04; Weak
"Peter!"
Peter menoleh kearah Ned yang memanggilnya. Keesokan harinya, Peter yang kemarin tidak jadi masuk sekolah memohon pada kedua ayahnya untuk setidaknya masuk ke sekolah hari itu. Tentu mereka sedikit keberatan, namun pada akhirnya mereka setuju dengan syarat Peter harus mengatakan jika terjadi sesuatu padanya di sekolah.
"Pagi Ned."
"Pagi apanya, kenapa kau tidak mengatakan padaku kalau kau pindah dari tempat May?" Ned sepertinya pergi ke tempat May karena ia mengatakan kemarin akan pergi ke sekolah, "dan kau bilang kemarin akan masuk. Aku dan MJ menunggumu tetapi kau tidak masuk hingga pelajaran akhir."
"Maaf Ned, aku harus mengurus pindahan."
"Pindah?" Mereka menoleh kearah MJ yang baru saja akan membuka loker yang ada di dekat Peter.
"Dad dan pops sepertinya berbaikan lagi. Jadi aku harus pindah ke menara Stark dan sibuk memindahkan barang-barangku," jawabnya sambil tertawa dan menggaruk kepala belakangnya. Kedua sahabatnya belum mengetahui tentang penyakitnya, dan ia tidak memiliki keberanian untuk mengatakan pada mereka.
"Benarkah?! Kapten Amerika dan Iron Man kembali bersa--MPH!" Peter menutup mulut Ned dengan cepat.
"Ini masih belum diberitahukan ke publik. Dad mengatakan jika lebih baik ini dirahasiakan sampai masalah accord diselesaikan," memang, status buronan dari Steve dan juga yang lainnya sudah ditangguhkan. Namun masalah accord masih belum mendapatkan kepastian. Banyak pro dan kontra yang terjadi.
"Ini benar-benar hebat! Kelompok pahlawan super kita kembali lagi."
Peter terdiam dan hanya tersenyum sebelum mengangguk. Dengan keadaan keluarganya yang sekarang lebih berfokus padanya, ia tidak yakin bahwa ayahnya akan kembali menjadi superhero meski ia menginginkannya. Lamunannya buyar saat MJ mendekatkan diri dan melihat lebih jelas kearah wajahnya.
"Kau pucat," MJ menepuk bahu dan juga tubuhnya, "dan lebih kurus. Apakah kau tidak apa-apa?"
"Tidak-tidak, ini hanya perasaanmu saja MJ. Mungkin juga karena aku sedikit kelelahan karena pindah rumah," jawab Peter sambil tertawa dan mengibaskan tangannya. MJ menatapnya curiga, dan Ned juga tampak menjadi cemas mendengar perkataan dari MJ.
"Baiklah," MJ masih curiga namun gadis itu hanya mengangguk dan segera mengalihkan perhatiannya dengan membawa buku dan menerangkan beberapa tugas selama Peter tidak masuk, "--lalu, tugas ini harus kau selesaikan besok di pelajaran Mr. Harrington."
"Ah," Peter tampak melihat buku yang diberikan oleh MJ, membuat kedua sahabatnya menoleh kearahnya, "uh, besok aku tidak masuk. Dad membutuhkanku, jadi aku harus melakukan sesuatu terlebih dahulu..."
"Peter," Ned tampak melihat sahabatnya itu masih dengan tatapan cemasnya, "kau benar-benar tidak apa-apa bukan?"
...
"Tentu Ned, kalaupun ada sesuatu. Aku akan mengatakannya pada kalian..."
Tetapi untuk sekarang, ia tidak bisa.
.
.
