4. G & D
"Diana bener-bener bawa pengaruh yang baik buat Gio, kan?"
"Sejak mereka lengket bukannya Gio udah nggak pernah bolos kelas lagi?"
"Dia juga nggak sembarang ngegertak atau mukul orang, semua gertakannya macem spesial khusus buat Diana aja."
"Itu pujian?"
Diana tidak tahu harus tertawa atau menangis saat mendengar kalimat-kalimat itu? Namun karena itu tidak terlalu berpengaruh untuknya, pada akhirnya dia tidak menyangkal atau mengiyakan setiap rumor yang beredar.
"Gio bener-bener badass kan, Di?" Nabila berkomentar sambil makan kuaci. Ini istirahat makan siang, Gio pergi ke kantin untuk membeli makanan, Diana dan Nabila duduk bersebelahan. Diana ikut mencomot kuaci Nabila.
"Hah?" Diana tidak mengerti arah pembicaraan mereka.
"Video Gio mukulin bapak-bapak yang ngelecehin lo hari ini viral. Siap-siap aja fans Gio makin banyak." Nabila berkomentar. "tangannya itu ringan banget, kan? Mukul orang itu bukannya sebenernya sakit? Tapi dia kayak udah pro mukulin orang."
"Bukannya dia emang gitu?" Diana menghela napas. "di kantor polisi, depan polisi aja Gio berani nendang orang mesum itu. Gio bisa bebas karena ditebus."
"Hn, dia bener-bener populer. Fandi nge-share video di twitter, dia udah punya puluhan ribu followers, video itu di-share sama ribuan orang." Nabila mengangguk, "Gio dapet banyak pujian."
"Karena dia mukulin orang mesum?"
"Bukan." Nabila menjawab sambil nyengir, "karena dia ganteng."
Diana tidak bisa berkata-kata.
"Lo ngerti sendirilah, kita hidup di zaman muka yang menentukan, sekalipun cowok itu psikopat, selama dia ganteng ada banyak cewek yang rela ngangkat roknya."
Kali ini Diana tertawa. Dia tidak menyangkalnya, "Hn. Gio emang ganteng."
"Yeah, cuma cowok ganteng yang bisa bikin cewek jadi masokis." Nabila menjawab cuek, "elo misalnya."
Diana tidak terima. Sejak lama dia mendapat tuduhan 'masokis tiada batas' dari Nabila.
"Gue awalnya itu simpati."
"Hn. Karena dia cowok bengal, badboy, galak, tapi ganteng makanya lo simpati. Coba kalo dia mukanye kayak Abang botak yang jual siomay depan sekolah, mana lo mau keleees."
Hal itu Diana lagi-lagi tidak bisa menyangkal. Dia protes, "Kenapa omongan lo makin kerad aja sih, Nab?"
"Lo nggak ngerti perasaan gue." Nabila mendengkus kasar. "lo bayangin tiap hari gue ngeliat lo sama Gio mesra-mesraan padahal gue jomlo. Tega lo emang. Ngasih kok pemandangan kalian romantis, kasih duit kek biar gue seneng."
"Gue kasih lo kuaci yang udah gue kupas." Diana menyodorkan satu biji kuaci ke mulut Nabila.
Nabila merengut dan menjawab, "Kuaci ini gue juga yang beli." Diana menyahut 'ha-ha', Nabila walau menggerutu tetap membuka mulut dan memakan kuacinya.
Tidak lama kemudian Gio datang. Dia membawa satu kantong plastik berisi makanan. Menyerahkan sterofom berisi bubur untuk Diana. Dia juga meletakkan sebungkus siomay untuk Nabila.
"Bubur lagi?" Diana protes. "gue beli sendiri aja deh."
"Cuacanya belakangan ini berangin." Gio menegurnya, "lo udah mau pilek. Makan yang mudah dicerna, jangan sampe perut lo kembung."
"Nanti Diana sakit ya, Gi?" Nabila mengangguk setuju.
"Enggak, kalo perut lo kembung nanti lo nggak berhenti kentut." Gio mengelak saat Diana melemparkan sendok ke arah wajahnya. Memelototi Gio dengan matanya yang layu. "kenapa? Lo mau ngaku nggak pernah kentut?"
"Gue nggak mau ngomong sama lo lagi."
"Mau pake sambel nggak? Dikit aja."
"Mau."
"Katanya nggak mau ngomong sama gue lagi."
Diana semakin marah. Dia membuang muka tidak mau menjawab. Gio hanya tersenyum geli sambil membukakan sterofom bubur untuk Diana. Dia hanya membuka plastik putih yang membungkus bubur, membukanya lebar-lebar. Sendok yang tadi Diana lempar dia ambil lagi, dia basuh di luar menggunakan air mineral lalu dia letakkan di dekat bubur Diana.
"Makan."
