11; Accident
Steve dalam keadaan koma.
Clint hanya bisa mematung beberapa saat, tangannya gemetar dan ia membalikkan tubuhnya menatap Peter dari balik jendela kecil di pintu. Oh god. Oh god. Apa yang harus kulakukan? Ia tidak bisa melakukan ini. Apa yang harus ia katakan pada Peter jika ia menanyakan Steve? Apa yang harus ia katakan saat masuk. Ia tidak bisa hanya diam dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
"Mr. Barton?"
Ia menoleh, melihat Cho yang menghampirinya. Dari raut wajah Cho, Clint tahu jika dokter itu juga mengetahui tentang keadaan Steve. Dan Cho yang melihat Clint juga menyadari jika sang Hawkeye mengetahui keadaan dari Steve. Clint hanya bisa menatap dengan tatapan hancur.
"Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan pada Peter..."
.
.
Cho dan Clint membuka pintu kamar Peter. Peter masih bermain, ia menggambarkan banyak hal untuk anak-anak itu. Cho akan melepaskan obat-obatan itu, mendekati Peter mencoba untuk tersenyum. Ia sudah cukup lama menjadi seorang dokter. Hanya memberikan berita buruk, sudah sering ia lakukan. Namun, bukan berarti ia biasa melakukannya. Itu selalu menyakitkan.
Terutama karena saat ini ia mengenal Peter ataupun Steve.
"Bagaimana keadaanmu Peter?"
"Sedikit mual, tetapi tidak separah kemoterapi pertama," Peter tersenyum lebar, dan membiarkan Cho melakukan tugasnya. Cho menoleh dan melihat gambaran dari Peter.
"Gambarmu sangat bagus."
"Pops yang mengajarinya, ia bilang kalau aku mengambil bakat menggambarnya," Peter tampak menerangkan dengan nada bangga. Ia selalu senang saat membicarakan keluarganya dan senang saat ia bisa membuat mereka bangga, "dad bilang gambarku lebih bagus darinya. Tapi tentu itu tidak benar, gambar pops terutama saat ia menggambar dad sangat bagus. Aku tidak pernah bisa untuk mengalahkannya."
...
Cho dan Clint saling bertatapan, Cho memasang cairan baru untuk membasuh obat kemoterapi dalam tubuh Peter.
"Kuharap misi mereka cepat selesai, aku selalu khawatir pada mereka," Peter menghela napas, dan Cho semakin khawatir untuk memberitahu pada Peter tentang keadaan Steve. Tetapi, Peter berhak tahu. Berita ini akan menggemparkan New York. Jika media massa tahu, maka lambat laun Peter akan mengetahuinya juga. Dan Cho juga yang lain tidak ingin Peter mengetahuinya dari TV.
"Peter, ada yang... ada yang harus kukatakan," Cho berjongkok dan berhadapan dengan Peter yang duduk dihadapannya.
"Hm? Ada apa?"
Pietro sendiri juga tidak mengerti, namun dari raut wajah Clint yang mengeratkan pegangan pada lengannya, ia tahu ada sesuatu yang salah.
"...teve Stark Rogers dibawa ke rumah sakit Benjamin Arbesfeld. Belum ada kabar tentang keadaannya."
Semua orang terdiam, Cho tampak membulatkan matanya dan menoleh pada TV yang menyala di kamar itu. Mereka terlambat. Media massa sudah mengendus berita itu lebih cepat daripada yang mereka duga. Pietro membulatkan matanya, Wade hanya menatap Peter begitu juga dengan semua orang.
"Peter--buddy," Clint segera berlari dan berjongkok disamping Cho, memegang kedua tangan Peter, "hei, Peter. Lihat aku."
"P-pops--"
"Steve akan baik-baik saja. Dengar aku Peter," Clint tampak memegang wajah Peter dengan kedua tangannya, memaksanya untuk melihat kedua mata Clint, "Steve akan baik-baik saja. Kau tahu ayahmu sangat kuat, tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi."
"A-aku butuh pops," Peter mengeratkan pegangannya pada sisi kanan kiri kursi untuk membantunya berdiri, "aku ingin melihatnya."
"Pet--Peter, kau masih belum kuat," Peter melewati begitu saja Cho dan Clint, berjalan cepat bahkan membiarkan infus itu terlepas paksa darinya hingga membuat darahnya mengalir. Ia berhasil membuka pintu, dan akan berjalan keluar namun hanya beberapa langkah sebelum tubuhnya menyerah. Kakinya sakit dan terasa kesemutan, hingga Peter terjatuh. Beruntung Pietro segera menangkapnya.
