34 : CANDRA DAN WULAN
Zyan berdiam diri di balkon kamarnya. Matanya sejak tadi menatap lurus ke layar laptop. Ia sedang menulis untuk kelanjutan ceritanya yang ia tulis di salah satu platform membaca online.
Wulan tidak pernah tahu mengapa matanya selalu tertuju pada Candra, sosok kakak kelas yang akhir-akhir ini menyita perhatiannya. Rambutnya yang hitam alami, bola mata yang mempesona, alis tebal, rahang tegas, dan senyuman pada bibirnya yang manis. Bahkan pada saat pertama mereka bertemu, Wulan tercengang. Dia sama sekali tak menyangka ada manusia dengan paras nyaris sempurna seperti Candra.
Zyan mengulum bibirnya setelah membaca hasil tulisannya yang tersimpan di dalam draf. Perutnya terasa geli. Rona merah menyebar dengan cepat dari pipi ke seluruh wajah. Ia terkekeh pelan, menertawakan dirinya sendiri di masa lalu ketika pertama kali melihat sosok Navier. Pertemuan yang sangat konyol. Gadis itu langsung terpesona pada Navier pada pandang pertama mereka bertemu.
Zyan menghela napas. Dia menoleh, menatap pemandangan halaman belakang rumah yang ada di hadapannya. Isi kepalanya menerawang jauh.
Sampai detik ini, Zyan tidak pernah menyangka bahwa ia bisa dekat dengan Navier, sosok kakak kelas yang sangat ia kagumi. Zyan juga masih tak menyangka bahwa ia bisa berteman dengan selebritinya SMA Bhakti Nusantara, NAGIBADERA. Juga dengan pertemanannya dengan Absurdkiawan. Zyan terkekeh lagi dengan sendirinya. Dulu, pikirnya, mustahil sekali bisa tahan berteman dengan spesies seperti Kenzo, Mares, dan Fano. Sedangkan nyatanya? Kini mereka bahkan satu circle. Ke mana-mana selalu bersama. Belajar kelompok, ke kantin, jalan-jalan di akhir pekan, juga bergosip.
Zyan tertawa pelan menyadari kenyataan itu. Dulu ia kira laki-laki tidak pernah suka diajak bergosip, tapi setelah bertemu dengan ketiga sahabat cowoknya itu, semua pemikiran itu musnah. Bahkan nyaris setiap Absurdkiawan sedang berkumpul, berbagi gosip dari berbagai sudut sekolah, ketiga cowok itulah yang selalu membawa bahan gosip. Ada saja rumor-rumor yang mereka bawa. Terutama dari Kenzo yang notabenenya anak basket. Zyan, Kia, dan Sani jadi tahu lebih banyak tentang anak-anak famous di circle anak basket yang selama ini jadi idaman banyak perempuan di sekolah.
Kalo gue boleh jujur, sebagai cowok normal, lo cantik banget malem ini, Zy.
"IHH GUE KENAPA, SIH?!" Zyan frustrasi sendiri.
Setelah kepulangannya dari acara pertunangan Viela, kakak perempuan kedua Navier, kalimat kakak kelasnya itu terus terputar di dalam memorinya. Zyan nyaris gila hanya karena kalimat yang tidak terlalu panjang itu. Sudah tak terhitung ia berapa kali guling-guling di kasur, senyum-senyum sendiri, menggigit bantalnya, hingga nyaris membanting ponselnya ke lantai.
"Bisa gila gue kalo kelamaan kayak gini," gumam Zyan sambil menggigiti bibir bawahnya. "KAK NAVIER DIEM-DIEM MERESAHKAN, YA!"
Yeah ... begitulah. Mode 'autis' Zyan kumat lagi. Gadis itu kembali masuk ke dalam kamarnya, membanting diri ke atas kasur, berguling-guling, membuat kasurnya yang semula rapi jadi berantakan.
Drrt ... Drrt ... Drrt ...
Ponsel Zyan bergetar, dan hal itu sontak menghentikan aksi kegilaan gadis itu. Ia beranjak meraih benda pipih tersebut. Ada satu panggilan masuk dari kontak yang ia beri nama 'Kak Viero'.
Oh, Kak Navier──
Tunggu! Kedua bola mata Zyan langsung membulat sempurna. Panjang umur sekali. Baru saja Zyan dibuat gila oleh Navier, dan sekarang cowok itu sedang menelponnya.
