01; Nightmare
Tony tenggelam dalam gelas kesekian dari kopinya yang sekarang ada di depannya. Sejak Morgan lahir, ia mencoba untuk menghindari alkohol seberapapun stressnya dirinya. Jujur, ia hampir saja memesan beberapa scotch untuk ia minum. Ia berharap jika minuman itu akan membuatnya mabuk, terlelap, dan mungkin akan membangunkannya dari mimpi buruk ini.
Ia berharap Peter hanya mengatakan lelucon.
Peter anaknya? Tumor?
Kanker?
"Tony."
Bahunya disentuh, Tony segera menepisnya karena tahu siapa yang menyentuhnya. Steve hanya diam, menatap Tony yang menghabiskan gelas lainnya dan akan memegang teko kopi di depannya. Ia segera mengambilnya sebelum Tony, membuat pria itu menatapnya tajam.
"Ada apa?"
"Tidak baik meminum kopi sebanyak ini. Dan ini sudah pukul 2 malam," Steve berbicara dengan nada pelan, memperhatikan reaksi Tony yang tampak berdecih pelan.
"Bagaimana kau bisa tenang? Peter--ia akan diperiksa minggu ini. Bagaimana jika benar ia terkena kanker? Bagaimana jika ia sakit parah? Bagaimana jika ia--"
Bagaimana jika ia mati?
"Tony," Steve melihat Tony yang tampak kehilangan konsentrasi. Napasnya terlihat sesak dan memburu. Panic Attack. Ia pernah melihat Tony dalam kondisi seperti ini, tetapi tidak separah saat ini. Ia tidak peduli Tony akan menghajarnya habis-habisan, ia segera memeluk Tony erat agar ia tidak bisa melepaskannya.
"Atur napasmu. Katakan padaku lima hal yang kau lihat."
"Tangan...ku, karpet, lemari, pakaian," Tony menoleh pada Steve, "...kau."
"Empat hal yang kau rasakan," Steve berbisik dan mencoba membuat Tony menyamakan napasnya.
"Kursi, lantai, pakaianku," Tony meremas pakaiannya dengan erat dan menutup matanya, "...kau."
"Tiga hal yang kau dengar..."
"Detak jantungku, suara hujan," ia semakin tenang. Terutama mendengar satu suara yang tidak berubah, "suara napasmu."
"Dua hal yang kau cium."
"Kopi dan parfummu," Tony menggerutu "kau masih menggunakan parfum murah ini."
Steve tertawa pelan.
"Satu hal yang kau rasakan?"
Dirasakan?
Mual.
Ia berusaha untuk tidak memuntahkan isi perutnya sejak Peter mengatakan jika ada tumor di otaknya. Dan sekarang, Peter tidak bisa melihatnya. Harley dan Morgan tidak ada. Rasanya isi perutnya kembali naik keatas. Ia dorong Steve sekuat yang bisa ia lakukan, dan dengan segera berlari kearah kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya begitu saja.
"Oh Tony," Steve tampak berjalan mendekat, menghela napas dan mengusap punggung Tony membiarkan mantan kekasihnya itu mengeluarkan semua isi perutnya.
"Tidak apa. Hei, kau tidak apa Tony..."
Tony hanya bisa membiarkan Steve memeluknya untuk saat ini. Ia tidak memiliki tenaga. Bahkan malam itu, Peter, Tony, dan juga Steve tidak bisa tidur. Peter sangat takut jika waktu cepat berlalu saat ia tidur. Sementara Steve dan Tony terlalu takut untuk kehilangan Peter setelah mereka kehilangan masing-masing.
.
.
"Kau tidak perlu mengorbankan waktu untuk menemaniku May. Aku tahu kau sedang sibuk," Peter tampak menatap May. Hari ini, adalah jadwal untuknya memeriksakan diri setelah pemeriksaan terakhir itu. May memang cukup sibuk dengan pekerjaannya, namun ia tidak mungkin tidak mencoba untuk menemani Peter.