"Kau belum kuat untuk berjalan Peter."
"Kumohon," Peter tampak terisak, ia menutup matanya erat dan meremas pakaian Pietro. Ia frustasi, bahkan untuk melihat ayahnya ia tidak bisa melakukannya, "kumohon Pietro, aku ingin bertemu ayahku..."
...
"Kumohon..."
.
.
"Tidak. Tidak. Tidak," Harley sedang berada diluar setelah selesai mengikuti ekstrakurikuler Decathlon saat siaran berita di TV memberitakan tentang ayahnya yang terluka saat misi. Ayahnya mengatakan jika itu adalah misi kecil, bahkan seharusnya Tony tidak harus ikut. Namun, pada akhirnya yang pergi adalah Tony, Steve, dan juga Natasha.
Seharusnya tidak berakhir seperti ini. Seharusnya mereka sudah kembali malam ini dan bersama Harley serta Morgan, mengunjungi Peter untuk mengecek keadaannya.
Hampir semua orang di jalan saat itu memandangi Harley dan berbisik. Tentu mereka mengenalnya, dan berita tentang Steve membuat pandangan mereka segera tertuju pada Harley.
"Harley!"
Ia menoleh mendengar klakson yang familiar, menemukan Happy yang segera membuka pintu penumpang tepat di depannya. Ia tidak butuh penjelasan, hanya ingin Harley bergerak cepat dan masuk ke dalam mobil.
"Happy, bagaimana keadaan pops?"
Happy tidak menjawab, hanya segera melajukan mobil menuju ke rumah sakit.
"Wanda dan juga Vision akan menjaga Morgan dan kau. Aku akan mengantarkanmu pulang."
"Tidak, aku ingin bertemu dengan pops! Apakah ia baik-baik saja?" Happy kali ini diam, tidak mengatakan apapun membuat Harley jadi membayangkan banyak hal yang buruk, "Happy!"
"Ayahmu dalam keadaan yang tidak baik," Happy mengeratkan pegangan pada setirnya, "aku tidak bisa berbohong ayahmu baik-baik saja. Tetapi kau yang seharusnya paling mengerti jika ia akan baik-baik saja. Dengan apa yang terjadi pada Peter dan Steve, kau yakin ingin meninggalkan Morgan sendirian?"
Kali ini anak kedua Steve dan Tony itu terdiam, menggigit bibir bawahnya. Apa yang dikatakan oleh Happy benar, berbeda dengan kasus Peter, dengan tidak adanya Steve, Morgan hanya memiliki dia untuk menemaninya. Ia hanya bisa mengeratkan genggaman tangannya, dan diam hingga sisa perjalanan.
.
.
Tony tidak mengatakan apapun saat ia duduk di ruangan itu. Serba putih, bau disinfektan, dan suara beep pelan dan teratur dari alat yang terhubung pada pria didepannya. Tidak ada ekspresi apapun yang berarti saat Tony menatap Steve. Bahkan saat belasan alat untuk membuatnya bernapas terpasang, saat Steve bahkan tidak bisa dikatakan hidup ataupun mati.
"Tony."
"Kita tidak bisa gegabah."
.
.
"Ini adalah misi mudah untuk menangkap beberapa pencuri senjata Capsicle. Kau tidak perlu terlalu serius."
Tony tampak keluar dari seragamnya, melihat sekeliling. Ia hanya ingin ini semua cepat selesai. Ia tidak ingin Peter menunggu lama sendirian, tanpa dirinya ataupun Steve.
"Tetap saja Tony, kita tidak bisa menganggap enteng misi apapun. Kau bisa terluka kalau sampai meremehkan misi," Steve tampak menghentikan Tony yang akan maju lebih dekat untuk mengutak atik komputer utama di bangunan itu. Mereka sudah mengalahkan puluhan orang yang menjaga tempat itu, dan hanya tinggal mencari gudang senjata yang dimaksud.
"Aku tidak butuh ceramahmu saat ini. Kau ingat kita harus cepat menyelesaikan ini dan kembali untuk menemani Peter," ia bergumam dan tampak menghela napas, "mereka tidak menggunakan internet. Aku harus mengakses data mereka secara manual. Menggunakan seragam hanya akan membatasi pergerakanku."
Steve hanya bisa diam dan menghampiri Tony sambil menghela napas.
"Tony, aku--"
"TONY! STEVE!" suara Natasha tampak berteriak, membuat Steve membalikkan badannya. Salah satu musuh yang seharusnya tumbang tampak bangkit, membawa sebuah tombol mencurigakan sebelum menekannya.
