09; First Date
"Kau harus melihatnya Laura. Aku tidak pernah melihat anak semanis itu. Ia juga sangat baik dan juga sangat menggemaskan."
Laura adalah seorang anak berusia 7 tahun yang memiliki nama mirip dengan nama mantan kekasih dari Clint Barton. Ia adalah adik angkat dari Wade yang menjadi kakaknya karena ayahnya mengadopsi Wade. Hari ini, ayahnya yang sedang menjalankan misi meminta Wade untuk menemani adiknya itu.
Meski jika dilihat, tentu Laura yang menjaga kakaknya yang sangat kekanakan ini. Kupingnya panas karena mendengar kakaknya itu membicarakan tentang seorang pemuda yang bersama dengannya saat Wade di kemoterapi.
"Wajahnya memerah setiap aku memanggilnya dengan nama yang manis. Saat ia kesal juga begitu," Laura memutuskan untuk mendiamkan kakaknya. Terlalu malas untuk menanggapinya. Ia bahkan tidak mengerti kenapa ayahnya malah menyuruhnya. Ayahnya juga tenang-tenang saja saat Wade menceritakan tentang Peter. Biasanya, saat Wade menceritakan tentang mantan-mantannya, ayahnya akan memintanya berhenti karena itu mengganggu.
Ia dengar itu karena Logan juga mengenal Peter dan diam-diam setuju dengan penilaian Wade. Satu hal yang jarang terjadi.
"Ah," Wade berhenti bergerak hingga Laura yang ada di belakangnya menabrak punggung Wade, "itu Petey-pie."
Laura segera menoleh dan menemukan kerumunan orang yang tampak mengerumuni seseorang. Seorang pemuda yang tampak sangat kecil dibandingkan dengan semua orang disana. Dahinya berkedut, Laura malah membayangkan seekor anjing yang ketakutan karena berada diantara para anjing ganas lainnya.
"Hei, aku melihat Harley Rogers Stark tadi!"
Wade berteriak dari ujung jalan, mencoba untuk mengalihkan perhatian dari orang-orang itu. Tentu itu berhasil, dan pemuda itu sukses keluar dari kerumunan dan segera menyelinap ke gang kecil di dekat sana.
"Hei, ayo kita ikuti Laura!" Wade segera menggandeng tangan adiknya dan menariknya maju mendekati Peter. Mereka berhenti di sebuah taman, dan melihat Peter tampak berbaring di kursi taman.
"Tidak segera menghampirinya?"
"Ia terlihat kurang sehat, aku akan mendekat saat ia tertidur," Wade tampak melihat Peter dan menunggu beberapa saat sebelum ia mendekat. Laura tampak penasaran, mendekati kakaknya dan melihat pemuda yang mereka selamatkan. Rambut ikal cokelat, wajahnya yang memang terbilang sangat manis juga sangat kecil. Bukan hanya karena pemuda itu sakit seperti kakaknya, "sedikit panas."
Wade menoleh pada adiknya dan tersenyum penuh arti.
"Que?"
"Ayolah, aku tidak ingin bergerak lebih banyak. Ia bisa terbangun," Wade bergumam pelan dan memberikan sapu tangannya pada Laura yang menggerutu pelan sebelum mengambilnya dengan kasar.
"Molesto," Laura bergumam dengan bahasa Spanyol, dengan beberapa kata-kata kasarnya. Wade sendiri tampak hanya menatap Peter yang sedikit tidak nyaman dengan posisinya. Tentu Wade sedikit tersentak dan pada akhirnya menggerakkan tangannya, mengusap dahi Peter beberapa kali.
Hingga dahi Peter yang sebelumnya menyerengit karena sakit dan mungkin sedikit panas sekarang tampak menjadi tenang.
"Ini," Laura kembali dengan handuk yang sedikit dibasahi, dan memberikannya pada Wade.