"Beberapa kali media menangkap Steve Rogers dan Tony Stark bersama. Apakah hubungan mereka membaik? Kamera menangkap beberapa kali mereka mendatangi rumah sakit XXX yang berada di dekat Menara Stark. Apakah itu berarti--"
Bucky Barnes mendengarkan seksama TV yang ada di depannya. Ia tahu jika Steve tidak berada di tempat tinggal bersama mereka--bersama Sam dan Natasha--namun ia tidak tahu jika Steve bersama dengan Tony. Ia senang, sungguh. Bucky tahu jika Steve sangat mencintai Tony, dan ia sangat merasa bersalah karena ia tahu perceraian keduanya diakibatkan olehnya.
"James?" Bucky menoleh kearah Natasha yang bingung kenapa sahabatnya itu terkunci perhatiannya pada TV, "aku memanggilmu beberapa kali."
"Oh, maaf. Ada apa?"
"Aku ingin bertanya--ah sudahlah, apa yang membuatmu tidak mendengarkanku?" Natasha memutuskan untuk duduk disamping Bucky dan melihat berita yang sudah berganti.
"Steve sedang bersama dengan Tony sekarang," perkataan Bucky tampak membuat Natasha mengerutkan dahinya, "kau tahu sesuatu dari Pepper?"
"Beberapa hari ini Pepper memang sangat sibuk, entah kenapa. Ingin aku menghubunginya?"
"Kurasa, aku sedikit cemas dengannya."
.
.
"Hei Natasha..."
Ia tentu langsung menghubungi Pepper yang menjawab telponnya. Namun, satu hal yang membuatnya heran adalah nada bicara Pepper yang terdengar lemah dan lelah. Natasha mengenal Pepper dengan sangat baik, dan gadis itu adalah gadis yang kuat. Hanya karena tumpukan pekerjaan ataupun menghadapi keegoisan Tony, tidak akan membuatnya lelah.
"Pep, apakah ada sesuatu yang terjadi?"
...
"Apakah kau sedang bersama yang lain sekarang?"
"Hanya Bucky. Pietro, Clint, Sam, dan juga yang lainnya sedang pergi. Ada apa?" Ia mendengar Pepper menghela napas. Keheningan dirasakan beberapa saat, sebelum Pepper menghembuskan napas.
"Sebaiknya kalian datang ke menara Stark minggu depan jika ingin mengetahuinya."
Bucky saling bertatapan dengan Natasha. Mereka tahu, ada sesuatu yang terjadi.
.
.
"Peter, kita sudah membicarakan ini berulang kali sebelumnya. Tetapi aku akan mengingatkanmu karena ini adalah pertama kalinya kau akan menjalani ini. Obat-obatan yang akan diberikan memberikan efek samping yang berbeda setiap orang. Dan karena ini pertama kalinya untukmu, kami tidak tahu apa efek samping dari obat ini untuk tubuhmu. Dan karena itu aku--"
"--tidak bisa memberikan obat yang spesifik untuk apapun efek yang akan kudapatkan. Karena kita belum mengetahuinya. Aku mengerti," Peter hanya tersenyum, dan tertawa palsu. Tony sedikit menyerengit, mengetahui jika itu adalah sarkasme. Sifat yang diturunkan darinya, membuat lelucon seolah itu bukanlah hal yang serius. Ketika kenyataannya, ia tahu jika itu adalah hal yang serius.
Sepertinya Cho juga menyadarinya, dan perempuan itu hanya tersenyum padanya sebelum mempersiapkan semua obat dalam infus yang akan dialirkan ke tubuh Peter.
"Hei Miss Cho," Cho tampak bergumam saat mendengar Peter memanggil namanya. Peter sudah duduk di kursinya namun matanya mengedar seolah mencari sesuatu. Atau seseorang, "uh, kau tahu... dimana..."
"Wade?" Wajah Peter memerah. Ia tidak tahu jika Cho bisa membaca pikirannya. Cho bahkan tidak tahu apa yang terjadi di kamar saat pagi hari ia dibawa 2 hari yang lalu. Cho seperti mengetahui kembali apa yang ada di pikiran Peter, ia tertawa, "ia bercerita pada semua orang disini jika ia bertemu dengan seorang pemuda yang sangat manis dan ia tidak sabar untuk melakukan kemoterapi denganmu."