"TONY!" Steve berlari kearah Tony yang berada disana tanpa pertahanan, mencoba untuk menggapainya.
DHUAR
.
.
Tony terlambat menyadari musuh masih bisa bergerak. Ia hanya mendengar Natasha berteriak, dan Steve yang ikut berteriak di dekatnya. Ia sempat melihat Steve mengulurkan tangan kearahnya, sebelum semuanya gelap. Beberapa kali bebatuan kecil terjatuh diatas wajahnya, hingga ia mengedip dan membuka matanya.
"Kau tidak apa Tony?"
Ia menemukan Steve yang tampak berada di atasnya. Diantara mereka, tampak perisai milik Steve yang memisahkan mereka. Ia bisa melihat atap reruntuhan berada diatas Steve. Sang Super soldier menahan reruntuhan itu agar tidak menimpa mereka berdua.
"Apa yang kau lakukan?"
"Kau tidak memakai seragammu. Kurasa reruntuhan ini cukup membunuhmu," Steve hanya tertawa pelan.
"Nat, butuh berapa lama kau mencapai posisi kami?"
Sepertinya alat komunikasi tidak rusak karena benturan mereka. Satu hal yang perlu mereka syukuri.
"Reruntuhan di lokasi kalian cukup susah untuk dijangkau. Aku akan bergerak secepat mungkin dengan tim penyelamat."
"Kau bisa menahannya Steve?"
"Tenang saja, reruntuhan ini tidak menimpaku benar," Steve menoleh kesamping dan melihat bahwa memang, reruntuhan berada beberapa centi dari atas punggungnya, tertahan oleh tiang penyangga di dekat mereka, "kau terluka Tony?"
"Tidak, tetapi aku tidak bisa bergerak karena posisi kita," Steve tertawa pelan dan menghela napas lega.
"Syukurlah, kurasa aku akan benar-benar panik kalau kau terluka," Steve berbicara dengan nada berbisik, "dengan apa yang terjadi pada Peter, dengan waktu yang semakin menipis bersama dengannya, kurasa aku tidak akan bisa kehilangan apapun lagi. Terutama kau dan juga anak-anak..."
"Kau berlebihan. Pertama, Peter akan baik-baik saja, dan kedua kau tidak akan kehilangan siapapun."
Steve hanya tersenyum. Dan mereka segera diam tanpa kata, Steve hanya menatap Tony entah kenapa dengan tatapan sedikit berkabut. Tony hanya bisa memalingkan wajahnya, satu-satunya cara agar ia tidak melihat Steve.
"Apa alasanmu menyembunyikan tentang kematian orang tuaku dulu padaku?"
Entah darimana pertanyaan itu meluncur, namun entah kenapa ia merasa waktu mereka saat ini--hanya berdua--adalah waktu yang tepat. Tanpa suara apapun selain suaranya dan Steve. Cukup membuatnya bisa berpikir lebih fokus.
"Karena aku tidak ingin membuatmu bersedih dan sakit hati," Steve berbisik dan menghela napas, "kau sudah sangat terpukul setiap aku berbicara tentang ayahmu. Aku hanya tidak ingin kau membenciku jika tahu sahabatku membunuh kedua orang tuamu."
"Dan kau memutuskan untuk menyembunyikannya. Kau pikir itu tidak membuatku lebih terpukul?"
"Kurasa itu adalah kesalahan fatalku," Steve tertawa, "tetapi percayalah padaku. Aku tidak melakukan itu karena aku menyukai Bucky atau aku lebih memilihnya."
Tony tidak menjawab, karena ia tahu itu.
"Yang aku cintai adalah kau Tony. Hanya kau seorang, tidak ada yang lain," senyumannya berubah menjadi senyuman sedih, Steve selalu menyadari jika ia melakukan kesalahan dengan menyembunyikan fakta itu dari Tony, "aku tidak seharusnya mengatakan ini. Tetapi meski hanya karena kau terpaksa, hanya karena Peter. Aku sangat senang bisa melihatmu lagi setiap aku bangun dari tidur, berkumpul denganmu juga anak-anak kita, menjadi keluarga yang lengkap seperti dulu lagi."
...
"Steve, aku--" Tony tampak akan berbicara sesuatu setelah mereka hening beberapa saat, namun terhenti saat mendengar Steve yang terbatuk. Itu tidak masalah, namun yang menjadi masalah adalah darah yang keluar dari mulutnya saat ia terbatuk, "--Steve?!"