Zyan benar-benar harus memeriksakan jantungnya ke dokter setelah ini.
Zyan berdeham sejenak. "Halo, Kak?"
"Halo, Zy?"
Zyan mengulum bibirnya dalam-dalam. Suara bass Navier yang mengalun lembut di gendang telinganya membuat gadis itu nyaris berteriak saat itu juga. Bisa-bisanya gadis itu deg-degan hanya karena suara saja?
"Zy?"
"E-eh, iya ... Kenapa, Kak?"
Lihat? Baru mendengar suara doinya dari jaringan telepon saja sudah meleyot, apalagi jika mendengar langsung? Dasar perempuan.
"Gue nggak ganggu, kan?"
"Nggak, kok, Kak," Zyan berusaha mengontrol intonasi bicaranya supaya tidak kentara sekali jika sedang dilanda gugup.
Pasalnya ini pertama kalinya Navier menelpon Zyan secara personal! Selama ini mereka biasanya hanya bertukar pesan saja. Paling mentok ketika NAGIBADERA dan Absurdkiawan melakukan zoom meeting bersama karena bosan.
"Kak Navier kenapa nelpon, ya, Kak?" tanya Zyan.
"Gue juga nggak tau. Awalnya bosen karena kerjaan gue sekarang cuma belajar doang buat persiapan ujian. Terus gue kepikiran buat nelpon lo."
"Kenapa Kak Navier nggak nge-band aja sama yang lain? Lumayan, kan, bisa ngilangin bosen."
Zyan bisa mendengar suara kekehan dari sana.
"Nyokap nggak kasih ijin. Biasalah. Mama protektif banget kalo ke gue karena gue anak cowok satu-satunya di rumah."
Zyan terkekeh. "Bagus, dong, Kak. Berarti mamanya Kak Navier itu sayang banget sama Kak Navier."
"Sayang, sih, sayang, Zy. Tapi otak gue bukan otak jenius modelan kayak lo. Sekali dijejelin buku langsung masuk. Eh, bagi tips, dong, buat belajar!"
"Tips?"
"Hm.."
"Aku kalo belajar nunggu mau dulu, sih, Kak."
"Nunggu mau gimana maksudnya?"
"Ya nunggu udah ada niat buat belajar. Emang, sih, kalo ditunggu kapan maunya buat belajar pasti bakal lama datengnya. Tapi nanti kalo udah dateng, belajarnya bener-bener serius. Semua yang berpotensi ganggu konsentrasi kayak hape, laptop, novel──ini kalo aku, ya, Kak, ditaruh jauh-jauh dulu. Sama sedia air putih di meja belajar."
"Agaknya ribet, ya, sampe harus ngejauhin diri dari hape?"
Zyan tertawa. "Ya gitu, deh. Sama satu lagi, Kak. Usahain buat ngehindarin SKS."
"SKS? Satuan kredit semester?"
Zyan tertawa lagi. "Bukan, Kak. Sistem kebut semalam maksudnya. Yang sistem belajarnya pas h-1 sebelum ujian. Kurang efektif menurut aku kalo belajar pake sistem itu."
"Tapi selama ini gue selalu belajarnya h-1 sebelum ujian. Lumayan hasilnya, rata-rata B+. Bahkan pernah dapet A."
"Mungkin Kak Navier pengecualian," Zyan mengusap tengkuknya. "Tapi saran aja, ya, Kak. Jangan keseringan. Kalo bisa nyicil belajar dari jauh hari kenapa harus lembur semalem suntuk, kan? Begadang juga cuma ngebuat kita ngantuk pas besoknya."
"Cie perhatian."
"Ih, nggak!" Zyan dapat merasakan kedua pipinya menghangat. "Kak Navier, kan, tadi minta tips."
"Masa?"
"Iya!"
"Bohong dosa loh."
"IH, KAK NAVIER!"
Zyan bisa mendengar tawa Navier yang pecah di seberang sana. Hal itu justru membuat kedua pipi Zyan semakin panas. Gadis itu lalu tak sengaja melirik ke arah cermin yang ada di meja riasnya. Ia bisa melihat betapa merah wajahnya saat ini.
"By the way, gue nungguin update-an dari lo loh, Zy."
"Maksudnya?" Aksi salah tingkah Zyan berakhir dengan kebingungan karena ucapan Navier barusan.
