merasakan bibir merahnya yang lembut dan lembab mendarat dibibirku. Hingga saat aku dapat merasakan hembusan napasnya menerpa wajahku, sebuah suara menginterupsi kami.

"Ehem, apa ayah menganggu?"

Kami membelalakan mata saat mendengarnya dan secara kompak menoleh keasal suara. Demi kamisama tolong berikan aku kantung ajaib doraemon untuk segera menghilang dari sini, karena yang berbicara adalah seorang pria dewasa dengan surai merah kecokelatan yang mirip sekali dengan Seijuurou. Dan bisa dipastikan jika orang tersebut adalah ayahnya Seijuurou, yaitu Direktur Akashi Masaomi.

"Ayah, bukankah kau bilang ingin menginap dihotel? Kenapa berada disini?" tanya Seijuurou, wajahnya terlihat tenang. Apa dia tak malu ketahuan ayahnya ketika hendak menciumku.

"Ayah tidak jadi menginap. Malam ini juga harus kembali ke Tokyo, ayah hanya ingin berpamitan denganmu, tapi ternyata kau..." ucap tuan Masaomi, menggantung ucapannya.

"A-aku... uhm, itu... ma-maaf."

Apa yang kulakukan?! Kenapa bicaraku tergagap seperti ini. Kenapa pertemuan pertamaku dengan beliau harus dengan situasi canggung seperti ini, bagaimana jika kesan pertamanya padaku tidak bagus. Uhh, aku bahkan belum satu hari berhubungan dengan Seijuurou, tapi beliau pasti menolakku.

"Tidak apa-apa. Ini bukan sepenuhnya salahmu, Akemi san." Ucap tuan Masaomi, dengan senyum kecil yang dipaksakan. Tuh kan. Kesan pertamanya padaku pasti jelek.

"Dan kau juga harus mengetahui batasan, Seijuurou."

"Aku tahu batasanku ayah. Apa salah jika aku ingin mencium wanita yang menjadi kekasihku." Sahut Seijuurou, yang langsung mendapatkan cubitan kecil dilengannya olehku.

"Baiklah, kuharap kau mengetahui batasanmu dan tidak mempermalukan nama keluarga Akashi."

"Sesuai keinginanmu, ayah."

Hawa canggung yang kurasakan teralihkan saat aku mendengar suara perut dari dua pria yang terlihat mirip dengan perbedaan umur yang cukup jauh. Kulihat kedua pria dihadapanku berdehem canggung dengan rona tipis di pipinya. Like father, like son.

"Ayah pasti belum makan dari siang karena sibuk kan?" ujar Seijuurou mencoba menghilangkan suasana canggung disekitarnya.

"Kau juga pasti belum makan karena sibuk mengurusi pesta tadi kan."

Aku menatap mereka berdua secara bergantian. Jadi seperti ini cara mereka menyampaikan kepedulian masing-masing. Mereka tak menyampaikannya secara langsung, tapi dengan isyarat yang mungkin hanya bisa dipahami oleh mereka saja.

"Ehm, apa anda ingin makan dulu sebelum pergi? Kebetulan saya memasak sup tofu hangat."

"Sup tofu?"

Ahh, dasar bodoh. Karena Seijuurou suka sup tofu bukan berarti ayahnya juga suka. Aduh aku harus bagaimana?

"Uhm, maaf aku hanya memasak yang sederhana, jadi tidak bisa menghidangkan makanan yang anda suka."

"Tidak apa-apa. Saya bukan orang yang pilih-pilih makanan." Ucapnya lalu melangkahkan kaki menuju meja makan, diikuti denganku dan Seijuurou.

Dengan perasaan canggung, aku mulai menyiapkan nasi hangat untuk keduanya yang sudah duduk dimeja makan. Habis ini aku langsung pamit pulang saja.

"Kalau begitu aku permisi pulang. Biar besok siang aku cuci piring kotornya." Pamitku setelah meletakkan dua mangkuk nasi hangat.

"Duduklah. Makan malam bersama kami." Ajak tuan Masaomi.

Kupikir saat berpamitan tadi Seijuurou lah yang akan melarangku pergi, tapi ternyata ayahnya yang melarangku. Uh-oh pertanda apakah ini.

"Mau sampai kapan kau berdiri Shinju. Kami tak akan mulai makan jika kau tidak duduk." Ucap Seijuurou dengan senyum manisnya. Dan untuk kesekian kalinya, dengan perasaan canggung aku ikut duduk dimeja makan lalu mulai makan malam bersama mereka dalam diam.

.

.

Setelah makan malam, aku dan Seijuurou mengantar tuan Masaomi ke lobby apartement. dan disinilah aku, berdiri canggung berdampingan dengan tuan Masaomi didepan pintu lobby seraya menunggu Seijuurou yang sedang memesan taksi melalui resepsionis apartement.

"Akemi san."

Aku memutar tubuhku menghadap tuan Masaomi dengan perasaan takut. "I-iya?"

Beliau memutar tubuhnya juga dan kini kami berdiri berhadapan. "Terima kasih atas makan malamnya."

