10) Bucin Detected!


CAN TRY

Sejak sepuluh menit yang lalu, matahari sudah menyingsing dari permukaan. Namun, bukannya bersemangat untuk memulai hari, di sini Keva justru tumbang dengan segala kepenatannya.

Jika pada hari sebelumnya Ken memberikan tumpangan untuknya baik pulang ataupun pergi, maka hari ini cowok itu melakukan hal yang sebaliknya. Bahkan, pagi tadi Ken juga tidak segan-segan meninggalkannya tanpa melirik ataupun memandangnya sedikitpun. Bahkan raut wajahnya waktu itu terlihat sangat cuek dan tidak peduli.

Kalau sudah begini, Keva sudah bisa menyimpulkan bahwa Ken masih kesal dengannya.

Menyusahkan saja.

Sembari bangkit dan menyingkirkan sejenak masalahnya itu, Keva mendengus sekali sebelum kembali melangkah ke bangkunya. Tak jauh dari tempatnya berada sekarang, terlihat Alan --teman sebangkunya-- yang baru saja menguap lebar. Pemuda itu lantas menenggelemkan wajahnya di atas lipatan tangan, bersiap untuk tidur nyenyak pagi ini.

Tentu, pemuda itu sangat cocok untuk dijadikan sasaran empuk sebagai wujud pelampiasan kekesalannya. Cewek itu pun lekas menghampirinya, tentu dengan kilatan amarah yang siap meledak kapan saja.

"Alan!" seru Keva. Suaranya sentak menggaung di ruangan itu, karena memang pagi ini suasananya masih terlihat sepi. Belum ada banyak orang yang mengisi kelas ini.

Sebagai pihak yang dipanggil, Alan hanya berdeham.

Otomatis jawaban itu membuat Keva kesal, cewek itu lantas menjambak rambut Alan dengan sekali gerakan. "Al! Dengerin gue napa!"

Sembari berdecak, Alan mengomel. "Apasih?! Nganggu aja lo!"

"Dengerin napa! Gue mau cerita!"

"Cerita aja sana sama Hailee, gue ngantuk." balas Alan acuh. Cowok itu kembali menidurkan diri setelah menyingkirkan Keva dari bangkunya.

"Makanya jangan main PS mulu. Gini ni gue yang susah." Keva bersungut lantas membanting tasnya pada punggung Alan. Dan secara auto, Alan langsung dibuat marah olehnya.

"Keva!"

Keva yang baru saja duduk di kursi depan pun langsung menoleh. "Apasih?! Tadi diusir, sekarang manggil-manggil! Mau lo apa?"

"Mau gue?"

Secara tiba-tiba, Alan mendadak semangat. Pemuda itu menatap Keva dengan tatapan tak terbaca. Matanya berbinar-binar seperti sedang membayangkan sesuatu. "Gue mau ketemu Jeny!"

"Apa?!" kaget Keva. Cewek itu lantas mengambil duduk di kursi yang sejak tadi digunakan oleh Alan untuk rebahan. "Lo suka Jeny?!"

Namun semengejutkan apapun semangat Alan, nyatanya dia selalu menolak ucapannya barusan. Dia selalu saja tidak bisa mefilter dan memikirkan lebih dulu kata-katanya sebelum diucapkan, sehingga inilah jadinya. Dia dipaksa untuk mengakui, walaupun hati masih tidak siap untuk menyetujui.

"E-enggak. Bukan Jeny teman lo, Va. Tapi Jennie Blackpink." ucap Alan berusaha sedatar mungkin. Pandangannya kini dia alihkan, demi menghindari tatapan jahil yang Keva berikan.

"Alah, lo kan gasuka K-Pop. Boong, ya? Boong?" tanya Keva menirukan nada bicara Ken kemarin sore. Dan karena inilah, cewek itu lagi-lagi teringat dengan kejadian itu.

Karena Alan adalah sosok yang dapat membaca pikiran seseorang hanya dengan melihat matanya, cowok itu pun mengambil kesempatan ini untuk mengalihkan topik.

Usaha yang bagus, ferguso.

"Ada apa?" tanya Alan, tentu dengan raut wajah yang berbeda. Melihat itu, Keva pun memulai untuk bercerita sedikit tentang Ken. Meskipun dia tahu, cerita ini tidak penting.

"Ken marah sama gue." cerca Keva sembari merengut.

Alan mengangkat sebelah alisnya. "Emangnya lo ada masalah sama dia?"

"Au." balas Keva sembari mengedikkan bahu. "Mungkin karena dia nggak suka gue duduk sama Alex kemarin. Atau juga, karena gue lupa beliin dia basreng."

"Jadi? Inti masalahnya apa?"

"Yaelah, masa lo ga peka sih? Kalo dia marah, otomatis dia nggak mau ngaterin gue ke sini. Kalo terus-terusan kayak gini, minggu ini gue pasti absen. Capek njir."

