15 : UJIAN TELAH TIBA!
Navier berjalan menyusuri satu persatu lorong yang ada di sekolahnya. Ia sedang mencari ruangan tempat ia akan menjalani ujian akhir semester selama satu minggu ke depan. Navier ingat bahwa ia akan berada pada ruangan tiga, seperti yang tertera pada kartu pesertanya.
Tangannya sibuk berkutat dengan dasi. Sejak tadi lelaki itu membuat ikatan dasi, namun tak ada satupun yang mendekati sempurna. Ada yang kepanjangan, kependekan, dan bahkan berbentuk persegi, bukan segitiga.
"MAI BEBI HANI SWITI!! RORO, BABAN DATANGGG!!!"
Gerakan Navier terhenti saat sebuah teriakan menggema di langit-langit koridor. Lelaki itu memejamkan matanya---menyebut dalam hati saat mengingat bahwa teriakan makhluk paling absurd dari dunia lain itu adalah temannya.
"Bonjour, Roro!" seru Bani tepat di telinga Navier.
"Apaan sih lo, Ban?!" ujar Navier kesal.
"Ih! Kok Roro gitu sih? Kenapa? Dedek salah apa, Bang?" sahut Bani semakin menjadi-jadi.
Navier menghembuskan napas panjang. Ia kembali berjalan dan berkutat dengan dasinya. Meninggalkan Bani begitu saja yang saat ini tengah menatapnya dengan wajah cemberut.
"NAV!"
Gerakan Navier kembali terhenti saat lagi-lagi ia mendengar sebuah seruan yang menyerukan namanya. Ia mendongak dan mendapati Gilang yang tengah melambaikan tangan ke arahnya. Ia berdiri di depan pintu salah satu ruangan kelas sebelas.
Tunggu! Navier bahkan baru menyadari jika ia sedang berada di lorong kelas sebelas, lebih tepatnya pada lantai dua. Kegiatan berkutat dengan dasi membuatnya lupa dengan lingkungan sekitar.
Navier berjalan menghampiri Gilang. Tangannya masih sibuk dengan dasinya. Entahlah kapan Navier akan selesai dengan atribut sekolahnya yang satu itu.
"Kenapa, Lang?" tanya Navier.
"Kita ruangannya di sini. Kelas sebelas IPS satu," jawab Gilang sembari menunjuk ke arah kertas yang terpasang pada jendela kelas tersebut.
Benar saja. Terpampang dengan jelas di sana tulisan 'RUANG 03' pada selembar kertas cover berwarna kuning.
"Ayo masuk! Sekalian belajar lagi sebelum bel," ujar Gilang yang dibalas dengan anggukkan kepala Navier.
***
Zyan keluar dari dalam toilet. Ia sudah berada di sekolah sejak pukul enam pagi. Itu adalah kebiasaannya untuk selalu berangkat lebih awal ketika sedang ujian. Hal itu ia lakukan agar di sekolah ia dapat memiliki waktu lebih lama untuk kembali mengulang materi yang akan diujikan.
Zyan menatap pantulan dirinya pada cermin toilet. Gadis itu membenarkan ikatan rambutnya yang sedikit miring. Tak lupa ia membasuh wajahnya dengan air agar merasa lebih segar. Jujur saja pagi ini ia merasa sangat mengantuk.
"Hoammm...." Zyan kembali menguap lebar.
Zyan melangkahkan kakinya ke luar dari toilet. Ia berjalan menuju ruangannya yang berada pada lantai dua. Gadis itu sebenarnya malas sekali apabila harus naik turun tangga selama satu minggu ke depan. Naik tangga ke lantai dua saja ia sangat malas, lantas bagaimana jika ia sudah kelas dua belas yang letak kelasnya berada pada lantai tiga?
"Hai, Stela, Thala," sapa Zyan ketika berpapasan dengan dua teman satu kelasnya di tempat les.
"Hai, Zyan," balas keduanya serempak.
Zyan kembali melanjutkan langkah. Gadis itu membenarkan ikatan rambutnya sekali lagi. Akhirnya ia tiba di ambang pintu ruangannya.
Zyan dengan langkah berat berjalan menuju tempat duduknya. Mungkin karena efek mengantuk langkahnya menjadi terasa berat. Ia sempat melirik seorang siswa yang terduduk di seberang tempat duduk miliknya.
Eh, tunggu!
"CRAZY PEOPLE?!" seru Zyan tak percaya saat menyadari siapa siswa tersebut.