Jika wajah Peter bisa lebih merah, itulah yang terjadi. Jika saja Cho sedang tidak menahan tangannya agar tidak bergerak saat Cho memasang infus, ia akan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Cho tampak tertawa melihat reaksi Peter, sementara Steve hanya tersenyum gugup sambil menatap Tony yang menatap udara kosong dengan tatapan tajam.
"Keadaannya sedikit menurun kemarin. Tenang saja, ia hanya harus beristirahat sedikit dan akan kemari," Peter tampak membulatkan matanya menatap kearah Cho.
"Tetapi ia baik-baik saja 2 hari yang lalu."
Cho hanya tersenyum sedih, tidak bisa mengatakan didepan Peter jika kondisi para pengidap kanker tidak bisa diprediksi. Kemungkinan kondisi tubuhnya menurun drastis selalu ada. Dan Peter sepertinya menyadari kata yang tak terucap dari Cho tersebut dan hanya bisa membungkam mulutnya dengan bahu yang sedikit gemetar.
"Peter--"
"BABYBOY~" Tony baru saja akan menghampiri Peter yang tampak ketakutan saat pintu terbuka dengan kasar menampakkan Wade yang tersenyum lebar dan tampak bersemangat, "Miss Cho, kau tidak bisa memulai pengobatan Peter, aku bahkan belum sampai kemari."
"Aku tidak mungkin menunda pengobatannya hanya karena kau Wade," Cho menghela napas dan menggelengkan kepalanya. Merasa ajaib kenapa anak seperti Wade bisa membuatnya betah dan tidak serangan jantung, "duduklah, aku sudah menyiapkan obatmu."
"Baik-baik~" Wade duduk disamping sofa tempat Peter duduk.
"Wilson?" Wade menoleh kearah Peter yang seolah melihat hantu kearahnya.
"Hei Petey~ kenapa kau melihatku seperti itu? Miss Cho tidak memberitahu kalau aku sudah mati bukan? Kau tidak bisa berbohong pada anak sepolos ini Miss Cho," Wade tampak menatap kesal--tentu hanya bercanda--kearah Cho yang hanya tertawa pelan.
"Ini akan terasa membosankan kalau kita tidak melakukan apapun. Apa yang ingin kau lakukan sambil menunggu obat ini habis Peter? Bermain kartu? Aku suka menonton Star Wars, kudengar kau suka menontonnya juga," Peter masih menatap Wade dengan pandangan tidak percaya.
"Kudengar kau sakit?"
"Apakah aku terlihat sakit?" Wade membalasnya dengan pertanyaan yang butuh waktu beberapa saat untuk Peter menjawabnya dengan gelengan.
"Selesai Peter."
Peter mengerutkan dahinya, ia bahkan tidak sadar jika Cho sudah menyuntikkan jarum infus pada punggung tangan kanannya. Ia terlalu fokus pada Wade disampingnya.
"Baiklah, saatnya kau yang kupasangkan infus Wade," entah kenapa Cho tersenyum dengan aura gelap dibelakangnya seolah akan memangsa seseorang. Wade menyadarinya begitu juga dengan Peter.
"Tu-tunggu, kenapa aku merasa kau memperlakukanku dan Petey berbeda? Miss Cho, kenapa aku merasa jarum suntik itu lebih besar daripada biasanya?" Cho mendekati Wade, "GAAAH!"
.
.
"Kau berlebihan, jarum suntikmu sama seperti milik Peter. Sekarang tetap diruangan, jangan mengajak Peter keluar seperti minggu lalu saat kau kabur ketika sesi kemoterapi. Aku heran darimana ia dapat tenaga itu," Cho hanya menggumamkan kalimat terakhir dan berdiri dari posisinya yang duduk di dekat Wade.
"Pertama, ayo kita main Mario Cart," Wade berjalan dan tampak mengambil salah satu stick game dan memberikannya pada Peter, "aku sangat jago memainkannya."