"Aku tidak mungkin bisa meninggalkanmu Peter."
"Tetapi kau punya banyak pekerjaan May, aku melihat jadwalmu beberapa minggu yang lalu," jawab Peter sambil menghela napas. May baru saja akan membalas perkataan dari Peter saat bunyi bel rumahnya membuyarkan pembicaraan mereka. Peter segera berjalan dan akan membuka pintu rumahnya itu.
"Pops, dad?"
Peter tampak membulatkan matanya melihat kedua ayahnya berada disana.
"Kenapa kalian disini? Uh, dan dimana Morgan?"
"Kudengar hari ini kau akan pergi ke... dokter," Tony tampak mencoba untuk tersenyum dan menatap kearah Peter, "Morgan sedang bersama dengan Pepper. Steve, ia mengatakan jika ia bisa menemaniku."
Peter tampak menatap kedua orang tuanya, sebelum berjalan dan memeluk keduanya. Egois memang, tetapi Peter memang membutuhkan kedua orang tuanya saat ini. Ia berpikir jika ia tidak bisa mengatakannya, namun ia tahu seharusnya jika kedua ayahnya akan tahu apa yang ia inginkan.
"Thanks dad, pops..."
.
.
"Dan, katakan padaku kenapa kalian bertiga kemari?"
Tony, Steve, dan Peter tidak langsung pergi ke rumah sakit namun pergi ke New York Sanctum. Tempat dimana Strange berada. Strange memang tidak ikut dalam Civil War, namun ia sering membantu mereka dalam beberapa misi.
"Aku tidak akan membicarakan misi Strange," Tony terbiasa untuk bertengkar dengan sang penjaga New York Sanctum itu, namun untuk kali ini tentu ia tidak ingin mencari gara-gara dengannya, "aku ingin meminta tolong padamu."
Strange menatap kearah Tony, menyadari jika ada yang salah hingga ia mempersilahkan mereka duduk. Tony bahkan tidak buang waktu, memberikan surat dan beberapa hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Peter. Strange menatap kearah Tony sebelum mengambilnya dan membacanya.
Tidak butuh waktu lama untuknya menatap kembali Tony dan juga Steve serta Peter. Ia berdiri, mengganti pakaiannya dengan pakaian sehari-hari sebelum menghampiri ketiganya.
"Kalian akan pergi untuk memeriksakannya lagi bukan? Aku akan ikut," Strange bahkan tidak mengatakan apapun tentang apa yang ia lihat di pemeriksaan itu. Tony akan menahannya untuk meminta penjelasan, namun Strange segera menghentikannya, "aku akan menjelaskannya nanti."
Ia menoleh pada Peter yang balas menatapnya.
.
.
"Mereka akan melakukan pemeriksaan MRI terlebih dahulu."
"Katakan padaku apa yang kau lihat Strange," Tony, Steve, dan Strange berada di ruangan dengan beberapa komputer yang menunjukkan grafik bentuk otak. Peter sendiri berada di ruangan lainnya yang terhubung dengan dinding kaca. Perlahan ia masuk ke dalam mesin MRI hingga komputer menunjukkan gambaran otaknya. Strange tidak mengatakan apapun, meski wajahnya memucat perlahan, "Strange."
"Sebaiknya Peter juga mendengarnya."
.
.
"Maaf Peter," Strange menghela napas. Ia berbicara dengan dokter Onkologi yang merupakan salah satu rekannya dulu, dan berbicara dengan Peter juga Steve dan Tony, "ini adalah kanker. Stadium empat, dan mereka harus melakukan pemeriksaan lain karena ada kemungkinan ini sudah menyebar."
Peter tidak memberikan reaksi apapun. Ia bahkan tidak mendengar dengan jelas setelah Strange mengatakan kata kanker.
Stadium empat?
Itu artinya, dia akan...
