Tiga Puluh 🌨️ Terima Kasih, Epilog
Ada sajak berkata, "Masa SMA adalah masa terindah." aku takkan menampiknya meski buku tugasku sudah beranak-pinak hingga jadi cicit di penghujung masa remajaku. Ini memang salahku karena memilih sekolah elite di kota, tetapi kadang aku tak menyesalinya. Memang tak ada teman dari SMP yang satu kelas denganku, tetapi bukan berarti aku tak bisa mencari teman dan pengalaman baru.
Bukan tergolong pribadi yang pandai bersosialisasi, aku berakhir hampir tak punya teman bahkan nyaris sesekolah, sampai anak itu, Candala, datang padaku. Kalau kalian membayangkan diriku adalah seorang kutu buku dengan kacamata culun, kalian salah, tetapi aku pernah dibully dan itu pengalaman emas dalam hidupku.
Mama bilang aku terlalu pemilih soal berkawan, bahkan sejak masih kecil tak banyak anak-anak yang mau bermain denganku karena berbagai alasan. Rupanya itu memang hal yang penting dan perlu, sebab lingkunganmu adalah cerminan dirimu.
Akan kuceritakan satu kisah menyebalkan tentang sekolah yang sudah kutinggalkan. Bukan tentang tangga horor yang kini sudah runtuh beserta tewasnya sosok berpengaruh dalam hidupku, tetapi mengenai diriku yang sudah berkembang. Semua interaksi sosial yang kulakukan semata-mata untuk kepentingan formalitas, kini sudah berubah, dan aku yakin mantan walikelasku akan bangga. Aku tahu tahun pertama SMA-ku benar-benar kacau, tetapi ternyata aku hanya perlu waktu untuk menyadari semua tidak seburuk itu dan masih bisa lebih buruk.
Tak peduli dengan siapa kau berteman, selalu ada yang datang dan pergi. Entah itu drama rebutan surat tanah, batagor, peringkat kelas, pasangan, sampai misi mempertahankan kedaulatan Indonesia. Dulu aku berandai punya teman yang pendiam, tetapi kini aku bersyukur Tuhan tidak memberikannya untukku. Aku bersyukur dengan apa yang aku punya sekarang, meski itu enam laki-laki dan satu perempuan pengendali cuaca.
Aku tidak hanya beruntung karena otakku ini bisa diandalkan dan gen papa yang mendukung, tetapi dengan memiliki teman seperti mereka lah, akhirnya aku bisa merasakan apa itu masa remaja. Memang bukan masa SMA seperti ini yang kucari, tetapi ini lebih baik dari apa yang kuharapkan. Kami berempat lulus sebagai siswa-siswi lulusan terbaik. Sementara Keenan, Rina, dan Gosal kembali sehari setelahnya. Rina bercerita banyak tentang sekolahnya di sana, kekacauan di Jakarta, dan kasus-kasus menarik. Sementara Gosal menghantam kepala kembarannya, karena gagal lulus bersama. Keenan masih anak kalem yang tiba-tiba bisa salto di gedung.
Baiklah, para pembacaku sekalian. Masa remajaku yang indah itu sudah habis. Sebentar lagi sekolah dimulai, dan aku memasuki semester pertama sebagai mahasiswa baru. Ada banyak event yang bisa dimanfaatkan untuk menambah relasi.
"Kau sudah menyelesaikan tugas dari ketua?" Seseorang menepuk pundakku dan menjajarkan langkah kami. Keenan berdeham, "Ayahmu, maksudku."
Kutepati janjiku dengan Bilqis malam itu; menjadi bagian dari forensik. Juga menuruti kata hatiku, sesuai saran Candala; menjadi seorang penulis. Untuk memenuhi keduanya, aku memiliki forensik linguistik. Jangan lupakan keinginan Ayah waktu itu, yang secara tidak langsung menginginkanku mengikuti jejaknya, dan sekarang di sinilah aku.
Kepalaku mendongak, menyambut datangnya musim panas di awal bulan Mei. "Udah kuperiksa dokumen dan bukti tulisan tangan. Motif pembunuhan juga udah sampe ke tangan Adira," kataku tanpa berhenti melangkah. "Kapan kau bakal pergi?"
"Nanti malam, nunggu dijemput Jamal." Keenan terdiam sejenak, kemudian menatapku dari sudut matanya. "Kau banyak berubah, ya? Gimana novelmu?"
Kupamerkan senyum iklan pasta gigiku. "Aman, aku belajar sesuatu yang berharga." Dan ya, aku tak berhenti menulis Jurnal. Karyaku yang pertama langsung dilirik penerbit begitu selesai kurevisi. Tentu saja, semua rahasia negara yang ada di sana kuhapus dan menggantinya dengan cerita anak remaja normal. Tidak ada yang boleh tahu kejadian yang sebenarnya, bahkan mungkin saja jurnal ini sudah kuubah.
Terima kasih sudah membaca jurnalku, para pembaca tak kasat mata. Boleh jadi selama ini aku adalah teman sekelasmu, atau tetanggamu yang jarang terlihat.
Satu hal, tolong jangan adukan jurnal ini pada presiden.
S E L E S A I
.
.
.
.
.
(Kondisi mental Aes saat ini)
.
.
.
.
.
Sedang bingung mau buka QnA atau nggak. Nanti malah nggak ada yang tanya '-')/
.
Yowes, kalo yang tanya lebih dari 15, baru bikin part tambahan buat QnA '³')~
Kalo ga ada ya tak jawab di kolom komentar aja (ʘᴗʘ✿)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top