"Gracias mi hermosa hermana," Wade mengedipkan matanya pada adik perempuannya itu yang tampak hanya memutar bola matanya.
"Jangan berbicara seolah kau pintar berbahasa Spanyol."
"Setidaknya aku sudah berusaha," Wade menjulurkan lidahnya. Laura melihat kearah Peter, saat tubuh Peter bergerak sedikit dan membuat keduanya menoleh pada Peter yang membuka mata perlahan beberapa saat kemudian.
"Hei babyboy."
"Wilson?" Peter tampak sedikit kaget karena Wade mendadak ada di depannya. Ia mencoba menggerakkan tubuhnya akan bangkit, namun Wade menahannya sambil menahan juga handuk yang ada di dahinya, "uh, kenapa kau ada disini?"
"Sedang berjalan-jalan dengan kekasih kecilku," Wade tampak tersenyum, menatap Peter yang tampak membulatkan matanya sejenak, entah kenapa tampak sedikit tidak suka dengan kata-kata itu.
"No soy tu novia," dan pukulan telak di kepala Wade membuatnya mengaduh. Peter menoleh, melihat Laura yang menatap tajam Wade. Ia mengikuti kelas bahasa Spanyol. Tentu ia tahu apa yang dikatakan oleh Laura, "jangan bicara sembarangan."
"Adikmu?"
"Ya, adikku yang sangat manis walau galak," Laura kembali menyikut Wade yang merangkul leher Laura. Peter bisa melihat bahwa Laura tampak lebih tua beberapa tahun dari Morgan. Tidak terlalu jauh.
"Hei, namaku Peter. Siapa namamu?" Laura sepertinya mengerti kenapa Wade langsung menyukai Peter. Katakan saja, dari senyumannya sudah bisa membuat semua orang tidak bisa marah terlalu lama padanya tanpa merasa bersalah. Bahkan ayahnya sekalipun.
"Laura, namaku Laura," jawabnya dengan nada sedikit melembut. Peter tampak tersenyum dan mengusap kepala anak itu.
"Aku punya adik yang usianya sedikit lebih muda darimu. Aku jadi teringat dengannya," Peter menyukai anak kecil. Mulai dari Morgan, hingga Nathaniel anak dari pamannya Clint. Dan anak-anak juga menyukai Peter yang selalu menemani dan juga memanjakan mereka.
"Hei, kau punya acara setelah ini?"
"Tidak, sebenarnya aku belum memberitahu keluargaku kalau aku keluar menara. Mereka tidak akan percaya kalau aku sudah baik-baik saja dan bisa pergi sendiri," Peter tampak menggaruk leher belakangnya, dan Wade tertawa mendengar itu.
"Keluargamu sangat protektif padamu ya?"
"Aku bukan anak kecil, bahkan terkadang Morgan diperlakukan lebih dewasa dariku," Peter hanya tertawa datar mengingat bagaimana ia yang seharusnya menjadi anak tertua malah diperlakukan seperti anak kecil lebih dari Morgan, "ngomong-ngomong kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Aku tidak punya teman jalan," Laura yang mendengar alasan tidak masuk akal dari Wade tampak menggeram kesal dan menginjak kaki Wade dengan sangat keras membuatnya mengaduh, "selain adikku."
...
"Baiklah."
"Tetapi tentu kalau kau mau--eh? Kau mau?" Wade menoleh pada Peter seolah ia tidak menyangka jika Peter akan menyetujui rencananya.
"Ya, biar aku menghubungi--" Peter merogoh jaket pakaiannya, namun ia segera merogoh kantung lainnya. Begitu selama beberapa saat sebelum ia menyadari sesuatu yang membuatnya memucat, "--kurasa handphoneku jatuh saat dikerumuni tadi."
"Kalau tidak salah hari ini ayahku akan ke markas SHIELD. Aku akan mengabari jika kau bersama denganku. Jadi, saat ayahmu datang kesana, ayahku akan memberitahukannya," Wade menunjuk handphonenya dan tampak tersenyum. Peter tampak hanya mengangguk dan menghela napas panjang.