"Jangan... bergerak," Tony tidak peduli dengan itu. Setelah apa yang ia lihat, tentu dengan panik ia menggeser tubuhnya hanya untuk melihat bagaimana sebuah kawat penyangga bangunan menusuk dada kiri Steve. Kawat itu tidak melukainya karena perisai itu berada diantara mereka sebagai pelindung Tony, "kau akan... kau akan tertusuk jika bergerak."
"Sial kau Rogers," Tony bergumam, mengambil earphone di telinga Steve dan memakainya, "Nat. Kau dengar aku? Nat! Cepat temukan kami."
"Tony, ada apa? Kami sedang berusaha mengangkat reruntuhan itu."
"Cepat temukan kami... Steve, tetaplah sadar. Hei," Tony menghubungi Natasha sambil menepuk keras wajah Steve. Ia terlihat tidak lagi berkonsentrasi pada Tony di depannya, dan kali ini pandangannya benar-benar berkabut. Tangan yang memberikan jarak diantara mereka tampak perlahan terjatuh, dan tubuh Steve begitu saja terkulai diatas Tony, "Steve? STEVE!"
.
.
"Benda itu menusuk paru-paru kirinya dan hampir ke jantungnya. Ia kehilangan banyak darah, dan pembuluh darahnya terkoyak. Kami tidak tahu apakah ia akan bertahan dengan kondisi seperti ini bahkan dengan serum yang ia miliki Mr. Stark. Ia terlalu banyak kehilangan darahnya."
Entah berapa lama ia dalam posisi yang sama, ia menghela napas dan menyilangkan kedua tangannya. Matanya sama sekali tidak lepas dari Steve selama beberapa saat sebelum ia menghela napas dan menaruh satu tangannya di dahinya.
"Tony."
Tony menoleh kearah belakang, menemukan Bucky yang tampak masuk dan mendekatinya. Ia menyentuh bahu Tony perlahan, tidak ingin membuatnya tidak nyaman.
"Aku akan menjaganya. You can take a rest now," Bucky berbicara dengan hati-hati. Namun, tentu mengenal Tony, tidak akan mudah untuk mengajaknya beristirahat. Tony hanya diam, Bucky menunggu dengan sabar dan berhati-hati.
"Baiklah. Kabari aku jika ada perubahan dengannya," Bucky hanya bisa mengerutkan dahinya. Tony bisa beristirahat dengan mudah, itu adalah hal yang tidak biasa. Bucky sekarang malah hanya bisa menatap punggung Tony yang menjauh, hingga menghilang saat pintu kamar itu tertutup.
...
Dan kali ini Bucky yang diselimuti oleh keheningan, bersama Steve yang tidak merespon apapun saat ini. Ia menghela napas, duduk di kursi yang diduduki oleh Tony tadi dan menatap sahabatnya itu.
"Kenapa kalian mendapatkan semua musibah ini? Kau, Tony, dan anak-anakmu tidak berhak untuk mendapatkan semua ini Steve," Bucky menepuk pelan punggung tangan Steve dan menghela napas, "jangan kau berani-berani meninggalkanku dan yang lain dalam kondisi seperti ini. Aku masih membutuhkan kebodohanmu itu. Tony masih membutuhkanmu. Dan Peter..."
Bucky mengeratkan genggamannya, menggenggam tangan Steve sangat erat.
"Kau harus memikirkan Peter. Bagaimana jika ia membutuhkanmu dalam keadaannya yang seperti ini?"
...
"Jangan menyerah Steve..."
.
.
Peter mengerjapkan matanya, menatap kearah depan menemukan langit-langit kamarnya. Ia hanya menyipitkan matanya, mencoba untuk melihat dengan jelas sekelilingnya. Merasa tangannya dipegang, ia menoleh untuk menemukan Wade yang tersenyum padanya.
"Sudah sadar?"
"Wade?" Pemuda itu hanya tersenyum dan mengangguk.
"Masih pusing?" Peter mencoba untuk bangun dibantu oleh Wade. Ia memegangi mulutnya, tampak akan memuntahkan isi perutnya. Tentu dengan segera Wade akan bergerak mengambil ember, sebelum Pietro muncul dengan ember yang sudah ia letakkan di depan mulut Peter. Tentu dengan segera ia memuntahkan seluruh isi perutnya hingga tidak ada yang tersisa.
"Terima kasih Pietro," Pietro hanya mengacak rambut Peter dan mengangguk. Peter hanya menghela napas, menidurkan dirinya lagi sambil sesekali menghela napas, "aku bermimpi buruk."
...
