12 : KAKAK
Navier dan Viela berada di suatu pusat perbelanjaan. Navier sedang menemani Viela mengunjungi toko buku. Ia sangat bersemangat karena akhirnya bisa memiliki waktu bersama dengan kakak kesayangannya. Mengingat Viela yang masih duduk di bangku kuliah sehingga mereka jarang sekali bertemu karena Viela hanya pulang setiap tiga bulan sekali.
Navier mengekor di belakang Viela. Lelaki itu dapat melihat seberapa lincah kakaknya dalam mencari judul buku incarannya di antara banyaknya rak buku yang ada.
"Mau beli buku apa?" tanya Navier basa-basi.
"Buku fiksi sama nanti mau beli alat-alat lettering," jawab Viela.
"Lettering?" tanya Navier tak mengerti.
"Percuma kalo Kak Viela jelasin kamu gak bakal paham. Ini alat-alat anak perempuan," ujar Viela menjawab ketidakmengertian Navier.
"Emang alat itu fungsinya buat apa?" tanya Navier penasaran.
"Ya, buat gambar-gambar gitu. Gitu deh pokoknya. Kak Viela lagi males ngejelasin. Kamu cari tahu aja di internet," jawab Kak Viela. Fokusnya masih mengarah kepada jejeran judul buku yang tertata rapi.
Navier memutuskan untuk duduk di bangku yang berada tak jauh dari toko buku. Lelaki itu diam dan hanya mengamati pergerakan kakaknya.
Dua puluh menit berlalu dan Navier masih melakukan hal yang sama. Baru beberapa menit kemudian ia memutuskan untuk memainkan ponselnya untuk menghilangkan rasa bosan.
"Cewek ternyata sama aja kalo lagi belanja," gumam Navier disertai nada pasrah. Lelaki itu dulu pernah trauma karena menemani Viona belanja. Kakak pertamanya itu menghabiskan waktu hingga dua jam hanya untuk membeli baju untuk dirinya sendiri saat setelah mendapatkan tunjangan hari raya miliknya. Dan sekarang Viela tak aja bedanya. Sepuluh menit lagi telah genap ia menghabiskan waktu untuk sekedar membeli buku hingga setengah jam.
Navier membuka note pada ponselnya. Ia membuka catatannya yang berisi sebuah lirik dari lagu yang akan band-nya bawakan nanti saat acara festival. Di waktu senggang seperti ini lelaki itu selalu memanfaatkannya untuk menghafalkan lirik. Meskipun ia bukan menjadi vokalis, setidaknya Navier tahu lirik dari lagu yang akan ia iringi nanti dengan drum.
***
Zyan menghembuskan napas lega. Ia menatap seluruh sudut kamarnya. Gadis itu merasa senang karena akhirnya ia selesai membersihkan kamarnya.
"Hei, Blue, akhirnya kau bersih juga," ujar Zyan yang lebih tepatnya berbicara sendiri. Ya, Blue. Sebuah nama yang Zyan berikan untuk kamarnya. Hal itu didasari karena warna yang mendominasi kamar Zyan adalah warna biru.
"Kan, enak kalo udah bersih gini. Jadi, buat belajar juga pastinya bakal nyaman," ujar Zyan, lagi. Gadis itu mengangkat ember dan alat pel yang baru saja ia gunakan. Ia hendak mencucinya di kamar mandi.
Zyan berjalan keluar kamarnya. Gadis itu terdengar bersenandung kecil. Kepalanya digeleng-gelengkan mengikuti irama lagu yang tengah ia nyanyikan.
"Non Wulan," panggil Bi Sri, pembantu sekaligus orang yang sudah Zyan anggap sebagai ibu kedua di rumah yang tengah menaiki tangga. Beliau sudah bekerja dengan keluarga Zyan sejak Vyas kecil. Bi Sri juga sangat baik pada keluarganya.
"Zyan, Bi," ujar Zyan membenarkan panggilan Bi Sri untuknya.
"Bibi lebih suka manggil non teh Non Wulan," ujar Bi Sri sembari menunjukkan cengirannya.
"Bibi kenapa manggil aku?" tanya Zyan sembari meletakkan ember dan alat pelnya.
"Tadi ibu telpon, katanya Non Wulan disuruh jemput Non Naya di tempat Non Naya latihan. Soalnya hari ini Non Naya gak bawa motor," ujar Bi Sri.
Zyan terdiam sejenak. Ia teringat bahwa tadi pagi Vyas dijemput oleh temannya untuk berangkat sekolah bersama. Dan otomatis kakaknya itu tidak membawa kendaraannya.