"Lalu, kau ingin kemana?"
"Jalan-jalan saja, karena ada kau--kurasa kita bisa nonton saja dulu?" Wade tersenyum lebar dan tampak menunjuk handphone yang diarahkan pada Peter, "kudengar kau menyukai Star Wars, hari ini adalah hari pertama penayangan film seri terbarunya."
"Benar juga, aku lupa dengan itu, apakah tidak apa?"
"Aku juga menyukainya," Wade tampak tersenyum lebar. Sedikit berbohong, karena ia bukan penggemar Star Wars. Namun bukan berarti ia tidak suka dengan film luar angkasa itu.
"Bukan kau Wade, maksudku Laura," Peter menoleh pada Laura yang tadinya hanya diam karena sedikit terlupakan, dan tentu ia balas menatap Peter, "kurasa Star Wars kurang menarik untuk anak perempuan?"
"Aku tidak peduli," Laura mengangkat bahunya. Ia tidak begitu sering menonton TV selain bersama dengan Wade. Tentu yang ditonton oleh Wade dengannya hanya sebatas Hello Kitty, dan juga film tentang Unicorn. Ia terkadang bingung dengan film yang ditonton oleh kakaknya. Sebagai informasi, ia tidak meminta untuk menonton film itu.
Alasan lain, meski Peter tampak tidak memohon, siapa yang bisa tahan dengan tatapan penuh harapan yang diberikan entah sadar atau tidak oleh Peter bukan?
"Baiklah, kalau kau berubah pikiran katakan saja."
.
.
"Ini," Peter melihat makanan yang dibawakan oleh Wade. Eskrim cokelat dengan porsi yang tidak banyak, "masih 2 jam sebelum film dimulai, kau suka eskrim?"
"Uh, tetapi bukankah kita tidak boleh makan--"
"Cokelat? Oh ayolah, bukan berarti makan sedikit cokelat akan membunuhmu. Dokter-dokter itu terlalu berisik dengan aturan mereka," Wade memutar bola matanya, "lagipula, bukankah makanan yang selalu kau makan terlalu membosankan?"
Peter setuju dengan satu itu. Wade masih menyodorkan eskrim itu.
"Tenggorokanmu juga pasti sakit karena selalu muntah beberapa hari setelah kemoterapi. Aku selalu memakan eskrim jika memang merasa sangat tidak nyaman," Wade sendiri tampak memakan eskrim strawberry yang ada di tangannya dan Laura memakan eskrim vanillanya.
Peter baru ingat, setiap kali melihat Wade ia lupa jika Wade juga mengidap kanker sama sepertinya. Siapapun, tentu saja tidak akan mungkin menyangka jika Wade seorang pengidap kanker dari sifatnya yang terlalu hiperaktif dan juga tidak bisa diam.
"Apakah aku setampan itu hingga kau tidak bisa melepaskan pandanganmu?" Wade menaruh dagunya di kedua tangannya di meja dan tersenyum. Peter sedikit tersentak dan wajahnya memerah baru menyadari jika ia terlalu lama menatap Wade. Laura yang mendengar itu hanya memberikan gestur seperti ingin muntah.
"Ini," Laura tampak memberikan sebuah cermin kecil pada Wade.
"Untuk apa?"
"Untuk bercermin," jawab Laura dengan nada dan tatapan datar. Wade tampak memegangi dadanya seolah tersakiti oleh kata-kata itu, sementara Peter hanya tertawa mendengar penuturan Wade.
"Tetapi kau memang tidak jelek Wade," Peter tampak tersenyum, dan Wade yang sempat protes pada adiknya tampak berhenti berbicara dan menatap Peter.
"Kau menganggapku tampan Peter? Apakah aku tipemu?" Wade mengedipkan matanya pada Peter.