Nabila yang melihat pemandangan itu hanya bisa menggigit kol siomaynya kasar. Menatap dua orang di dekatnya dengan sorot memusuhi.
Benar-benar tidak berperasaan. Mesra-mesraan kok sembarangan?
Nabila ingin menyumpahi dua orang itu agar cepat jomlo tapi dia tidak tega. Walau bagaimana pun dia senang karena akhirnya Diana bertemu dengan seseorang yang mencintainya, memperlakukannya dengan baik, dan melindunginya dari semua orang yang berpotensi menyakitinya.
Diana benar-benar diberkati.
Diana selama ini selalu pacaran dengan cowok yang tidak terlalu jelas. Selama cowok-cowok itu baik padanya, Diana akan mudah suka pada mereka. Yang paling bisa diandalkan adalah Glenn, tapi dia terlalu tsundere dan tidak jujur dengan perasaannya sendiri sehingga selalu ditikung dari berbagai arah.
Yang paling tulus adalah Giraka, tapi mengidap penyakit parah dan meninggal membuat Diana sangat sedih dan kesakitan.
Sejujurnya, Gio sejauh ini adalah pasangan Diana yang paling cocok. Diana tidak peka, sementara Gio selalu langsung dengan perasaannya. Diana sering menahan diri, jadi Gio yang akan mengulurkan tangan untuk melampiaskan kekesalannya. Diana mudah goyah, Gio yang posesif akan mengekang Diana sehingga tidak bisa melihat sisi-sisinya lagi.
Hn.
Nabila memutuskan dua orang itu memang sangat serasi.
Pada akhirnya Diana makan, bibirnya masih menekuk -cemberut. Gio mengisap cola di tangannya dengan mata yang tidak beralih dari pacarnya. Alis Gio sedikit berkerut.
Ada terlalu banyak penyakit di tubuh Diana. Walau untuk saat ini tidak ada yang begitu mematikan, tapi kalau terus ditimbun lama, Diana cepat atau lambat akan mati karenanya.
Diana juga harus selalu mendapatkan perawatan kelas satu setiap jatuh sakit. Dia berasal dari keluarga sederhana, jadi keluarganya jelas-jelas bekerja keras untuk menyiapkan uang perawatan agar tidak kalut saat Diana collaps tiba-tiba.
"Di, setelah lulus, lo mau kuliah di mana?" Gio bertanya.
Diana mengunyah dan mengangkat wajahnya, "Gue berharap bisa masuk Universitas Negeri. Tapi Swasta juga baik-baik aja. Di mana aja selama biayanya nggak terlalu mahal."
Diana tersenyum, "Gi ... lo nggak perlu ngikutin gue ke kampus pilihan gue nanti, ok? Dengan kemampuan lo, lo bahkan bisa kuliah di luar. Kita bisa LDR."
"Dan biarin lo mulai tebar pesona genit sana-sini?"
Ucapan sinis Gio ditertawakan Nabila. Dia juga setuju. "Jangan LDR sama Diana. Entar dia ketemu sama kakel yang baik sama dia, rela nganter-jemput dia ke kampus, ngasih dia perhatian, terus bikin dia bingung harus milih siapa?"
"Gue nggak kayak gitu, Nab!" Diana membela diri. "gue ... gue enggak kayak gitu." lalu saat sepanjang Diana mengingat, dia sadar kalau perkataan Nabila memang benar.
"Gue curiga kalo gue mati lebih awal lo bakalan sibuk cari cowok baru, kilat." Gio menggerutu.
"Jangan ngomong soal mati segampang itu!" Diana kali ini benar-benar marah. Dia menggeram dan menegaskan, "gue benci!"
Gio mengerjap. Dia tahu kalau kematian Giraka benar-benar merupakan pengalaman traumatis pacarnya. Gio masih sering cemburu pada kakaknya. Walau terkesan kejam, dia bersyukur karena Giraka sudah meninggal, jadi Diana tidak bingung untuk memilih di antara mereka.
Glenn saja sudah membuat Gio kesulitan untuk mendapatkan Diana, dengan Giraka? Lupakan. Gio bahkan tidak memiliki peluang.
"Sori." Gio mengalah. Dia sadar kalau dia tidak meminta maaf, Diana akan ngambek berkepanjangan padanya. Sebaliknya, selama dia mengaku salah, sebenarnya Diana itu murah hati.
Benar saja. Diana langsung mengangguk. "Gi, jangan minum cola aja, lo juga makan."
"Gio menaikkan plastik lain ke atas meja, melihat beberapa kotak burger di sana. Gio mengambilnya satu dan melahapnya.
Diana protes, "Kenapa gue dapet bubur sementara lo makan banyak burger?"
"Oh," Gio menyahut acuh tak acuh, "gue ganteng soalnya."
Apa korelasi dari makan burger dengan tampang seseorang, bajingan?!
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top