"Makasih, Bi informasinya," ujar Zyan yang kemudian berjalan kembali ke dalam kamarnya.
"EH, BI!"
"Astagfirullah, Non Wulan! Bikin Bibi kaget aja," ujar Bi Sri latah saat hendak mengambil ember dan alat pel Zyan.
"Eh, maaf, Bi. Abisnya keburu Zyan lupa. Zyan minta tolong cuciin ember sama alat pelnya, ya, Bi," ujar Zyan disertai cengiran karena merasa tak enak dengan Bi Sri setelah membuatnya latah.
"Siap, Non!" seru Bi Sri disertai sikap hormat yang membuat Zyan terkekeh melihatnya.
Zyan segera saja mengganti pakaian rumahnya dengan kaus putih dan celana jeans panjang. Tak lupa ia mengenakan hoodie favoritnya. Ia menyambar kunci motor Vyas yang berada di kamarnya sembari mengenakan helm.
Gadis itu menuruni tangga menuju garasi. Segera saja ia menyalakan mesin motor Vyas dan melaju menuju tempat kakaknya berlatih.
Jika saja bukan karena perintah dari ibunya, ia akan sangat malas untuk menjemput Vyas saat ini.
***
"VIERO! JANGAN MAIN PS TERUS!" seru Lavia yang sedang membaca majalah di ruang makan. Wanita paruh baya itu bahkan sudah jengah mengingatkan Navier yang sejak tadi sibuk berkutat dengan stick PS miliknya.
"RANGGA! JANGAN AJAKIN VIERO MAIN TERUS! DIA UDAH KELAS DUA BELAS! BENTAR LAGI DIA PENILAIAN AKHIR SEMESTER!" seru Lavia lagi yang kini justru menyerukan nama Rangga.
"KOK RANGGA, MA?! RANGGA AJA LAGI DI KAMAR SAMA REFAN!" balas Rangga berseru. Padahal sudah sangat jelas ia sedang duduk manis di samping Navier dan sama-sama sedang bermain PS.
"KOK REFAN DIBAWA-BAWA SIH, PA?!" seru Refan tidak terima. Ia sedang belajar bersama Viusa di kamar Viona.
"Mampus lo, Bang!" ujar Navier berbisik di samping Rangga.
"Berisik! Gue suruh mama buat sita nih PS baru tahu rasa lo," balas Rangga membuat ancaman.
"Lo sama Viona kok demen banget ngancem gue sih?" ujar Navier heran.
"Jelas! Namanya juga pasutri kompak," jawab Rangga sembari menepuk dadanya, bangga.
"Kompak apaan? Pasutri gila baru iya," ujar Navier membuat Rangga melotot.
"Berani lo ngatain gue?" tanya Rangga.
"Nah, kan? Baru aja gue bilangin tadi," ujar Navier. Ia meletakkan stick PS miliknya di atas meja ruang keluarga. Ia mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya sebagai simbol perdamaian, peace.
"MA, BANG RANGGA BOHONG, MA! JUSTRU BANG RANGGA BARUSAN NGAJAKIN VIERO MAIN PS SAMPAI PAGI!" seru Navier sebelum ia mengambil langkah seribu menuju kamarnya. Lelaki itu segera saja mengunci pintu kamarnya sebelum perang dunia ketiga terjadi di rumahnya.
"GILA LO, YA?!" seru Rangga geram.
"BERISIK LO, GA!"
"KAK RANGGA BERISIK!"
Seru Viona dan Viela bersamaan. Hal itu membuat Rangga tersentak kaget saat namanya diteriaki secara bersamaan.
"BAHASA KAMU, RANGGA! KALO SAMPAI REFAN SAMA VIUSA DENGER GIMANA?!" seru Lavia dari ruang makan.
"Busyet! Gue kena semprot dari tiga cewek," batin Rangga.
"EH, IYA, MA! MAAF RANGGA KHILAF!" balas Rangga karena kelepasan mengeluarkan umpatan. Ia mengikuti jejak Navier yang langsung mengambil langkah seribu menuju kamarnya sebelum perang dunia ketiga terjadi di rumah ini.
Navier tertawa di dalam kamarnya. Ia telah puas membalas dendam kepada Rangga karena telah membuatnya harus mengantar Viona terlebih dahulu ke salon saat ia hendak pergi sekolah tempo hari.
***
Vyas Aruna Nayandari : Lo dimana?