"Ia bilang tidak jelek, bukan tampan," Laura menjawab tanpa rasa bersalah kearah Wade.
.
.
"Filmnya akan dimulai."
Peter sudah melompat kecil di kursinya seperti anak kecil saat mereka sampai di bangku yang ditempati oleh mereka. Tentu saja penayangan itu disambut antusias oleh banyak orang. Terutama fans fanatik seperti Peter. Wade sendiri tampak tertawa dan duduk disamping Peter.
"Kau akan suka dengan film ini, ada beberapa kritik yang muncul sebelum film ditayangkan. Tetapi kurasa kau bisa lihat sendiri bagaimana antusiasnya mereka bukan," Peter berbicara seolah tidak bernapas dalam beberapa kalimat. Wade sendiri tampak hanya tersenyum mendengarkan, "aku terlalu berisik ya?"
"Tidak, kau malah terlihat manis karena itu."
"Wilson," wajah Peter memerah dan ia menutupinya dengan kedua tangannya. Ia menoleh pada Laura yang ada di sisi lain tempatnya duduk, "apakah kakakmu sering sekali menjahili orang seperti ini?"
"Setiap hari," jawab Laura berbisik balik pada Peter.
.
.
Film baru saja dimulai beberapa menit saat konsentrasi Peter terganggu. Bukan, bukan karena filmnya yang membosankan, namun kepalanya yang mendadak kembali pusing. Pandangannya menjadi kabur meski ia mengucek matanya berulang kali.
'Kenapa disaat seperti ini?'
Peter sedikit menggerutu dan menghela napas. Ia merasakan colekan di bahunya, dan sebuah pil tampak disodorkan oleh Wade juga sebotol minuman dari Laura.
"Kau punya anti nyeri yang sama denganku. Minum saja," jawabnya dengan nada berbisik dan memegang tangan Peter sambil menaruhnya di telapak tangan Peter.
"Kau?"
"Aku bawa beberapa obat tentu saja. Kau tidak berpikir aku hanya membawanya satu keping bukan?" Wade tampak mengacak rambut Peter yang menggerutu dan tidak mengerti kenapa semua orang senang melakukan hal itu pada rambutnya. Ia sedikit ragu, namun pada akhirnya mengangguk dan mengambil air botol dari Laura juga.
Hanya satu butir pil, dan ia sudah sedikit lega. Setidaknya ia tidak mengganggu Wade hingga harus membatalkan jalan-jalan mereka. Ia kembali menonton, sedikit tidak nyaman karena kepalanya masih sedikit nyeri namun sudah jauh lebih baik.
.
.
Separuh jalan film, Peter semakin larut dalam cerita di depannya saat ia merasakan kepala Wade yang menyentuh bahunya. Tentu ia tersentak, tampak menoleh pada puncak kepala Wade yang memakai topi rajutan itu.
"Uh, Wilson?"
Peter baru saja akan mengecek Wade saat Laura menarik ujung lengan Peter dan menggeleng sambil menaruh telunjuknya di depan bibirnya.
"Ia bohong saat bilang suka dengan Star Wars. Ia merasa film itu membosankan, makanya ia tertidur. Semalam ia tidak tidur," Laura berbisik pada Peter yang membulatkan matanya. Ia merasa bersalah karena terlihat memaksa untuk menonton ini, namun mendengar jika Wade tidak tidur semalaman, ia memutuskan untuk membiarkan Wade tertidur.
.
.
"Benar-benar film yang bagus!"
Wade mengangkat tangan tinggi-tinggi dan merenggangkan kedua tangannya. Mereka sudah selesai menonton, dan tampak keluar bersama dengan beberapa penonton lainnya.
"Lain kali berjanjilah padaku," Peter tampak menghela napas dan menggelengkan kepalanya, masih merasa bersalah, "kita akan menonton film yang kau suka."
...
"Laura, kau memberitahunya?"
