2

Hari libur. Eren sedang asyik duduk di atas sofa ruang tamu sendirian. Eren beralih dari memangku samping kepalanya kearah biskuit yang dibawanya. Dengan tangan kanannya, Eren meraih satu biskuit dan melahap biskuit itu tanpa bergerak. Hari dimana ia bersenang-senang dari rutinitas membosankan itu. Eren ingin bersenang-senang saja seharian ini dirumahnya yang besar dan megah itu.

Hingga sebuah bunyi pintu dibuka sedikit menganggunya. Eren melirik sejenak pada pintu yang perlahan terbuka itu. Ia enggan bergerak dari posisinya itu. Dan hanya memiringkan kepalanya kearah sosok yang ia kenal betul itu disana.

"Ah, Tante. Silahkan duduk saja disini" seru Eren ramah. Wanita yang sudah berusia tua itu, kini beranjak duduk di sebelah Eren. Ia melihat kearah Eren yang duduk di sana dengan memakai pakaian santainya. Eren lelah, ia menghela nafas dan memasang lagi senyuman manisnya.

"Kenapa Tante ada disini?, Ah mau biskuit dulu?" Seru Eren menawarkan biskuit yang ada di atas mejanya itu.

Dia mengeleng, ia tersenyum melihat Eren. Dan kemudian ia menunduk lagi ragu-ragu. Eren membalikkan kedua matanya malas kepada ibu mertua yang selalu saja mengunjungi mereka tiap tahun ini. Tentu saja dengan alasan yang jelas, bukan hanya sekedar berkunjung belaka. Eren bosan dengan wanita munafik yang selalu saja berpura-pura baik kepadanya padahal aslinya ia itu sama saja seperti yang lain. Sangat menjijikkan, cih.

"Bagaimana dengan... Levi?, Dia tidak ada disini.." ujarnya pelan. Dia sangat takut dengan Eren yang notabenenya lebih tinggi daripada dirinya. Berlaku sopan dan lemah-lembut. Eren hanya tersenyum manis, padahal kedua matanya menatap rendah ke arah wanita yang kini pura-pura merendahkan diri didepannya.

"Hari ini dia sedang bekerja lagi untuk mengurus beberapa bisnis yang katanya harus di selesaikan dalam jangka waktu dekat. Jadi hanya ada saya disini" seru Eren dengan wajah cerianya.

Dia mendecih kesal, "Anak itu , kau gak perlu memanggilku Tante. La-lagipula kan kita ini sudah berkeluarga anakku". Cara bicaranya yang selalu melembut dihadapan Eren. Membuat Eren menjadi jijik sendiri. Dalam hati ingin rasanya Eren muntah saat melihat tingkahnya itu. Lagipula dia juga bukan ibu kandung dari Levi. Hanya mengaku-ngaku.

Eren tersenyum, "Tapi saya lebih nyaman menyebut anda Tante, tidak apa kan?" Serunya dengan nada mengintimidasi. Eren yang selalu tersenyum ramah. Tapi, memiliki maksud tersembunyi. Itu yang membuat orang-orang merasa takut padanya dalam waktu bersamaan. Eren yang selalu ramah, dan baik. Dibalik itu Eren juga bisa menjadi sosok yang menyeramkan dan begitu penuh dengan kerahasiaan.

"Ti.. tidak apa-apa" ujarnya lagi dan diam untuk beberapa saat.
.

.
"Eren.." tidak lama bibirnya yang penuh dengan lipstik mahal itu bersuara. Eren menatap malas ke arah sosok itu. Pembicaraan aneh yang akan bermula lagi, dan untuk kesekian kalinya yang akan membuatnya muak.

"A..apa kau sudah melakukan sex dengan Levi?" Tanyanya.

"Sex?" Ulang Eren. Ia terkekeh, dan lalu menatap dengan dingin ke arah wanita itu. "Kenapa kau bertanya tentang itu?". Aura disekitar Eren seketika berubah dan lebih menekan. Eren meraih biskuit yang tersisa ke atas dan melemparkannya perlahan ke arah mulutnya itu. Mengunyah biskuit ditengah suasana yang tenang namun mencengkam itu dengan santai seperti biasa.

Dia menelan ludah, "Kau tau kan. E-eren -sama" bisiknya. Ia tidak ingin kehilangan menantu yang di dapatkannya ini. Dirinya harus berhati-hati agar apa yang dia lakukan tidak membuat Eren memutuskan Levi. Eren adalah satu-satunya harapan yang besar untuk kehidupannya kelak.

"Tidak usah pakai sama tante~. Seperti biasa saja ya?" Seru Eren dengan senyum ramahnya.

"Ba-baik..., Kau tau kan Eren. Sudah lama sejak pernikahan ini. Dan su-sudah sepantasnya untuk mempunyai penerus. Dan aku memberitahukan ini untuk kebaikan kalian berdua!"

Anak, pembicaraan lama. Bahkan umur mereka masihlah remaja. Dan hal ini lagi-lagi hal yang dipaksakan. Belum sempat Eren membalas, Levi keluar dari kamarnya itu dengan kacamata bertenggernya di wajahnya.