"Pops terluka parah saat misi, itu benar-benar mengerikan," Peter mengusap kasar wajahnya dengan kedua tangannya, "aku sudah lelah dengan mimpi buruk itu setiap mereka menjalankan misi."
"Hei babyboy, sebenarnya kau tidak sadar seharian dan--" Wade menarik napas, ingin menerangkan jika itu bukan mimpi. Itu hanya sebuah kenyataan yang mengerikan. Peter menarik napas dalam-dalam, menghela napas. Tidak perlu Wade mengatakan apapun, ia hanya bersikap denial. Tidak ingin sampai pikirannya tentang ayahnya, seorang kapten Amerika terluka.
Tidak berguna.
Lalu apa yang kau lakukan?
Kau tidak bisa membantu mereka.
Lemah
Tidak berguna.
"...ter? Peter. Peter!"
Suara Pietro dan Clint tampak menjauh. Ia mencoba untuk menarik napas dalam-dalam, namun ia tidak bisa melakukannya. Napasnya sesak, ia tahu ia harus menenangkan diri dan mengatur napasnya. Tetapi ia tidak bisa.
"Peter," Peter merasakan dekapan seseorang, ia mendengarkan detak jantung yang cukup cepat namun teratur, "atur napasmu bersamaan denganku oke? Hei. Kau dengar aku sweetum?"
Wade?
Ia tidak bisa menjawab apapun, berbicara sedikitpun saat ini. Ia hanya membiarkan kepalanya terbenam di depan dada pemuda itu. Ia menutup matanya, tampak perlahan bisa menyesuaikan irama napasnya.
"Sudah tenang?"
Peter hanya mengangguk. Ia sudah bisa mengendalikan dirinya, namun memilih untuk tetap dalam posisi seperti itu selama beberapa saat.
"Lepaskan dia orang mesum," suara yang familiar itu membuat Peter segera membuka matanya. Ia menoleh dengan segera ke jendela untuk menemukan seragam Iron Lad berwarna biru, Harley yang sedang menggendong Morgan, "kuberi waktu 10 detik."
"Tunggu Lee, ia hanya membantuku. Jangan menembaknya," Peter menghentikan Harley yang pada akhirnya mendarat di lantai rumah sakit. Peter menoleh pada kedua saudaranya itu sembari menghela napas. Ia menoleh pada Morgan, yang berlari kearahnya dan memeluknya. Peter mendengar isakan kecil dari gadis kecil itu, "bambina?"
"Papa," Morgan masih terisak dan membenamkan wajahnya di leher Peter, "aku ingin papa..."
...
"Dad tidak pulang. Paman Rhodey mengatakan akan mencarinya, tetapi Morgan tidak bisa berhenti menangis. Ia ingin bertemu dengan pops," Harley tampaknya juga kewalahan, "aku hanya berharap ia akan sedikit tenang dengan bertemu denganmu..."
"Hei," Peter mengusap wajah Morgan dan tersenyum padanya, "bagaimana kalau kau tidur denganku malam ini bersama Lee?"
"Boleh?"
"Tentu, kita akan menunggu dad sampai ia datang oke?" Morgan tidak begitu senang dengan hal itu, ingin bertemu dengan papanya. Tetapi, untuk sekarang kedua kakaknya sedikit cukup untuk mengisi rasa sedihnya. Ia mengangguk, tampak duduk di samping Peter dan melihat tangan Peter yang masih diinfus untuk memberikan cairan pengganti karena ia hampir tidak sadar selama seharian tanpa makan dan minum.
"Kau masih sakit Peter?"
...
"Hanya sedikit..."
"Dr. Cho bilang kemoterapimu bisa ditunda sampai besok jika kau merasa baikan."
Peter hanya mengangguk. Ia bahkan tidak bisa memikirkan itu sekarang. Ia ingin bertemu dengan ayahnya, namun tentu saja itu bukan ide yang bagus.
"Kau tahu kak Wade," entah kenapa Wade tampak sangat senang karena Morgan memanggilnya kakak. Maklum, bahkan adiknya sendiripun tidak ingin memanggilnya kakak, "Peter menceritakan padaku tentangmu--"
Peter yang tadinya sempat melamun, tersentak dan dengan segera menutup mulut Morgan dan tersenyum kaku. Wade menatap Morgan dengan tatapan penuh arti begitu juga dengan senyuman yang segera merekah di wajahnya.
"Apa yang dipikirkan oleh kakakmu? Aku ingin mendengarnya memujiku," Wade tampak menaruh tangannya di dagu dan membayangkan apa yang dipikirkan oleh Peter tentangnya.
