9. Seekor Anjing

Emili awalnya hanya duduk santai sebelum mendengar Gio meneriakinya. Dia menoleh, menatap Gio yang baru pulang lalu berdiri.

"Kenapa aku nggak bisa ada di sini? Apa kamu lupa? Kamu itu masih tunangan aku!" Emili balas melotot. Di depan Gio, dia selalu garang dan sulit diatur. Itu karena dia tahu, kalau dia bersikap lembut, Gio bahkan tidak akan pernah memandangnya sama sekali.

Sejak dulu, hubungan mereka selalu seperti.

"Siapa yang lo bilang tunangan lo, Jalang?!" Gio semakin marah saat mendengarnya. Kalau sampai Diana mendengarnya, dia pasti akan marah lagi. Gio membayangkan Diana benar-benar berpikir demikian dan memutuskan meninggalkannya, itu terlalu tidak tertahankan. Jadi dia langsung menghampiri Emili, dan menendangnya sampai jatuh ke sofa lagi.

Tidak terlalu keras. Walau bagaimana pun Gio selalu tahu kalau sampai Emili mengalami cedera parah, Gio mungkin tidak peduli, tapi neneknya iya.

Sekarang neneknya Gio kembali ke Aussie, tapi entah atas alasan apa Emili yang sudah beberapa minggu menghilang sekarang kembali?

Cewek ini benar-benar menjadi noda di mata Gio.

Emili mengaduh kesakitan, dia melepaskan sandalnya lalu dia lemparkan ke kepala Gio. Gio tidak sempat menghindar. Walau bagaimana pun Emili ini makhluk garang yang menakutkan. Dia merupakan seorang pemegang sabuk hitam.

Emili selalu sadar sepenuhnya kalau dia 'kosong', dia hanya akan dibunuh Gio cepat atau lambat, itu sebabnya dia membekali dirinya sendiri.

Pelipis Gio langsung tergores dan biru. Gio nyaris mendekat dan akan menampar Emili, tapi suara Lisa memanggilnya dengan lembut, "Gio ... jangan!"

Gio mundur selangkah, dia hanya menatap Emili dengan sorot penuh kebencian, "Ampe lo macem-macem sama Diana, gue bunuh lo!"

"Sebelum kamu bunuh aku, Diana yang aku bunuh duluan!" Emili sama sekali tidak takut. "aku dengar dia itu penyakitan yang punya masalah sama jantungnya. Gampang!"

Gio melemparkan tasnya ke arah Emili, tapi Emili menendang tas itu dengan cepat. Lalu dia berdiri dan menerkam Gio sampai jatuh ke sofa di belakangnya.

"LO CEWEK SIALAN! PSYCHO!"

"KAMU KIRA KAMU BERHAK NGOMONG GITU KE ORANG LAIN?!"

"GIO, EMILI! SUDAH!" teriak Lisa akhirnya.

Sebenarnya, dibanding tunangan, bukankah dua orang ini lebih cocok menjadi kakak-adik? Lisa juga sebenarnya tidak setuju kalau dua anak itu menikah. Temperamennya terlalu persis. Sangat keras dan mudah melakukan kekerasan. Kalau dua orang ini bersama, bukankah hanya tinggal menunggu waktu sebelum salah satu di antara mereka pada akhirnya akan terbunuh?

Lisa bergegas menarik Emili dari atas tubuh putranya. Emili semakin garang. Rambutnya berantakan. Gio menendang perutnya lagi. 

"Gio!" peringat Lisa. Putranya ini benar-benar tidak pernah ragu menyakiti siapa pun termasuk lawan jenisnya, kan?

Gio mendengkus. Dia berdiri dan menatap Emili marah, "Gue serius, sampe Diana kenapa-napa dan itu ulah lo, gue potong-potong badan lo sampe 300 bagian. Lo tahu sendiri gue nggak pernah bercanda soal ginian!"

Setelah mengatakannya Gio mengambil tasnya dan pergi menuju kamarnya. 

Emili menunjuknya marah, "Kamu kira aku takut! Si Diana itu yang bakalan aku-"

"Emili!" Lisa memperingatkan.

Nyali Emili langsung menciut. Dia tidak berani membangkang di depan ibunya Gio. Walau bagaimana pun, saat ini dia hanya mendapat dukungan dari Grandma saja. Sejauh ini, Emili selalu sadar kalau orang tua Gio tidak terlalu mendukung pertunangan mereka.

Tapi siapa yang peduli?

Diam-diam Emili membenci orang tua Gio. Dua orang ini di masa lalu tidak pernah peduli pada Gio sama sekali. Di mata mereka hanya ada Giraka seorang saja.

Sekarang Giraka mati, jadi mereka sok peduli sama Gio. Najis.