"Cerita lo di aplikasi baca online."
Susah payah Zyan mencerna maksud dari ucapan cowok itu. Kerja otaknya terasa sangat lamban sekali sekarang.
"Lanjutannya Si Candra sama Wulan. Lo masih gantungin gue di chapter 33."
"Kak Navier ... kok, tau kalo aku nulis cerita?" Zyan benar-benar panas-dingin sekarang. Bagaimana kakak kelasnya itu tahu kalau ia menulis cerita dengan tokoh utamanya yang bernama Candra dan Wulan?
"Lo naroh link ceritanya di bio Instagram."
"Kak Navier ngebuka link-nya?" Zyan dapat merasakan dadanya berdegup sangat kencang.
"Hm."
"Dan Kak Navier ... baca?"
"Iya."
"Semuanya?"
"Iya, semuanya."
Zyan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat agar tidak kelepasan untuk menjerit. Astaga! Apakah ada yang bisa menunjukkan jalur dengan akses paling mudah menuju Palung Mariana? Zyan rasa-rasanya ingin enyah saja dari permukaan bumi ini.
"Zy?"
"E-eh, iya, Kak?"
"Lo kapan mau lanjutinnya?"
"Eh, anu ... Ini sebenernya tinggal dipublis aja yang bagian baru."
"Tapi?"
"Tap-tapi belum mantep aja rasanya. Masih mau ngerevisi sekali lagi sebelum dipublis."
"Oke. Gue tunggu update-nya!"
"I-iya, Kak."
"Gue tutup dulu, ya, Zy? Bokap manggil."
"Eh, iya, Kak."
"Semangat nulisnya, Ziyana!"
Zyan susah payah menelan salivanya. Ziyana adalah nama pena Zyan yang gadis itu gunakan untuk menamai dirinya di dunia kepenulisan. Dan Navier mengetahui itu. Itu berarti cowok itu memang betul-betul membaca cerita buatannya.
"See you tomorrow, Wulan!"
Tut
Sambungan diputus secara sepihak.
Kedua bola mata Zyan melotot. Gadis itu mematung. Susah payah ia berusaha menghirup udara sebanyak yang ia bisa. Apa yang baru saja Navier katakan? Wulan? Naviernya memanggilnya Wulan?!
Bahkan dalam fantasi terliarnya sekalipun, Zyan tidak pernah membayangkan Navier akan membaca cerita buatannya.
Bahkan memanggilnya dengan panggilan Wulan──yang di mana Wulan merupakan karakter fiksi ciptaannya yang terinspirasi dari dirinya sendiri.
Tunggu!
Jika Navier membaca cerita karangan Zyan ...
Apakah cowok itu tahu bahwa Candra──tokoh utama laki-laki dalam cerita Zyan──merupakan bentuk fiksi yang gadis itu ciptakan untuknya?
CANDRAWULAN
Hola!
Back again with me Styakna!
Terhitung 2 bulan sejak aku update terakhir, 19 Maret 2021.
2 bulan terakhir adalah masa² terakhirku di sekolahku yang sekarang. Huhu sedih banget cuma bisa sekolah offline 1,5 tahun doang dan 1,5 tahun sisanya dihabisin lewat daring :( Tapi, 2 bulan terakhir, aku bener² full masuk sekolah. Ya walaupun terbatas sih. Tapi seneng bangett akhirnya bisa ngerasain suasana sekolah lagi setelah sekian lama. 1 bulan pertama aku habisin buat ngambis karena buat merjuangin masa depan, dan 1 bulan kemudian aku habisin buat rehat. Istirahat yang bener² istirahat dari semua kesibukan.
Kalian tau? Waktu update tanggal 19 Maret kemarin, waktu cerita CANDRAWULAN anniv yang ke2, setelah 7 bulan aku hiatus, aku kira gak bakal ada lagi yang mampir ke sini. Buttttt, nyatanya masih ada! Terserah kalian nyebut aku alay dsb. Tapi aku beneran terharu bangett 😭
BUAT PEMBACA SETIA CERITA INI, I LOVE U MORE THAN 3.000 POKOKNYA!
Tinggalkan jejak sebagai bukti bahwa kalian telah membaca bagian ini dengan pemberian vote + komen, biar gak sider.
Maafkan bila terjadi kesalahan dalam kepenulisan.
Keep reading CANDRAWULAN until the end.
Thanks and see you 💙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top