Mati?
"Peter," Peter baru menyadari Steve sudah menuntunnya dan mereka akan masuk ke dalam mobil. Happy menyetir, hanya melihat kearah mereka dengan wajah bingung dan cemas. Strange berjalan dan masuk ke pintu depan, sementara Peter duduk diantara kedua orang tuanya. Tidak ada sama sekali percakapan yang terjadi diantara mereka, namun baik Steve maupun Tony tampak tidak melepaskan pandangan dari Peter yang hanya menatap pangkuannya dengan tatapan kosong.
.
.
"Tony..."
Pepper berada di rumah Tony untuk membantu menjaga Morgan. Rhodey juga berada disana setelah Tony mengatakan jika ia membutuhkannya. Saat Steve dan Tony datang bersama Peter, Pepper dan Rhodey segera tahu jika ada yang tidak beres. Peter hanya menatap kosong dan sama sekali tidak tersenyum. Steve yang menuntunnya tampak mendudukkan Peter di sofa dan diantara dirinya dan Tony.
...
"Tony--"
"Peter... ia mengidap kanker otak. Stadium akhir," Peter mengepalkan tangannya dengan kuat. Ia tidak ingin melihat reaksi dari Pepper ataupun Rhodey. Pepper hanya bisa menutup mulutnya dengan sebelah tangan, dan Rhodey membulatkan matanya dan menatap Tony tidak percaya.
"Apa--"
"Apa yang kalian katakan tadi?"
Steve dan Tony menoleh kearah asal suara. Harley tampak berdiri disana baru saja kembali dari sekolah. Happy mengatakan jika Steve berada di rumah Tony, dan Harley bersikeras untuk pergi ke sana. Ia bisa bertemu dengan Morgan.
"Lee, aku--"
"Kau tidak mungkin terkena kanker bukan? Katakan kalau ini hanya leluconmu dan juga yang lain," Harley menatap semua orang yang hanya diam, "KATAKAN KALAU KALIAN BERCANDA!"
...
Harley hanya bisa menatap wajah Peter yang menunduk, pucat dan sama sekali tidak menunjukkan jika pemuda itu bercanda.
"Tidak. Tidaktidak, katakan ini hanya leluconmu Peter. Tidak kau, kumohon tidak kau," Harley adalah seseorang yang tidak akan menunjukkan sisi lemahnya. Saat semua orang melihatnya saat ini, hanya menunduk dan terisak pelan, Peter segera berlari dan tampak mendekatinya.
"Lee..."
"Aku tidak ingin kau mati..."
Isakan pelan itu dan bisikan itu, Peter bahkan tidak menyadari saat air matanya keluar begitu saja. Isakan pelan itu berubah menjadi tangisan yang didengar oleh semua orang disana. Peter bahkan tidak bisa berbicara, hanya menangis sambil memeluk Harley didepannya.
"Lee, Peter?" Morgan mendengar isakan dan teriakan Harley tampak berjalan mendekat, "kenapa kalian menangis? Lee, Peter, jangan bersedih. Kenapa kalian menangis?"
Morgan tidak pernah melihat kedua kakaknya menangis. Dan tentu itu membuatnya takut dan sedih. Dan ia hanya bisa ikut terisak, dan menangis memeluk kedua kakaknya.
Dan baik Steve, Tony, Strange, Pepper, ataupun Rhodey hanya bisa terdiam.
Mereka berpikir hal yang sama. Mereka berharap mereka yang mengalami ini. Tidak Peter.
.
.
"Kau bisa berjalan sendiri Peter?"
Steve menoleh kearah anak berusia 1 tahun yang tampak mencoba berjalan sambil memegangi dinding di sampingnya. Langkahnya masih goyah dan kaki kecilnya melangkah sambil gemetar, namun ia hanya mengangguk pelan dan kembali berjalan.
Beberapa agen dan juga pegawai Stark Industry yang melihat anak itu tampak hanya tersenyum dan tertawa gemas.