Diam-diam Emili mengutuk dalam hati. Namun di permukaan, tidak menunjukkannya sama sekali. 

"Emili, kalau kamu memang mau tinggal, patuhi aturannya. Pertama, jangan terlalu banyak mengganggu Gio. Kedua, jangan pernah mengusik hidup Diana. Apa lagi berpikir melakukan hal yang kriminal padanya. Kalau enggak, Aunty nggak punya pilihan selain mengirim kamu langsung ke rumah Grandma dan nggak menerima kamu di rumah ini lagi." Lisa tidak bisa terlalu keras pada Emili. Anak ini juga dibesarkan oleh ibunya, sudah seperti keponakannya sendiri.

Hidup Emili juga sangat menyedihkan. Sejak kecil orang tuanya sudah meninggal. Kalau bukan karena sang Mama, saat ini Emili pasti sudah hidup dalam kesulitan.

"Iya." Emili cemberut. Namun dia tidak terlalu mendengarkannya.

Pada akhirnya Emili bersumpah kalau dia akan menemukan kesempatan untuk menemui Diana dan mengganggunya. Lihat saja.

***

"Emili datang lagi?" Diana berkata tidak nyaman.

Diana duduk di kasurnya, meletakkan ponsel di telinganya. Dia baru saja makan malam dan minum obat. Lalu ditelepon Gio dan diberi kabar yang mencengangkan.

"Iya." Gio berkata jengkel, "kalo lo ketemu dia, langsung balik badan dan pergi. Cewek ini bawa sial aja."

Diana terkekeh mendengarnya, "Lo sama dia berantem lagi?"

"Kapan kami enggak?" Gio mengutuk, "gue tendang perutnya dua kali."

"Emili itu cewek."

"Terus?"

"Lo nggak boleh kasar sama cewek."

"Di mata gue, siapa pun selain elo, boleh gue pukul."

Diana tercengang saat mendengarnya. Lalu diam-diam dia tersenyum, Gio itu ... selalu sangat kasar, kan? Tapi entah kenapa ucapan asal ceplosnya sesekali justru terdengar manis.

"Lo bener-bener bajingan." walau di mulut mengomel, di dalam hati Diana merasa hangat. Dia selalu menikmati momen-momen seperti ini di antara mereka berdua.

"Badan lo masih agak demam, Di?" tanya Gio lagi.

"Gue udah minum obat."

"Jangan ikut olahraga lagi." Gio menghela napas, "nanti lo cepet mati."

"Lo nyumpahin gue?!" Diana marah.

"Gue khawatir."

"Khawatir lo itu kok perasaan kesannya agak nyumpah?"

"Perasaan lo doang paling."

"Lo yang korban perasaan."

Gio berbaring di kasurnya. Suasana hatinya membaik hanya dengan mendengar suara Diana saja. Gio setuju, "Gue emang korban perasaan."

Diana tertawa. 

"Tadi gue kesel, setelah ngobrol sama lo mood gue jadi membaik." Gio menghela napas berat, "lama-lama lo bakalan gue culik terus gue sekap."

"Penjahat lo!"

"Hm. Gue penculik. Terus nanti leher lo gue rantai."

"Lo kira gue anjing?!"

"Hm."

"Apa maksud lo 'hm' itu, hah? Lo yang anjing! Semua keturunan lo yang bakalan jadi anjing!"

Gio tersenyum, "Gue emang anjing, lo juga anjing, jadi semua anak kita nanti juga sekumpulan anjing." lalu dia tertawa.

"Siapa juga yang mau nikahin anjing?!" Diana mengutuk.

"Lo." Gio menjawab kalem, "kalo lo nolak, nanti lo gue perkosa sampe hamil. Jadi bakalan viral di berita ; Cewek SMA berumur 18 tahun berinisial DK diperkosa anjing sampai hamil, dan akhirnya berubah jadi anjing betina."

"Pale lo!" Diana tertawa. Candaan Gio itu selalu kasar, tapi entah sejak kapan Diana semakin terbiasa dengannya?

Diana mulai takut pada dirinya sendiri, jangan-jangan benar lagi dugaan Nabila kalau Diana itu merupakan seorang masokis?

Gio tersenyum mendengar tawa Diana.

"Udah, ah. Gue mau tidur. Sampe jumpa besok di sekolah, Gi."

Gio mengangguk, "Hn. Mimpiin gue."

"Ogah."

"Kalo lo mimpi diperkosa anjing, yang jadi anjingnya gue."

"Bodo amat lo, ah!" Diana langsung menutup telepon. Lalu dia tertawa keras.

Bicara dengan Gio ... selalu membuat Diana bahagia seperti sekarang.

Sejak kapan hubungan mereka berubah menjadi permen seperti ini?

Ini ... benar-benar terlalu manis.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top