Princess of Papaya (part 1)

"HEBAT... hebat... gue salut sama Vika! Tuh, liat. Dia berani pake celana lari sependek itu sore-sore dingin gini?! Dan lo liat Hera, rambutnya tetep keliatan perfect biar keringetan gitu. Terus Tasya, dia cantik banget kalo dikuncir kuda--"

Reo menghela napas jengkel. Pasalnya teman satu klub larinya, Mike, sedari tadi nggak kunjung berhenti mengomentari cewek-cewek satu klub yang berlari mendahului mereka sepanjang perjalanan kembali menuju sekolah. Inilah hal yang nggak disukai Reo saat dia harus latihan long run bersama Mike. Cowok itu kayak nggak punya topik lain yang lebih berbobot.

Beberapa anggota dari klub lari SMA Bakti sudah dipilih sebulan lalu untuk melakukan persiapan lomba maraton tingkat kelurahan yang akan diselenggarakan bulan dua minggu lagi dalam rangka menggalang dana tahunan untuk anak yatim. Rutenya adalah kompleks di sekitar sekolah, dengan titik putar terjauh adalah perumahan dekat kebun pepaya, sekitar tujuh kilometer dari poin start. Panitia sengaja membuat jaraknya pendek agar lebih banyak peserta--termasuk anak sekolah dan orang tua--yang minat ikut.

Sebagai ketua klub lari SMA Bakti, Reo sudah punya beberapa anggota yang akan dia tunjuk sebagai perwakilan sekolah selain dirinya. Dia neminta salah satu anggota untuk standby di gerbang sekolah dan mencatat waktu para pelari, dan kalau mereka memenuhi syarat, mereka bisa ikut maraton.

"Duluan, bro." Mike memutuskan mempercepat larinya dan mendahului Reo, "Mau cepet-cepet ketemu Nana, hehe."

"Oke."

Mike memang betul, sore ini cukup dingin. Angin berhembus dengan kencang, menggoyangkan puncak-puncak pepohonan di kiri-kanan jalan perumahan yang saat ini sedang dilalui Reo. Sembari berlari, cowok itu jadi kepikiran tanaman sulur yang baru-baru ini susah-payah ditanam Pak Iman, tukang kebun SMA Bakti untuk menghiasi tembok lapangan belakang atas permintaan kepala sekolah. Jangan-jangan sehabis ini Pak Iman ngedumel karena sulur-sulurnya porak-poranda.

Ngomong-ngomong soal porak-poranda, seingat Reo, Mike sempat cerita bahwa hubungannya dengan ceweknya, Nana, terancam 'porak-poranda' seminggu lalu karena Mike menolak ajakan Nana untuk nge-date demi mabar Mobile Legends. Mike uring-uringan setelah itu dan Reo harus merelakan kupingnya panas akibat dicurhati. Tapi sekarang, kenapa tahu-tahu keduanya sudah rukun lagi?

Sembari terus berlari, Reo menggeleng-geleng sendiri. Pacaran. Kayaknya enak jadi orang jaman dulu. Kabanyakan sekali pacaran langsung nikah. Kayak gampang banget ketemu jodoh. Nggak banyak baper dan galau. Nggak pusing-pusing putus-nyambung...

Langkah Reo melambat ketika dia menyadari ada dua anggota cewek klub lari yang sedang bersantai di sebuah warung jus tak jauh di depannya. Keduanya tengah asyik minum sesuatu yang berwarna jingga kemerahan di dalam gelas plastik dengan sedotan, dan ketika mereka mendongak dan bertemu tatap dengan Reo di kejauhan, ekspresi panik keduanya seolah berkata, mampus, ada Kak Reo!

"K-Kak!" keduanya serentak berdiri dan menurunkan gelas jus mereka dengan wajah bersalah.

Reo melambatkan larinya hingga berhenti sepenuhnya di depan mereka. Alisnya terkernyit jengkel.

"Kenapa malah pada nyantai-nyantai di sini? Kan lagi latihan."

Kedua adik kelas itu memucat, "Maaf Kak... saya haus, terus nggak tahan liat jus pengen beli. Jus pepaya di sini enak banget, udah terkenal di daerah sini..."

"Bawa air sendiri itu boleh. Besok-besok jangan gini lagi. Tapi kalo emang kalian nggak niat ikut lomba, bilang ke gue."

"S-Siap, Kak..." kedua cewek itu kelihatan hampir menangis dan buru-buru membuang jus mereka ke dalam tong sampah di dekat situ, lalu kembali berlari.

Reo menghela napas panjang. Alasan pembina klub lari, Pak Wandi, menobatkannya jadi ketua di semester lalu adalah karena Mulut Tega-nya Reo. Dia berpendapat karakter itu penting pada sosok pemimpin. Tapi melihat mata berkaca-kaca kedua cewek tadi, Reo jadi--

"Sayang banget jusnya."

Reo berbalik kaget mendengar celetukan itu. Di balik kios warung jus, tengah duduk seorang gadis berambut dicepol--kelihatannya seumuran Reo--yang tengah memandangi tong sampah dengan raut menyesal.