"Benarkah? Aku bisa mengalahkan pamanku Clint beberapa kali," Peter tampak segera tenggelam dalam permainan bersama dengan Wade yang selalu mengajaknya untuk bermain ataupun melakukan apapun untuk melupakan efek samping dari obat tersebut. Steve dan Tony melihat itu, dan hanya tersenyum sebelum memutuskan untuk menunggu mereka. Tentu menghabiskannya dengan tugas masing-masing.
.
.
Selama beberapa lama Peter menghabiskan waktu dengan banyak hal bersama Wade. Bermain Mario Cart, lalu berganti dengan bermain kartu juga menonton TV. Steve dan Tony tidak berbincang satu sama lain selama itu, hanya memperhatikan Peter. Hingga saat mereka sedang bermain kartu, ia mulai merasa mual dan pusing.
"Peter?" Wade melihat Peter yang seharusnya mengeluarkan kartu tampak tidak melakukannya. Ia mendekat, dan Peter menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Wade dengan sigap mengambil ember plastik yang ada di sampingnya namun Peter menggeleng.
"Aku tidak apa-apa..."
...
"Kau bisa tidur, obat ini tidak akan berubah efek kalau kau tertidur," Wade tampak tersenyum dan menoleh pada Peter yang tampak hanya diam, mengangguk. Steve yang paling dekat tampak membantu Peter untuk berjalan menuju ke kursinya. Ia mengusap kepala Peter dan tersenyum padanya.
"Aku akan membangunkanmu jika sudah selesai..."
Peter mengangguk, dan menutup matanya saat Steve dan Tony mengecup dahinya.
.
.
Peter beristirahat hingga obat habis. Cho mengatakan jika efek dari obat itu mungkin akan bertambah parah setelah ini, dan menyarankan Steve dan Tony agar Peter bisa menginap di rumah sakit hingga masa kemoterapinya selesai hari Jumat. Tentu Steve dan Tony setuju meski Peter tampak tidak sependapat.
Ia sudah berjanji pada Morgan dan Harley jika ia akan menemani mereka berdua setiap malam. Kakak seperti apa yang tidak bisa menepati janjinya bukan? Namun, saat Steve kembali setelah menjemput Harley di sekolahnya bersama dengan Morgan yang ingin melihat Peter, Harley bisa melihat bagaimana Peter terlihat sangat lemah dan juga lelah.
"Aku bisa menggantikanmu membacakan cerita tidur untuk Morgan. Mungkin saja aku akan menjadi favorit Morgan saat kau kembali," dengan nada sinis dan jahil seperti biasa. Namun Peter hanya bisa tertawa dan mengangguk, mengerti jika Harley ingin membantunya dan mengatakannya senormal yang bisa dilakukan oleh Harley.
Ia kembali terlelap saat Harley dan Morgan pulang, diantar oleh Steve. Tony menemaninya dan tampak tidak bergerak dari samping tempat tidurnya. Peter hanya bisa tertidur nyenyak beberapa saat sebelum rasa mual menyerangnya. Ia tidak pernah merasakan rasa mual seperti saat itu.
Ia muntah selama beberapa kali, mengeluarkan seluruh isi makanan yang ia makan. Bahkan setelah semua makanan itu keluar, Peter masih muntah meski hanyalah muntah kering tanpa bisa ia mengeluarkan apapun lagi. Kemudian rasa lelah yang mendadak ia rasakan, disertai dengan nyeri pada seluruh persendian di tulangnya.
Entah sudah berapa kali ia pergi ke kamar mandi hingga itu benar-benar menguras tenaganya jika Tony tidak membantunya untuk bergerak kembali ke ranjangnya. Ia tidak bisa memakan apapun, bukan hanya karena tidak ada nafsu makan sedikitpun namun juga rasa mual yang melanda, ia hanya meminum banyak minuman hingga mulutnya sangat lembab.