"Kau meneteskan air liur di bahunya," Laura menatap Wade dan menunjuk pada bahu Peter yang tampak sedikit basah. Wade tersentak, dan mengatupkan kedua tangannya kearah Peter.
"Maafkan aku!" Wade tampak merasa bersalah, dan Peter tampak tersenyum serta menghela napas, "tetapi, itu artinya... akan ada acara menonton bersama untuk kedua kalinya?"
"Tentu, kalau kau tidak keberatan. Aku juga akan mengajak Morgan jika kau mengajak Laura."
"Kalau hanya berdua bagaimana?" Wade mengedipkan matanya, memberikan kode agar mereka bisa berkencan lagi setelah ini. Peter sepertinya tidak mengerti dengan kode itu dan hanya tersenyum sebelum mengangguk.
"Baiklah."
"Baiklah aku akan menunggu hari itu," jawabnya sambil menggeleng. Ia tahu Peter tidak mengerti dengan kode yang ia berikan. Ia memegangi celananya, tampak menoleh kekiri dan kekanan, "aku akan ke kamar kecil sebentar. Aku menahan buang air kecil tadi. Tunggulah disini Petey Pie~"
Dan sebelum Peter mengangguk, Wade sudah berlari menuju ke kamar kecil meninggalkan mereka berdua. Peter hanya sweatdrop mendengarnya dan tampak menghela napas. Ia diam, Laura diam. Ia melirih kearah Laura yang sibuk dengan handphonenya yang terlihat menampilkan tulisan dengan bahasa yang asing.
"Hei Laura," Peter berbcara dengan nada pelan, Laura bergumam dan menoleh pada Peter, "Que pasa con Wade?"
Laura tampak mengerutkan dahinya, menatap Peter tidak percaya. Apakah tadi Peter berbicara bahasa Spanyol?
.
.
"Hei Peter..."
Peter sedang duduk menunggu Wade bersama dengan Laura sambil memperhatikan sekeliling saat Wade memanggilnya dengan nada lemah. Ia menoleh, mengira jika ada yang terjadi pada Wade namun menemukan Wade yang dikelilingi oleh Steve, Tony, dan juga Harley.
"D-dad, pops," Peter tertawa datar dan memucat, "Lee..."
"Bagaimana kau bisa tahu kami ada disini?" Wade tampak menghela napas, karena ia masih ingin berjalan-jalan bersama dengan Peter.
"Aku memberitahu mereka," Laura mengatakan dengan nada tidak bersalah, menunjukkan pesan yang dikirimkan olehnya pada Steve dan juga Tony.
"Sejak kapan kau punya nomor mereka?!"
"Itu bukan masalah sekarang, kau tahu jika kau baru saja membawa kabur Peter? Setelah aku mengatakan tidak. Ia seharusnya beristirahat dan tidak berjalan sendirian," Tony tampak menatap tajam kearah Wade yang tampak bergumam penghianat pada adiknya.
Memang, Wade meminta izin pada Steve dan Tony untuk berkencan dengan Peter, namun Tony segera menjawab tidak.
"Aku hanya mengajaknya untuk kencan sebentar. Aku akan membawanya pulang kalau kesehatannya tidak baik," Wade tampak menggaruk kepala belakangnya dan tampak bergumam.
"Itu lebih buruk, siapa yang memperbolehkanmu mengajaknya berkencan?" Harley sendiri ikut mengomeli Wade meski kenyataannya Wade lebih tua darinya. Ia masih tidak ingin melepaskan kakaknya untuk berkencan. Bukan Harley Rogers Stark namanya jika ia tidak bisa menggagalkan 24 orang pria yang ingin mengajak kakaknya berkencan sebelum ini.
Iya, 24 orang berselera tinggi menurutnya.
"Kita berkencan?"
Peter tampak menatap heran pada Wade dan juga kedua ayahnya dan Harley yang masih berbincang. Atau lebih tepatnya Harley dan Tony memarahi Wade yang hanya mengorek telinganya tidak begitu peduli. Perkataan dari Peter membuat keempatnya bersama Steve menatapnya.