"Apa?" tanya Reo, masih agak kaget.

Si cewek menunjuk tong sampahnya dan menatap Reo dengan pandangan mencela. "Mestinya biarin aja mereka bawa jusnya buat diminum kalo udah sampe finish. Kan sayang uang jajan mereka. Sayang juga buang-buang minuman."

Oh. Cewek ini denger yang tadi.

"Nanti anak-anak yang lain malah jadi tau mereka curang pas latihan." Reo menjawab, "Lagian mereka tau rule-nya. Jajan waktu lari itu dilarang."

"Lo ketua, ya?"

Reo mengerjap dan mengangguk, "Tau dari mana?"

Si cewek tersenyum, "Soalnya lo nakutin."

Reo merasa tengkuknya memanas, "Sori?"

Cewek itu hanya menggeleng pelan. Kemudian tanpa bangkit dari duduknya, dia mengambil satu gelas plastik dan hendak menciduk jus pepaya dari dalam salah satu dispenser yang berjajar di atas meja di hadapannya dengan sendok plastik cekung. Tetapi sebelum melakukannya, dia kembali menatap Reo, "Gue kasih jus pepaya gratis buat lo, mau? Biar nyobain dulu rasanya gimana."

"Jajan waktu lari itu dilarang." Reo mengulang, kaku.

Cewek itu menghela napas, "Kan bukan lo yang beli, gue yang ngasih."

"Nggak. Makasih."

Cewek itu mengangkat bahunya enteng, "Terserah. Ngomong-ngomong lain kali jangan bikin pembeli di sini buang jus di depan mata penjualnya ya. Sakit hati, tauk."

Sepanjang perjalanannya kembali menuju titik start di dekat sekolah, Reo nggak bisa melupakan kata-kata menohok yang diucapkan cewek cepol di warung jus tadi.

Ternyata, di dunia ini bukan cuma dia yang punya Mulut Tega.

🍹

"Itu apa?" tanya Reo kepada Mike yang baru kembali ke dalam kelas siang itu.

"Hah?"

"Yang lo pegang."

"Oh... jus pepaya."

"Beli di mana?"

"Kantin..." Mike mengangkat gelas plastiknya, "Kenapa, sih? Mau?"

Reo menggeleng.

Sudah lewat beberapa hari sejak insiden itu. Tetapi kenapa sekarang Reo jadi kelewat sensitif begitu lihat jus pepaya di depan matanya?

"Dibeliin Nana." celetuk Mike bangga tanpa ditanya. Melihat reaksi Reo yang hanya mendengkus ke komiknya--sekarang jam istirahat--Mike jadi agresif, "Kalo ngiri mah bilang aja. Makanya cari cewek sana."

Reo menatap temannya itu dengan tatapan lo-jangan-bercanda-deh, "Ada cewek yang mau sama gue?"

Kali ini Mike ganti menatap Reo dengan sorot lo-ngajak-ribut-apa-gimana, "Punya kaca nggak di rumah? Pernah ngaca nggak? Sadar diri nggak lo tuh cakep? Pamor juga ada, ketua ekskul lari. Sayang pamor negatif juga punya. Mulut Tega lo tuh, kondisiin."

Reo mengernyit. Kayaknya dia cuma jadi si Mulut Tega kalau sedang bertugas jadi ketua. Selebihnya--

"Inget waktu si Ingrid Jumat lalu nyamperin lo nanyain rambutnya bagus apa enggak?" todong Mike, kemudian menyambar lagi sebelum Reo sempat memproses ingatannya lebih jauh. "Lo malah bilang, 'ngapain nanya soal rambut lo ke gue?'... denger-denger abis itu tuh cewek nangis di bilik kamar mandi."

"Tapi emang ngapain coba dia nanyain soal rambutnya ke gue?"

"Dia abis potong rambut."

"Ngapain nanya ke gue?"

Mike menatap sobatnya itu takjub campur frustasi.

"Seluruh dunia udah tau dia naksir lo dari jaman kelas sepuluh, bangsul!"

Reo menaikkan alis, karena kayaknya seluruh dunia tahu soal berita ini, kecuali dirinya sendiri.

"Seenggaknya peka dikit, Re. Perhalus dikit bahasa sama tindakan lo." Mike menasehati, "Gue tau gue juga sering nggak peka. Cuma lo, lo tuh levelnya udah parah banget, man."

Reo menghiraukan Mike dan membalik halaman komiknya, namun nggak ada satupun adegan di dalamnya yang mampu terserap otak cowok itu. Ingatannya malah berkelana kembali ke insiden tempo hari.

Ngomong-ngomong lain kali jangan bikin pembeli di sini buang jus di depan mata penjualnya ya. Sakit hati, tauk.

Kalau begini terus, lama-lama predikat Mulut Tega-nya bisa punya teman.

Mungkin Si Tukang Bikin Sakit Hati.

🍹

bersambung ke part 2

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top