Steve yang baru saja kembali juga Tony cukup khawatir karena Peter bahkan tidak makan apapun sejak pagi hari hingga malam.
Krsk
Suara itu terdengar saat larut malam. Peter terbangun namun tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Ia tidak melihat kedua ayahnya, berasumsi jika mungkin Steve atau Tony sedang mencari udara segar dan salah satunya pulang untuk menjaga Harley juga Morgan.
"Hei, kau bangun?"
Peter menggerakkan sedikit kepalanya dan menemukan Wade yang duduk di kursi roda tampak tersenyum padanya.
"Tidak bisa tidur?" Peter menggeleng pelan. Terlalu lelah untuk menanyakan kenapa Wade menggunakan kursi roda saat itu, "apakah kau lapar? Aku membawa beberapa makanan untukmu. Crackers, dan beberapa snack yang bisa kita makan."
"Aku tidak..."
"Aku tahu, pasti rasanya tidak enak setelah kemoterapi tadi. Tetapi tidak baik jika kau tidak mengisi perutmu dengan makanan sedikit saja. Ayo, aku membawakan cracker keju dan juga beberapa potong buah," Wade membuka bungkusan cracker dan mengulurkan salah satu isi pada Peter.
Peter melihat kearah makanan itu sebelum ia menggigitnya perlahan. Sejujurnya, ia sangat lapar mengingat semua isi makanannya habis karena ia muntahkan. Namun Wade benar, obat itu membuat indera perasanya menjadi aneh. Ia tidak bisa merasakan apapun dan hanya pahit.
"Thanks Wilson..."
Wade hanya tersenyum dan kembali memberikan makanan pada Peter yang kali ini mengambilnya sendiri. Steve yang saat itu menjaga Peter baru saja kembali setelah membeli beberapa gelas kopi untuknya tampak berhenti di ambang pintu melihat keduanya.
Dan ia hanya tersenyum melihat hal itu.
.
.
Setelah Wade pergi--Steve kembali masuk dan menemani anaknya yang tidak bisa tidur. Makanan yang baru saja diberikan Wade tampak kembali keluar dari perutnya. Ia merasa sedikit bersalah pada Wade yang sudah susah payah membawakan makanan itu hanya untuk dimuntahkan kembali olehnya.
"Tidak apa Peter, hei tenanglah..."
Suara Steve yang membuat Peter sedikit tenang saat ia baru saja memuntahkan semua makanannya dan terduduk didepan kloset kamar mandi. Steve mencoba untuk menenangkan Peter, memeluknya dengan erat tidak peduli jika bekas muntahan itu akan mengenainya.
"Maaf pops..."
"Tidak apa sayang, apakah mau kugendong?" Peter merasa malu terlihat lemah. Namun, ia tidak punya tenaga setelah semua efek obat itu menyerangnya. Ia hanya mengangguk dan kembali bergumam maaf pada Steve yang tersenyum dan segera menggendongnya.
.
.
Hari kedua kemoterapi, keadaan Peter sedikit lemah bahkan membuatnya tertidur sebelum obat kemoterapi itu diberikan. Namun, itu adalah tidur Peter yang pertama setelah semalaman ia tidak bisa tidur karena efek obat itu. Wade juga tampak tidak berniat untuk mengganggunya, dan memutuskan untuk duduk tenang dan membaca beberapa buku atau bermain game sambil memperhatikan Peter.
Steve dan Tony sendiri tampak sedikit tenang saat melihat Peter yang bisa sedikit beristirahat. Steve melihat Tony yang terlihat sangat lelah. Tony masih harus mengerjakan beberapa pekerjaan di Stark Industry, dan tentu saja ia tahu Tony sama sepertinya. Meski Tony kembali ke rumah, ia tidak akan mungkin bisa tidur memikirkan Peter.