Kalau saja dia bukanlah Keva Geraldino, Alan akan memilih tidur saja daripada mendengar cerita membosankan seperti ini. Namun jika dia tidak peduli, itu juga akan memberikannya sebuah risiko yang lebih besar terhadap tugas ekskul Pecinta Alamnya nanti.

Karena Keva adalah bagian dari itu.

"Yaudah sama gue aja. Gue anterin," jawab Alan memutuskan yang otomatis membuat Keva membulatkan matanya. Pemuda itu pun kembali tidur berbantalkan tas, lalu bersiap terbang menuju alam mimpi di atas sana.

"Seriusan lo?!" Keva bertanya seraya mengguncang tubuh Alan. Namun secepat dia menggoyang tubuhnya, secepat itu pula kesadaran Alan kembali.

Pemuda itu sentak melotot, menyadari kata-katanya sekaligus memikirkan bagaimana nasibnya jika besok dia tidak bertemu Jeny di gerbang seperti biasanya. Kalo gue nganterin Keva, gue nggak bisa lihat Jeny di depan dong?

Bucin detected, gaes.

"Lo serius kan, Al?" tanya Keva lagi, menyadarkan Alan dari lamunannya. Pemuda itu lantas mengiyakan saja begitu melihat Keva yang kali ini memperlihatkan puppy eyesnya cem anjing. Tentu, persetujuan itu membuat Keva kembali sumringah.

"Thanks, Alanoooo!"

🎧🎧🎧

Waktu istirahat kali ini, Ken sama sekali tidak berniat mengunjungi Keva di kelasnya. Bukan, bukan karena dia terbakar cemburu soal kejadian kemarin. Hanya saja, hari ini dia merasa tidak perlu lagi untuk menawari cewek itu makan bersama di kantin seperti biasanya.

Sembari mendengus jengah, Ken mengacak rambutnya asal. Pemuda itu pun membelokkan langkahnya menuju ruang musik saja daripada harus makan sendirian di kantin dalam keadaan hampa seperti ini.

Sebelum dia sampai di tempat itu, Ken menemukan Hailee yang tengah tertawa lepas bersama seseorang di depan ruang musik. Lengkingannya yang sebelas dua belas seperti TOA, membuat Ken mau tak mau harus menutup telinganya saat itu juga.

"Hail--"

"Ck, ngapain lo ke sini, sih? Nganggu aja, ih." Hailee memotong perkataan Ken dengan kecentilannya. Cewek itu bahkan langsung menarik temannya untuk pergi begitu saja.

"Salah gue apa coba?" Ken bermonolog. Dia tidak habis pikir mempunyai teman seperti Hailee dalam hidupnya. Bukan hanya suaranya yang menyebalkan, kecentilannya juga selalu membuat Ken naik pitam. Menyusahkan.

Karena tidak ingin lanjut memikirkan hal seperti ini, cowok itu pun langsung membuka ruang musik saja, meskipun mulutnya masih terus berkomat-kamit tidak jelas.

Namun belum sempat pintu itu terbuka sempurna, Hailee yang entah sejak kapan ada di belakangnya tiba-tiba saja berteriak.

"KEN!" Cowok itu terdiam. "LO DICARIIN SAMA KEVA!"

Ken langsung terpaku, lalu dengan cepat dia berbalik dan mendapati Hailee yang tiba-tiba saja tertawa.

"Tapi boong. HAHAHAHAHAHA!"

"LELE! ANJIR LO! GUE LEMPAR SEPATU NI! JANGAN KABUR LO, WOY!" seru Ken menggebu-gebu. Tangan kanannya pun kini sudah siap meluncurkan sepatu ke arah Hailee yang baru saja kabur dari tempatnya.

"Dasar cewek, nyusahin aja."

Dengan segala kekesalan yang sudah mencapai ubun-ubun, Ken pun masuk ke ruangan itu. Dia berjalan, menyusuri setiap sisi tempat itu seraya memilih-milih alat musik apa yang akan dimainkan sekarang.

Ketika melihat tidak ada satupun alat yang dia minati, karena sebenarnya hari ini dia hanya mood bermain ketipung saja, daripada bermain gitar apalagi drum, maka dari itulah Ken hanya terdiam setelah beberapa menit dia habiskan.

Hingga beberapa detik kemudian, Ken tiba-tiba saja mendapatkan inisiatif untuk meredakan kekesalannya sekaligus untuk mengajukan sebuah permintaan maaf pada seseorang di luar sana.

Karena Ken menyadari, dia tidak akan bisa hidup bahagia seperti biasa tanpa kehadiran orang itu di sini.

🎧🎧🎧

Hola! Lama tak jumpa, hehe😂
Gimana chapter kali ini? Kuharap tidak mengecewakan.

I just wanna say, terimakasih buat siapa saja yang masih baca ceritaku ini. Karena tanpa kalian, aku nggak bakal semangat nulis lagi. Huhu :')



Jan lupa vote, ya.

Kritik n saran juga boleh.

Sekian.
Bye...❤

Kenong, couo bucin parah

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top