"Tentu saja sweetum, bukankah kita pergi berdua," aku juga ada kakak bodoh--Laura mendadak protes, "atau kau tidak menganggap itu sebagai kencan?"
"Uh tidak," Peter tampak memalingkan wajahnya yang sedikit memerah, "ini pertama kalinya aku berkencan. Kurasa kau tidak puas dengan apa yang kita lakukan tadi."
Wade berusaha mati-matian untuk tidak mimisan melihat wajah manis Peter saat tersipu. Dan kata-kata yang membuatnya terlihat jauh lebih manis.
'Kau sangat berdosa besar untuk jadi semanis ini.'
Wade hanya menepuk wajahnya, menahan diri untuk tidak memeluknya. Ia masih ingin hidup karena ia bukan seorang imortal seperti yang seharusnya ia rasakan kau tahu.
.
.
Suasana di mobil saat Logan menjemput Wade juga Laura di tempat Steve dan Tony--ia ikut saat Steve dan Tony menjemput dan mengantarkan Peter pulang ke tempat mereka--sangat sunyi. Wade yang tadinya sangat talkative sangat pendiam, begitu juga dengan Laura.
"Kau tidak memberitahunya," Wade menoleh pada Laura yang mengajaknya berbicara, "kau tidak memberitahunya apa yang terjadi."
"Bahwa aku memutuskan untuk tidak melanjutkan pengobatan?"
Laura mengangguk.
"Untuk apa? Lagipula aku berjanji padanya untuk menemaninya saat kemoterapi," jawab Wade mengangkat kedua bahunya. Logan hanya memperhatikan kedua anaknya dari kaca spion, "dan tidak ada gunanya, sama saja seperti saat aku mengatakan jika obatku habis dan itu adalah tablet terakhirku padanya. Ia hanya akan merasa canggung denganku. Lebih baik ia tidak tahu."
...
Laura tampak diam, menatap Wade yang tampak menyenderkan kepalanya di jendela. Saat Wade menyenderkan kepalanya di bahu Peter, saat itu Wade juga merasakan sakit di kepalanya hingga ia sempat kehilangan kesadaran. Sementara saat Wade izin ke kamar kecil, saat itu ia memuntahkan semua isi perutnya karena rasa mual akibat pusing yang ia rasakan.
Semua itu, Wade tidak mengatakannya pada Peter.
"Idiota," Laura bergumam dan kembali melihat jalanan di samping kirinya, 'tetapi...'
.
.
"Uh, kau bisa berbahasa Spanyol?"
"Aku mengambil kelas bahasa Spanyol di sekolah, aku cukup bisa," Peter tersenyum dan menatap kearah handphone Laura. Laura sedang melihat beberapa artikel tentang dampak penderita kanker menghentikan pengobatannya, "apa yang ia lakukan?"
...
"Kanker yang dideritanya, sama sekali tidak membaik," Laura menurunkan handphonenya dan tampak memainkan kakinya, "ia memutuskan sepihak jika ia ingin menghentikan pengobatannya."
Peter terdiam, melihat kearah Laura yang berbicara semakin pelan.
"Ia sudah berusia 18 tahun, jadi meski ayah sama sekali tidak setuju dengan itu, dokter lebih memilih keputusannya," Laura menghela napas dan mengangkat kepalanya menatap Peter.
"Dan obat tadi, itu obat terakhirnya bukan?"
"Kau tahu darimana?"
...
"Hanya firasat," Peter tampak tertawa sedih dan kembali menatap kearah sekeliling, tidak lagi mengajak Laura berbicara. Laura menatap Peter, dan sebelum ia mengatakan sesuatu lagi Peter sudah keburu berbicara.
"Tenang saja, aku tidak akan memberitahunya jika aku tahu."
.
.
'Ia sudah tahu hermano idiota...'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top