Dan saat Tony bahkan terlalu lelah untuk membuka mata, tanpa sadar kepalanya terjatuh di bahu Steve yang duduk di sampingnya namun segera menegakkannya kembali. Namun, Steve tampak memegang sisi samping kepala Tony dan menaruh kepala Tony di bahunya lagi.
"Tidurlah... aku akan membangunkanmu jika Peter sudah selesai."
Tony ingin menolak. Namun, satu hal yang tidak berubah dari Steve adalah bagaimana nyamannya berada dalam dekapannya. Tony benci hal itu saat ini, karena itu membuatnya sangat nyaman.
Dan tanpa bisa ia menolak itu, matanya sudah tertutup, terlalu berat untuk tetap membuka.
.
.
Malam itu, seperti malam kemarin. Peter meringis, sedikit terisak karena frustasi akan rasa sakit dan juga tidak bisa tidur. Tony kali ini yang menemani Peter, tampak mencoba untuk menenangkannya dan mengusap kepalanya.
"Hei sweetie, hanya tinggal satu hari lagi. Dan kau akan bisa beristirahat 18 hari. Oke?"
Peter hanya bisa bergumam pelan, menyenderkan tubuhnya pada dada Tony mencoba untuk mencari kenyamanan sedikit saja. Tony berusaha untuk menahan tangisnya, ia tidak bisa melihat Peter seperti saat ini. Ia melihat Peter sebagai anak yang kuat, dan lihat apa yang telah diperbuah oleh sebuah penyakit saja padanya.
"Kau ingin aku tidur disampingmu malam ini?"
"Kumohon daddy..."
Tony tersenyum, Peter sudah sangat lama tidak memanggilnya seperti itu. Ranjang rumah sakit Peter memang bukan berukuran single namun lebih pada Queen Size. Masih bisa jika Steve atau Tony tidur disana. Hanya saja, mereka takut Peter merasa tidak nyaman dengan mereka tidur disana.
Ia memanjat, berbaring disamping Peter dan memeluknya perlahan. Ia menggumamkan nyanyian lullaby dan memainkan rambut ikal Peter agar anaknya bisa tertidur. Sama seperti saat Tony menenangkannya ketika kecil.
"Katakan padaku kalau kau butuh sesuatu..."
"...Pops..."
"Hm?"
"Aku ingin pops," Peter merasa egois, namun ia bahkan tidak sadar mengatakan hal itu. Disaat seperti ini, ia hanya inginkan kedua orang tuanya. Tidak lebih.
Tony terdiam, ia tampak menghela napas sebelum mengusap pelan kepala Peter.
"Besok pagi ayahmu akan datang, oke?"
Peter menggigit bibir bawahnya, ia mengangguk dan tampak menutup matanya erat.
.
.
Hari ketiga Peter sedikit mual terbiasa dengan pengobatan itu. Namun, ia masih merasa lemah hingga Wade yang menemaninya memutuskan mereka hanya akan bermain kartu juga ia akan membacakan beberapa buku untuk Peter. Ia juga menceritakan beberapa lelucon yang membuat Peter tertawa pelan meski lemah.
Saat sesi kemoterapi selesai, hal yang berbeda adalah Steve yang membereskan pakaian Peter selama 3 hari itu, dan Tony yang mempersiapkan kursi roda untuknya. Wade tidak pulang, selain karena keadaannya yang menurut Cho belum membaik--meski Peter tidak bisa melihatnya--namun juga karena ayahnya yang berada dalam misi hingga tidak ada yang bisa menjaganya.
"Hei," Wade tersenyum saat ia berdiri di ambang pintu kamar Peter. Peter yang baru saja mengganti pakaiannya tampak melihat kearah Wade, "sampai jumpa 18 hari lagi."
Peter tampak terdiam sejenak sebelum tersenyum dan mengangguk. Ia melihat Tony yang sudah akan mendorong kursi roda kearahnya, senyumannya memudar. Ia tidak selemah itu hingga tidak bisa berjalan.
"Aku ingin berjalan..."