"Uhm, sama-sama."

"Tapi tolong perhatikan keseimbangan gizi makanan untuk Seijuurou." Kritiknya padaku.

Aku menggaruk pipiku canggung, yah memang selama ini aku kurang memperhatikan keseimbangan makanan yang aku sajikan pada Seijuurou. "Aku akan berhati-hati mulai sekarang." Jawabku, lalu memberikan senyum terbaik padanya. Aku membelalakan mataku saat beliau tiba-tiba membungkukkan badannya padaku.

"Tuan apa yang anda lakukan?" tanyaku panik.

"Mulai sekarang tolong jaga putraku." Ucapnya dengan tenang, lalu kembali menegakkan tubuhnya. Beliau tersenyum tulus padaku yang tertegun mendengar ucapannya.

"Sudah sejak lama aku tak melihatnya tertawa begitu lepas seperti tadi. Setelah kepergian istriku, aku mendidiknya terlalu keras, kurang memperhatikan dirinya. Kau satu-satunya orang yang bisa membuatnya tersenyum dan tertawa lagi setelah ia memiliki kepribadian yang lain."

"A-anda tau Seijuurou kun memiliki kepribadian ganda?" aku membelalakan mataku terkejut.

Beliau tersenyum sendu kearahku. "Aku ayahnya. Walau kami jarang bersama dalam waktu yang lama, aku tetap bisa merasakan perubahan yang terjadi padanya. Aku justru terkejut melihatmu, yang ternyata tau jika putraku memiliki kepribadian ganda."

"Bagaimana anda tau jika aku mengetahui hal itu?"

"Lukisanmu. Aku melihatnya diruang tamu apartement Seijuurou, lukisanmu yang menggambarkan dua orang Seijuurou. Lukisanmu sangat indah, aku menyukainya."

Ahh, begitu karena lukisanku ya. "Tapi apakah aku pantas untuk menjaga Seijuurou?" ucapku lirih.

Kurasakan sebuah tangan besar mengusap puncak kepalaku lembut, yang ternyata itu adalah tangan tuan Masaomi. "Kau mirip dengan istriku, cantik, ramah, ceria, dan canggung. Masakan buatanmu sama enaknya dengan buatan istriku, apalagi sup tofu yang memang sudah menjadi menu andalan miliknya. Kau bisa membuat Seijuurou tersenyum dan tertawa sama seperti istriku, kau menyayangi putraku apa adanya walau kau mengetahui ia memiliki kepribadian ganda. Aku rasa kau adalah orang yang tepat untuk mendampinginya, kupercayakan putraku padamu, Shinju."

Kurasakan wajahku menghangat karena ucapan beliau. Apa aku orang yang pantas untuk disamakan dengan ibu Seijuurou yang anggun itu dan kata-katanya yang terakhir itu apa maksudnya beliau merestui hubunganku dengan Seijuurou.

Tangan besar beliau berhenti mengusap kepalaku saat sebuah taksi berhenti didepan kami, dan tak lama kemudian Seijuurou keluar dari lobby apartement. "Apa aku harus ikut mengantarmu ke bandara?" tanya Seijuurou.

"Tidak perlu. Kau antar saja Shinju pulang kerumahnya, dan nikmati hari natal kalian nanti. Tapi ingat batasan Seijuurou. Ayah akan mengirim hadiah natal untuk kalian berdua nanti." Pintu taksi ditutup dan perlahan-lahan mulai meninggalkan tempat tersebut dan tersisa kami berdua berdiri didepan gedung apartement.

"Tiba-tiba ayah memanggilmu Shinju, menyuruh kita menikmati malam natal dan bilang akan mengirim hadiah natal untuk kita. Bagaimana caranya kau mendapat restu ayah secepat itu, hm?" tanya Seijuurou dengan seringaian menggodanya.

Aku menatap Seijuurou dengan senyum termanisku. "Mungkin karena aku mirip ibumu." Ucapku, lalu mengecup singkat pipinya dan berjalan menuju gerbang apartement.

Aku memang tak sempurna untuknya, tapi kuharap aku bisa menyempurnakan dirinya. Semua kekurangan yang dimilikinya kuharap bisa kusempurnakan dengan kehadiranku disisinya.

FIN

Happy Birthday My beloved Emperor Akashi Seijuurou :*

Aku publish tanpa edit karena banyak kendala -_- jadi besok baru aku edit cerita ini. Endingnya ga banget T^T aku stuck bingung mau bagaimana mengakhiri cerita ini. Fanfict ini cuma aku share di akun wattpad Yuzu Nishikawa dan akun FFNku Yuzu Nishikawa, karena aku dikasih tau sama temenku kalo lagi ada autocopy jadi kalau kalian liat fanfict ini diakun medsos lainnya itu bukan aku

Aaaaaa pokoknya sekali lagi Otanjoubi omedettou My beloved Emperor Akashi Seijuurou :*

Vote and Comment? ^^ Sankyu

.

20 Desember 2015

Yuzu Nishikawa











Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top