"Peter bilang kau orang yang aneh," satu tusukan seolah menghujam dada Wade mendengar itu. Peter sendiri tampak segera menghentikan Morgan. Ia memang pernah mengatakan Wade adalah orang yang aneh, namun bukan dalam artian yang mengejek. Ia mengagumi bagaimana anehnya Wade, menghadapi penyakitnya dengan kuat. Tetapi, biarkan Wade berpikir apapun yang ada di pikirannya.
"Kurasa aku memang orang yang aneh," Wade memojok, dan Harley hanya menatapnya sambil menahan tawanya. Peter merasa tidak enak karena Wade sepertinya salah paham dengan pengertian 'aneh' Wade dari Peter, "sudahlah, bagaimana jika kau memilih DVD yang kubawa Morgan?"
"Waaah, ada Hello Kitty, dan Pikachu, juga unicorn. Kau membawa semua ini?"
"Kudengar kau akan datang, jadi aku membawakan beberapa DVD yang kurasa kau suka! Kau bisa memilih film apapun," Wade tampak membawa Morgan untuk memilih beberapa DVD yang ia bawa. Peter menghentikan Harley yang akan mendekati mereka.
"Bagaimana keadaan pops?"
Harley terdiam, menatap Peter yang tentu saja menghawatirkan Steve seperti dirinya. Dan ia mendengar dari Happy, ia mencuri dengar dari Wanda, dan juga Vision yang menjaga mereka jika keadaan Steve memburuk. Setiap waktunya, mereka tidak tahu apakah Steve akan sadar dari komanya atau tidak.
Tetapi, ia tidak bisa mengatakannya pada Peter. Ia tidak ingin Peter menjadi khawatir pada Steve dan akan memperburuk keadaan Peter.
"Keadaan pops stabil. Ia akan baik-baik saja, kau tahu ia adalah seorang Kapten Amerika. Ia bertahan dalam es selama 70 tahun, tentu saja hanya luka seperti itu tidak akan membuatnya tewas," Harley menepuk bahu Peter beberapa kali, "yang harus kau pikirkan adalah kesehatanmu. Pops akan baik-baik saja..."
Tetapi Peter merasakan tangan Harley yang gemetar saat itu.
.
.
Tony tampak berjalan menaiki satu per satu tangga apartment yang gelap di depannya. Ia memperhatikan Brooklyn dan malam sepinya, berjalan melewati banyak kamar hingga langkahnya terhenti pada sebuah kamar yang pernah hampir setiap hari ia datangi. Ia memegang gagang pintu dan mencoba membukanya, namun tentu kamar itu kosong. Ia menunduk, mengangkat keset kaki di bawahnya dan mengambil kunci disana seolah ia tahu benar dimana ia harus mencari kunci itu.
Saat ia membuka pintu, suasana kamar tampak rapi dan juga sepi. Bersih, dengan beberapa foto yang terpajang di dinding juga rak meja di ruang tengah. Foto yang didominasi oleh fotonya, Peter, Morgan, dan Harley, beberapa piagam atas nama Harley juga Peter.
Tidak ada yang berubah selain foto yang semakin banyak tergantung. Apartment dari Steve yang juga menjadi tempat tinggal Steve dan Harley saat mereka bercerai.
Ia sudah menghilang selama 2 hari lamanya, bahkan ia melewatkan sama sekali sesi kemoterapi dari Peter. Ia tahu ia ayah yang buruk, bahkan saat ini ia merasa lebih buruk dari Howard. Setidaknya, dulu Tony bahkan tidak membutuhkan ayahnya itu. Dan Peter, ia tahu Peter membutuhkannya meski Peter bisa mengerti semua masalahnya.
"Aku tidak mengerti kenapa kau datang ke tempatku."
Beberapa kali, sebelum hubungan mereka resmi sebagai sepasang kekasih ia akan menghabiskan waktu untuk melepas penat di tempat ini. Jauh dari pekerjaan, juga dari semua teknologi yang terkadang sedikit membuatnya pusing. Stress pekerjaan, semua hal yang membuat tekanan darahnya meningkat.
"Selamat datang Tony."
Semua itu tidak lagi ia rasakan setiap ia membuka pintu dan menemukan Steve yang akan menyambutnya dengan secangkir teh dan juga senyuman hangat. Ia menatap kearah rak piring di dapur kecil itu, menemukan gelas pasangan yang diberikan Peter dan Harley saat peringatan pernikahan mereka yang kelima. Masih berada di rak yang sama, tak tersentuh sama sekali namun terlihat bersih seolah Steve selalu membersihkannya meski setelah Civil War, mereka tidak lagi berada di rumah ini.