"Tidak apa," Steve tahu apa yang ada dipikiran Peter, "tetapi kita akan membawanya jika kita membutuhkannya nanti."
Peter ingin protes namun pada akhirnya memilih bungkam. Ia yang duduk di tepi ranjang tampak mencoba untuk menegakkan tubuhnya dan berjalan. Namun, ia merasa kakinya seperti jeli. Ia merasa akan jatuh, tidak kuat bahkan hanya untuk berdiri. Namun ia ingin berjalan.
"Pops," Steve benar-benar ingin menangis saat mendengar Peter memanggilnya dengan suara lemah.
"Ya sayang?"
Peter tidak menjawab, namun saat Steve mendekat Peter memegang tangannya dan mencoba untuk menariknya agar ia memiliki tenaga untuk berjalan. Steve tahu itu, dan tampak memegang bahu Peter membantunya untuk berjalan perlahan.
Semakin jauh Peter berjalan dengan Steve yang membantunya dan Tony yang berjalan disampingnya dengan kursi roda yang masih ia bawa, semakin ia merasa sangat lelah dan lemah. Mereka akan sampai setengah jalan menuju mobil Tony, saat Peter tidak memiliki tenaga. Ia sampai tersandung kakinya sendiri dan Steve terkejut, memeganginya lebih erat hingga Peter terbenam di tubuh Steve.
"Papa," Peter terisak pelan dan meremas pakaian Steve. Steve sudah lama tidak mendengar Peter memanggilnya seperti itu, dan ia tahu jika Peter sangat frustasi dengan keadaannya, "aku tidak bisa..."
"Tidak apa Peter Pan," Tony bergerak dan bergumam pelan, menenangkan Peter, "kau bisa berjalan lebih jauh daripada yang kami duga..."
Tony mengerti jika tangis Steve akan pecah jika ia menjawab Peter saat itu. Steve tampak tersenyum kearah Tony yang tampak seolah tidak menyadari senyuman itu dan memilih untuk membantu Peter duduk di kursi roda itu.
Selama sisa perjalanan itu, Peter sama sekali tidak mengatakan apapun. Ia hanya berpikir apa yang terjadi padanya, hanya dengan satu ronde kemoterapi. Ia bahkan masih harus melakukan lima ronde kembali, itupun jika kanker itu bereaksi dengan obat. Jika tidak, entah ia harus merasakannya beberapa kali lagi.
Dan sekarang ia tahu, kenapa Wade saat itu membutuhkan kursi roda bahkan untuk bergerak. Ia bisa melihat Happy yang sudah menunggu mereka di dekat mobil menatapnya dengan tatapan khawatir. Ia benar-benar tidak pernah melihat Happy seperti itu.
Lemah.
Hanya itu yang ada didalam pikirannya saat ini tentang dirinya.
.
.
Perjalanan ke menara Stark sunyi. Tidak ada yang berbicara, dan Peter tampak tertidur membuat mereka bertiga tidak ingin mengganggunya dengan suara sekecil apapun. Jarak dari sana tidaklah jauh, bahkan bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Namun, kondisi Peter membuat mereka memutuskan untuk menggunakan mobil sebagai alat transportasi.
Steve tampak perlahan menggendong Peter yang masih tertidur sementara Tony membantu membawakan barang milik Peter bersama Happy. Mereka baru saja beberapa langkah akan masuk ke dalam menara, saat beberapa orang yang berada di lobi utama tampak mencuri perhatian mereka.
"Bucky?"
Steve tampak membulatkan matanya, Bucky, Sam, dan Natasha, berada disana.
"Steve..."
To be Continue
Double Update dong :"v #plak
Actually ini pengalaman pribadi. Bukan, bukan diriku yang kena kanker. Tapi adekku. Kebetulan dirawat di rumah sakit tempatku kerja. Jadi, semua yang dialamin Peter disini memang dialamin sama adekku.
Haha, maaf kalau lebih banyak deskripsi dari dialog :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top