"Tidak akan pernah" ujar Levi menolak mentah-mentah. Wajah datarnya menatap mematikan kearah wanita itu. Ia tidak takut terhadap apapun. Dan lagi, dia jengkel mendengar masalah itu yang terus di bicarakan.

"Kau dengar kan~?, Levi tidak mau. Dan aku juga belum ingin melakukannya" ujar Eren seraya mengangkat kedua bahunya itu. Dan meraih biskuit, melahapnya dengan santai seperti biasa.

Wanita itu tampak kesal. Karena pembicaraan itu lagi-lagi begitu saja berakhir seperti ini. Kali ini ia mendekati Levi dengan berani penuh kemarahan. Eren hanya menatap datar ke arah sana. Ini sudah biasa, tamparan keras lagi dan lagi mendarat di pipinya itu. Wanita berbalut pakaian mewah yang diyakini bisa mencapai milyaran rupiah itu mulai berkacak pinggang dihadapannya.

"Kau masih saja bekerja!. Lupakan hal itu, kau sekarang sudah menikah Levi!. Berlaku lah seperti seorang omega yang baik untuk alpha-mu!" Tegur-nya pada laki-laki itu.

Levi memutar bola matanya cuek kearah lain. Tidak peduli dengan tamparan yang baru saja mendarat di pipinya itu. Dengan angkuh, ia melipat tangannya dan menatap dengan wajah yang dingin kearah ibu angkatnya itu. Wanita itu tampak kesal saat melihat wajah dingin pemuda itu yang sama sekali tidak takut pada dirinya itu. Aura omega yang begitu samar tergantikan dengan sikap yang dingin dan sangat menekan. Sekilas Levi terlihat seperti alpha daripada omega yang dia miliki.

"Lebih baik ibu pulang daripada ketinggalan baju bermerek yang ibu sukai di mall. Dan sekali lagi ibu. Aku tidak akan pernah sudi melakukan itu padanya" sinis Levi penuh penekanan untuk kesekian kalinya. Ia menolak dengan tegas keinginan terbesar ibunya itu. Levi berjalan ke arah dapur dan mengaduk kopi yang ia buat. Ibunya meremas kedua tangannya kesal, dan berlalu begitu saja ke arah pintu.

Levi hanya diam saja. Seolah kejadian tadi hanyalah sekian dari kejadian yang sudah biasa terjadi. Levi mengambil tempat duduk di sebelah Eren yang kini masih duduk disana. Maniknya menatap datar ke arah kopi yang ia buat dan meneguknya.

"Benar-benar, dia berisik sekali. Mengatakan itu sejak dulu. Kau benar-benar hebat Levi dapat menanggapinya seperti itu" puji Eren. Dengan santai meletakkan kedua tangannya di belakang kepalanya. Ia menyandarkan dirinya di sofa. Kedua manik nya menatap datar kearah Levi yang hanya diam disana. Tamparan yang sudah kesekian kalinya ada di pipinya itu. Bukan Levi, kalau dia tidak bisa menahannya. Dan ia bahkan tidak meringis. Hanya berwajah mati seperti biasa.

"Kau sendiri, mengejeknya seperti itu kau benar benar suka mempermainkan orang" puji Levi dengan ekspresi datar. Ia menyipitkan matanya sejenak merasa rasa pahit kopinya.

Eren terkekeh, wajah ceria yang dibaluti dengan ke-misteriusan. Senyuman Eren yang selalu bisa menggoda siapapun, atau lebih tepatnya menghipnotis. Eren itu jauh lebih mengerikan dari Eren yang mereka kenali. Ia menarik senyuman tipis disana. Seraya memangku wajahnya melihat ke arah Levi di sebelahnya.

"Tentu saja~. Kau tau kan hal itu menyenangkan?. Levi, apa kau tidak mau ikut bermain dengan diriku hm~?" Ajak Eren dengan senyuman menggoda.

Levi mendecih, ia gantian kini menatap Eren dengan wajah dingin tanpa emosi itu. "Tidak, itu hanya cara yang biasa. Tidak bisakah kau membuatnya jadi lebih menantang huh?" Tantang Levi menaikkan seringai sadis yang ia miliki diwajahnya. Levi menjadi lebih menyeramkan saat ia berekspresi seperti itu.

"Hahaha, kau benar benar adalah orang menyeramkan ya, Levi. Tapi aku tidak mau~. Kau tau kan itu akan merepotkan" seru Eren menengadahkan kepalanya melihat kearah langit langit rumahnya itu. Wajahnya kembali dingin, begitupula Levi yang kembali pada wajahnya yang begitu mematikan tanpa sedikitpun perasaan itu.

Mereka adalah rekan. Tepatnya seperti itu. Karena jujur saat mereka bersama. Keduanya jauh lebih menyeramkan dari apapun dan siapapun. Levi yang sadis dan mematikan bisa membuat siapapun tunduk padanya. Eren yang suka bermain-main yang membuat mental seseorang hingga jatuh di tempat terendah. Eren yang biasanya baik seketika akan menjadi mimpi buruk bagi siapapun yang tidak beruntung menjadi bagian permainannya. Mereka berdua mengerikan dan mereka berdua adalah malaikat maut yang berbahaya.

Tanpa Cinta. Tanpa perasaan dan tanpa Emosi.
.

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top