"Ka...kak."
Steve tertawa mendengarnya. Hari ini adalah hari pertama Peter bisa melihat Harley. Ia membiarkan Peter berjalan sendiri, ia memang sangat cepat belajar untuk berjalan sendiri meski masih berpegangan.
"Kau tampak menikmati melihat anak kita kesusahan Steve?"
"Dada!" Peter melihat Tony yang menggendong adiknya berjalan kearahnya. Ia berusaha berjalan lebih cepat dan melepaskan pegangannya. Namun, karena ia belum bisa berjalan lancar tanpa berpegang, ia tersandung dan jatuh begitu saja.
"PETER?!"
Steve dan Tony akan membantunya, namun Peter tampak mengangkat kepalanya. Dahinya tampak merah karena terbentur lantai, dan matanya sudah berkaca-kaca.
"Pete' tidak apa," ia berjalan kembali lebih pelan, kali ini Tony mendekat dan berjongkok membiarkan Peter melihat adiknya.
"Lee? Papa?" Peter menoleh kearah Steve yang mengangguk dan tersenyum. Peter tersenyum lebar, menoleh pada Tony kali ini, "dada, Lee!"
Steve dan Tony menoleh pada Peter, anak itu tersenyum sangat lebar bahkan tidak menangis sedikitpun karena terjatuh cukup keras seperti tadi.
.
.
"Ya, terima kasih May. Aku akan mengantarnya besok pagi..."
Steve menghubungi May. Setelah berita itu, ia rasa bukan saatnya untuk Peter kembali ke rumah May. Begitu juga dengan Harley dan Morgan. Tony sudah memperbolehkan mereka untuk menginap malam itu. Steve menutup sambungan ke May dan menghela napas. Ia melihat tangannya yang gemetar, menggenggamnya dengan sangat erat untuk menghentikan tangannya yang gemetar.
Ia baru saja akan berbalik menuju kamar tamu saat matanya menangkap Tony yang duduk di sofa. Tangannya hanya menggenggam cangkir berisi kopi yang bahkan sudah dingin. Ia bisa melihat pandangan matanya yang kosong. Tentu, berita ini benar-benar mengguncang mereka.
"Tony," Steve menyentuh bahu Tony pelan namun cukup membuat Tony tersentak, "bolehkah aku duduk?"
Tony menatap Steve yang tersenyum dan menunjuk disampingnya. Saat ini, ia bahkan tidak bisa banyak berargumen dengan Steve dan ia hanya mengangguk. Pepper dan Rhodey sudah tidur di ruang tamu. Tidak ada yang berbicara diantara mereka selama beberapa saat.
"Ia menangis," Tony berbisik. Steve mendengar, dan mengerti siapa yang dimaksud, "sejak Lee lahir, ia tidak pernah menangis."
"Ya, kau ingat saat pertama kali ia bertemu dengan Lee? Ia baru saja belajar berjalan dan mencoba untuk berjalan dengan cepat kearahmu dan Lee," Steve tersenyum mengingat kenangan itu, "ia terjatuh begitu keras hingga dahinya bengkak saat itu. Tetapi ia tidak menangis..."
"Apapun yang ia hadapi, saat ia bahkan diculik oleh Ultron ataupun menghadapi perceraian ini, ia tidak pernah sedikitpun menangis," Tony mengacak rambut depannya dan tampak menggigit bibir bawahnya, "kenapa harus dia? Ia bahkan tidak pernah melakukan kesalahan apapun. Ia tidak seharusnya mengalami ini. Kenapa bukan aku?"
Tony hanya bisa menunduk, menahan isakannya yang akan keluar. Steve tampak menatap Tony dengan tatapan sedih dan menyentuh tangannya.
"Tony, bisakah... aku menemanimu?"
...
"Apakah... kita tidak bisa bersama lagi?"
To be Continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top