"Heh, Anak Setan! Bisa nggak sih lo kalo ketemu gue nyapanya yang bener? Kak kek! Kak Gilang kek! Ini malah ngatain gue orang gila!" cibir siswa itu yang tak lain adalah Gilang.
Zyan menatap tempat duduk yang berada di seberang kanannya. Di sana adalah tempat duduk Kenzo. Zyan beralih menatap tempat duduk di seberang kirinya. Di sana adalah tempat duduk kakak kelas paling gila yang pernah ia kenal, Gilang.
Zyan mengusap wajahnya frustasi. Oh, Tuhan! Lengkap sudah penderitaan gadis itu karena duduk pada tempat duduk yang berada di antara dua makhluk paling menyebalkan yang pernah ada. Selama satu minggu pula!
"Eh," Zyan baru sadar akan sesuatu. "Gue satu ruangan sama orang gila, berarti...."
Kedua bola matanya membulat sempurna. Ia segera berlari ke luar ruangan. Langkahnya terhenti tepat di depan papan yang terpasang pada jendela ruangannya, tepat di samping kertas cover bertuliskan 'RUANG 03'.
Papan tersebut adalah denah tempat duduk murid yang berada pada ruang tiga. Sekaligus terdapat daftar nama murid-muridnya. Mata Zyan dengan teliti membaca satu persatu nama yang ada. Hingga pada sebuah nama, matanya berhenti mencari.
Naviero Candra Gurdara - XII IPA 3
Sebuah senyum terukir pada bibir mungil Zyan. Semakin lama semakin lebar. Gadis itu benar-benar merasa senang saat ini.
"Gue? Satu ruangan sama cowok cakep?! Seminggu?!" seru Zyan tertahan. Gadis itu tidak mampu menyembunyikan senyumnya.
Tunggu! Zyan tersenyum? Gadis itu tersenyum---tulus?! Astaga! Sebuah keajaiban dunia bagi mereka-mereka yang melihat senyum tulus yang jarang sekali Zyan perlihatkan.
Mata Zyan beralih pada nama yang akan menjadi teman sebangku Navier.
Nashwa Azkia Anggia - X IPS 3
"Bocah! Menang banyak lo bisa duduk sama cowok cakep, Ki!" gerutu Zyan yang ditujukan untuk temannya, Kia.
Dengan kesal, Zyan menghentak-hentakkan kakinya. Gadis itu kembali masuk ke dalam ruangannya. Dengan wajah cemberut, ia duduk pada bangkunya. Tangan gadis itu meraih dasinya yang ia letakkan pada kolong meja. Ia terlalu terburu-buru saat berangkat tadi sampai ia tidak sempat mengenakan dasi.
Tak butuh waktu satu menit dasi Zyan telah jadi dengan sempurna. Gadis itu sudah hafal di luar kepala untuk mengingat langkah-langkah membuat dasi.
"Zyan, lo bisa buat dasi?"
Zyan menoleh saat namanya dipanggil. Matanya kembali membulat sempurna. Navier baru saja memanggilnya. Tapi, yang gadis itu herankan, sejak kapan Navier terduduk pada bangku yang berada di depan Gilang? Rasa-rasanya bangku itu tadi kosong. Atau hanya Zyan saja yang tidak memperhatikan?
"Eh, iya, Kak," jawab Zyan seadanya.
"Bantuin gue bikin dasi dong!" pinta Navier sembari berjalan mendekat ke tempat di mana Zyan berada.
"HAH?!" Percayalah, itu adalah reaksi paling berlebihan yang pernah Zyan miliki. Ia terkejut bukan main saat Navier mengucapkan kalimat yang berhasil membuatnya seperti orang bodoh.
Zyan mematung saat Navier yang kini sudah terduduk di sampingnya. Kakak kelasnya itu duduk menghadapnya sembari menyodorkan dasi miliknya.
"Bantuin gue bikin dasi, ya? Bentar lagi masuk nih. Temen-temen gue pada nggak mau bantuin gue. Tolong, ya, Zy!" ujar Navier penuh harap.
Apa yang harus Zyan lakukan? Navier dengan mudahnya meminta tolong kepada Zyan pada jarak sedekat ini tanpa memperdulikan efek sampingnya pada Zyan. Gadis itu seperti sedang menaiki wahana yang menguji adrenalin. Jantungnya terasa ingin lepas dari tempatnya.