Kali ini Tony membuka kamar tidur utama tempat Steve dan ia tidur. Ranjang yang rapi juga bersih, Steve benar-benar menjaga semuanya tetap bersih dan juga rapi. Tony duduk di tepi ranjang dan menghela napas.
"Butuh pelukan?"
Steve selalu menyambutnya di tempat tidur, memastikan ia selalu tidur setiap harinya. Ia membaringkan dirinya di tempat tidur itu dan menutup matanya. Membukanya hanya untuk mengeluarkan handphone dan melihat ratusan missed call dari Pepper, Rhodey, dan Harley bahkan Peter. Ia tahu jika apa yang ia lakukan, tidak pulang hingga dua hari lamanya membuat semua orang khawatir padanya. Ia bahkan menemukan dari ratusan ke bawah panggilan tak terjawab itu, panggilan dari semua anggota Avengers.
Namun, sejujurnya ia hanya membutuhkan satu pesan suara yang selalu ia dapatkan bahkan setelah ia bercerai dengan Steve.
"Bagaimana kabarmu Tony..."
"Aku tahu kau marah padaku."
"Aku tidak akan banyak berharap jika kau akan membaca pesan ini. Aku merindukanmu Tony..."
"Seharusnya aku tahu kau berada disini..."
Ia tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang ada disana. Natasha hanya bisa menatap sahabatnya itu dengan tatapan sedih, "kau tidak apa-apa?"
...
"Tidak. Aku tidak baik-baik saja,"
Jawaban yang berbeda dari saat Natasha menanyakan hal yang sama setelah peristiwa Siberia. Selalu. Itu yang dikatakan oleh Tony sebelum ini. Natasha menghela napas, mendekat dan memeluk kepala Tony.
"Kami juga merindukannya Tony," Natasha hanya berbisik mengatakan itu, "kau harus kuat untuknya. Dan juga anak-anakmu; Morgan, Harley, terutama Peter. Ia membutuhkanmu lebih dari yang kau bayangkan terutama saat ini ketika Steve tidak ada."
"Bagaimana keadaannya?"
"Ia sempat drop karena dehidrasi. Saat ia tahu keadaan Steve, ia sempat tidak sadarkan diri hingga pengobatan kemoterapinya harus ditunda," Natasha melepaskan pelukannya namun berjongkok di depan Tony, "ia mengatakan jika ia baik-baik saja. Ia mengerti tentang keadaanmu, tetapi kau harusnya tahu bagaimana sifatnya."
Tony terdiam, ia tahu jika Peter selalu bersikap seolah ia baik-baik saja. Ia tahu bahwa kanker dan juga kemoterapi sudah menguras hampir semua tenaganya dan mentalnya. Ia bahkan tidak bisa sepenuhnya berpura-pura jika ia baik-baik saja.
"Tony--"
"Aku akan menemuinya."
...
"Keadaannya sedikit tidak baik, ia masih harus menginap di rumah sakit hingga besok."
.
.
Keadaan Peter menurun setelah kemoterapi hari ketiga. Ia tidak memiliki nafsu makan sama sekali meski Wade beberapa kali mencoba untuk membujuknya. Ia juga muntah hebat, membuat tubuhnya lemas dan tidak bertenaga. Pietro harus bersiaga untuk bergerak mengambil ember setiap ia akan muntah. Atau membawa Peter segera ke kamar mandi.
"Maaf Pietro," Peter mencoba untuk mengatur napasnya, menyenderkan kepalanya pada dinding kamar mandi saat ia terduduk didepan kloset kamar mandi. Pietro tampak hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Peter menghela napas panjang, menutup matanya saat sekelilingnya kembali berputar.
"Kubantu kembali ke tempat tidurmu oke?" Peter mengangguk, dan Pietro menggendongnya, membawanya ke ranjang membiarkan pemuda itu nyaman berbaring disana.
"Bagaimana keadaan pops?"
"Steve masih belum sadar tetapi keadaannya membaik," Peter menghela napas dan mengangguk. Ia menutup matanya mencoba untuk tidur meski ia tahu ia tidak akan bisa terlalu terlelap. Bagaimana ia bisa terlelap ketika kedua ayahnya tidak baik-baik saja. Morgan menangis dalam tidurnya, dan Harley--ia bahkan berusaha untuk tidak menangis. Itu membuatnya semakin merasa bersalah.