Zyan membaca sekilas pesan singkat dari kakaknya itu. Gadis itu tidak berniat untuk membalasnya. Setelah motor Vyas yang ia bawa terparkir sempurna di area parkir, Zyan segera turun dan masuk ke dalam gedung olahraga di hadapannya.
"Adiknya Vyas, ya?" tanya segerombolan gadis yang memakai jersey basket yang sama dengan milik Vyas. Zyan berpikir bahwa mereka pasti teman dari kakaknya.
"Eh, iya. Kak Vyas masih di dalem?" tanya Zyan sopan.
"Iya tuh. Lagi bikin boomerang sama yang lain," ujar salah satu diantaranya.
"Oh, oke. Makasih," ujar Zyan sembari tersenyum.
Zyan Arana Wulandari : Gue udah di depan.
Vyas Aruna Nayandari : Oh, ya? Dimana? Kok gue gak liat, ya?
Zyan Arana Wulandari : Yang lagi nyender di tembok deket pintu masuk.
Vyas Aruna Nayandari : Di situ ternyata. Gue gak liat. Lagian jaket lo sama warna cat temboknya samaan. Lo malah kaya lagi kamuflase tau gak?
Zyan Arana Wulandari : Gak.
Vyas Aruna Nayandari : Balesnya singkat bener neng :v
Zyan Arana Wulandari : Buruan keluar! Gercep! Kalo lama gue tinggal.
Vyas Aruna Nayandari : Princess jangan ditinggal dong :(
Zyan hanya membaca pesan tersebut. Ia segera berjalan menuju area parkir karena jengah dengan sifat kakaknya yang terkadang tidak sesuai dengan umurnya yang telah beranjak dewasa.
Zyan tiba di area parkir. Ia segera mengenakan helm miliknya. Tidak peduli dengan Vyas yang berteriak memanggil-manggil namanya.
"Lo ngeselin, Zyan!" gerutu Vyas saat ia menghampiri Zyan. Napasnya sedikit tersengal karena setengah berlari saat menghampiri adiknya.
"Lo yang bawa motor atau gue?" tanya Zyan to the point. Gadis itu tampak malas basa-basi.
"Ini motor siapa?" tanya Vyas.
"Lo."
"Berarti yang bawa siapa?" tanya Vyas.
"Gue, kan udah tanya tadi."
"Lo nggak peka ih! Ya, guelah tentunya!" seru Vyas kesal.
"Ya, udah sih. Gampang. Nggak usah ngegas!"
Vyas menatap Zyan tajam. Sejak kapan adiknya itu mulai berani berkata seperti itu? Sejak dulu Rani selalu mengajari anak-anaknya untuk selalu sopan dengan yang lebih tua.
"Nggak usah ngeliatin gue kaya gitu! Kalo bukan karena Mama yang minta lo nggak bakal gue jemput," ujar Zyan malas bertengkar.
"Gue nggak butuh lo jemput gue. Gue masih bisa pake ojek online," sahut Vyas sembari mengenakan helm. Gadis itu segera menaiki motornya.
"Tahu aplikasi ojek online aja dari gue," gumam Zyan. Gadis itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie.
"Ngomong apa lo barusan?" tanya Vyas. Wajahnya merah padam karena menahan rasa kesal.
"Lo lagi dapet, ya? Sensi terus perasaan," sahut Zyan.
"Bodo!" ketus Vyas. Tebakan Zyan sepertinya benar bahwa kakaknya itu sedang datang bulan.
"Maaf gue pinter," ujar Zyan santai.
"ZYAN!" bentak Vyas kehilangan kesabarannya. Zyan sedikit terkejut dibuatnya. Kaki gadis itu bergetar. Itu adalah respon alami dari tubuh Zyan saat ia sedang berhadapan dengan lawan bicara yang menggunakan nada tinggi.
"Apa?" tanya Zyan mencoba tetap tenang.
"Naik atau gue tinggal lo di sini biar Mama tambah hukuman buat lo karena pulang di atas batas waktu?" ujar Vyas memberi ancaman.
"Gue nggak peduli hukuman gue nambah atau nggak. Yang gue butuhin cuma keinginan keluarga gue yang sedikit aja mau tahu tentang apa yang gue inginkan," ujar Zyan berhasil membuat Vyas terdiam.
CANDRAWULAN
Hola!
Tinggalkan jejak sebagai bukti bahwa kalian telah membaca bagian ini dengan pemberian vote + komen, biar gak sider.
Maafkan bila terjadi kesalahan dalam penulisan.
Keep reading CANDRAWULAN until the end.
Thanks and see you 💙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top