"Zy?" Navier membuyarkan lamunan Zyan.
"Eh, i-iya, Kak."
Zyan segera menerima dasi yang disodorkan oleh Navier.
"Permisi, ya, Kak," ujar Zyan sebelum ia mengalungkan dasi tersebut pada leher Navier. Navier sendiri sebenarnya sedikit bingung mengapa Zyan harus permisi dulu kepadanya. Namun, ia mencoba menghiraukan hal itu.
Dengan tangan gemetar, jantung yang berdegup kencang, dan hidung yang terasa tersumbat sehingga ia sedikit kesulitan bernapas, Zyan memenuhi permintaan Navier. Langkah demi langkah dalam membuat dasi telah Zyan lalui. Namun, gadis itu dapat merasakan badannya yang terasa panas dingin. Apalagi saat ia mampu merasakan hembusan napas Navier yang menerpa wajahnya.
Bagaimana tidak? Berada pada jarak sedekat ini dengan teman laki-laki satu kelasnya saja ia tidak pernah, sedangkan sekarang justru ia sedang bersama kakak kelasnya. Ralat! Kakak kelas dari kakak kelasnya. Kelas tertinggi yang ada pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas.
"U-udah, Kak," ujar Zyan dengan perasaan gugup setengah mati. Tangannya belum bisa berhenti bergetar.
Navier membenarkan ikatan dasinya yang sedikit miring. "Makasih, Zy."
Zyan mengangguk dalam gerakan patah-patah.
Navier terkekeh geli melihat tingkah laku Zyan yang sedikit 'aneh' menurutnya. Ia melemparkan senyumnya ke arah Zyan sebelum ia kembali ke tempat duduknya.
Oh, Tuhan! Zyan harus segera memeriksakan jantungnya ke dokter sepulang sekolah!
***
Ujian hari pertama sudah selesai sejak lima menit yang lalu. Para murid berhamburan ke luar dari ruangan mereka. Lorong-lorong sekolah menjadi ramai. Pembicaraan ringan terdengar menggema memenuhi langit-langit.
Navier berjalan sendirian. Biasanya ia akan bersama sahabat-sahabatnya. Tetapi ia memilih untuk ke luar terlebih dahulu.
"SI MERAH UDAH SEMBUH!" seru Bani dari kejauhan. Lelaki itu sedang bersama Gilang di area parkir, tetapi keduanya melihat Navier yang sedang menaiki motornya.
Navier sedikit tersentak dibuatnya. Ia baru saja hendak mengenakan helm.
"Tumben barengan ke luar kelas?" ujar Navier.
"Gue nebeng Gilang pulangnya," sahut Bani dengan menunjukkan senyuman lebar hingga gigi-giginya terlihat.
"Dasar nggak modal!" cibir Gilang yang sedang mengambil motornya.
"Nyokap ngelarang gue bawa motor ke sekolah sampai penilaian akhir semester selesai. Kunci motornya juga disita," kata Bani.
"Emang harusnya gitu! Kalo nggak yang ada lo keluyuran mulu nyari cewek," ujar Navier.
"Roro apaan sih!" seru Bani kesal. Terdengar menyebalkan memang cara bicaranya.
"Gue duluan. Habis ini gue ada les privat di rumah," ujar Navier.
"Lah? Sejak kapan lo les privat?" tanya Gilang dari atas motor.
"Sejak hari ini. Mama gue yang nyuruh," jawab Navier.
"Dasar anak mama!" kata Bani.
Navier melayangkan tatapan tajamnya. Bani merinding seketika. Ia hanya menunjukkan cengiran tanpa dosa dan segera naik ke atas motor Gilang.
"Lalang, buruan jalan! Baban takut sama Roro!" bisik Bani tepat di telinga Gilang.
Gilang terdiam. Kemudian ia menatap Navier yang masih menatap tajam ke arah Bani.
"Nav, kata Bani dia takut sama lo," ujar Gilang dengan santainya.
"LALANG!" Bani berseru.
Gilang terkekeh. Ia segera menjalankan motornya. Meninggalkan area parkir sekolah.
CANDRAWULAN
Hola!
Tinggalkan jejak sebagai bukti bahwa kalian telah membaca bagian ini dengan pemberian vote + komen, biar gak sider.
Maafkan bila terjadi kesalahan dalam kepenulisan.
Keep reading CANDRAWULAN until the end.
Thanks and see you 💙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top