"Kau tidak perlu memikirkan itu. Ayahmu akan bisa mengatasinya," Clint mencoba untuk membuatnya tenang. Peter mengangguk, tampak menghela napas. Clint tersenyum, mencium kening Peter dan mengusap kepalanya, "tidak bisa tidur? Kau ingin minum obat?"
"Tidak," Peter bergumam dan menggelengkan kepalanya. Ia membelakangi Clint dan tampak mengeratkan selimutnya.
.
.
Peter kembali terbangun hanya beberapa menit setelah ia mengira jika ia akan tertidur pulas. Ia membuka mata saat merasa seseorang tampak menyentuh dahinya.
"Dad..."
Tony tersenyum penuh rasa bersalah melihat Peter.
"Apakah aku membangunkanmu buddy? Kau bisa tidur lagi," Tony berbisik pelan dan duduk disamping Peter. Peter bisa melihat Tony tampak sangat lelah dan kurang tidur, "maaf aku tidak bisa menemanimu di sesi kemoterapimu kemarin."
"Paman Clint, Paman Bucky, Paman Sam, Pietro, dan juga Harley, Morgan, Wade menemaniku," Peter terbatuk sedikit karena suaranya serak, "dad, bagaimana keadaan pops?"
...
"Ia akan baik-baik saja Peter. Kau tahu ayahmu bisa selamat setelah membeku selama 70 tahun," kata-kata yang sama seperti yang dikatakan oleh Harley. Itu benar-benar membuatnya muak. Ia muak dengan apa yang dilakukan oleh keluarganya, ia muak dengan semua yang terjadi padanya, "semua akan baik-baik saja asalkan kau sembuh Peter. Ayahmu juga akan berpikir sama sepertiku dan saudara-saudaramu..."
.
.
"Apakah kau yakin kau sudah cukup kuat untuk sekolah Peter?"
Satu hari setelah Peter keluar dari rumah sakit dan menyelesaikan kemoterapinya, tentu saja Peter tidak ingin terlalu lama berada dirumah dan seperti orang sakit. Setelah ia merasa tubuhnya sedikit kuat ia memohon pada Tony untuk memperbolehkannya sekolah. Tentu saja pada awalnya Tony sama sekali tidak memperbolehkannya, namun Peter tetap membujuknya hingga akhirnya Tony menyetujuinya.
"Aku akan memberitahu Harley jika memang aku tidak kita dad, aku berjanji tidak akan memaksakan diriku," Peter mengangguk, dan Tony menatap anaknya beberapa saat sebelum menghela napas dan mengangguk.
"Harley."
"Aku akan memastikan ia baik-baik saja dad, kabari kami tentang keadaan pops," Peter juga mengangguk mendengar penuturan dari Harley. Keadaan Steve masih sama, semua alat-alat itu masih terpasang tanpa ada perubahan yang signifikan.
"Jika kalian menepati janji kalian juga, kalian yang akan menjadi orang pertama yang mendengar tentang perkembangan perubahan ayah kalian," Tony menghela napas dan mengusap kepala Peter dan Harley.
"Kita harus berangkat sebentar lagi atau Happy akan mengamuk. Kau tidak ingin mendengarkan gerutuannya bukan?" Peter tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Harley dan mengangguk. Ia menghabiskan separuh mangkuk cornflakes yang diambilkan Clint sebelum ia kembali berlatih dengan Pietro. Sungguh, mereka berlatih bukan melakukan hal lainnya.
"Aku belum sempat mandi karena kau sudah menarikku untuk bangun pagi," Peter tampak menatap Harley dengan tatapan tajam--tentu main-main. Harley melakukannya juga karena Peter memiliki waktu minum obat yang sangat ketat juga karena Peter makan sangat sedikit satu hari sebelumnya.
"Baiklah aku akan menunggumu, aku hanya perlu mengecek beberapa barangku."
..
Peter tentu dengan segera pergi ke kamar mandi dan membasuh tubuhnya dengan air. Ia sedang meletakkan shamponya pada kepalanya dan akan menggosoknya, saat tangannya seolah menyentuh sesuatu yang tampak bergumpal dan juga kasar. Dalam benaknya ada satu hal yang sudah bisa ia tebak hingga Peter bahkan sangat takut untuk mengangkat tangannya.
Saat ia mendapatkan keberanian itu, pemuda itu tampak menataptelapak tangannya. Dan apa yang ia pikirkan, apa yang ia takutkan selama ini terjadi.
Ia melihat tangannya penuh dengan gumpalan rambutnya yang bahkan tidak ia sadari tercabut dan rontok.
To be Continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top