#1

Brenda memasuki sebuah mobil yang sudah dipersiapkan Edwin untuknya, barang bawaannya yang sedikit membuat ia tidak perlu memasukkannya ke bagasi mobil. Selama perjalanan, rasa sunyi melikupi Brenda, membuatnya hanyut dalam lamunan dan tak sadar bahwa ia sudah sampai di rumah barunya. 

"Non, sudah sampai non." 

Beberapa kali supir memanggil Brenda, tapi Brenda tetap mengacukannya. Akhirnya supir sedikit berteriak membuat Brenda terlonjak kaget.

"Maaf non, kita sudah sampai." Ulang supir untuk kesekian kalinya.

"Iya pak," ujar Brenda, beranjak keluar dan membawa barangnya.

"Biar barangnya saya yang bawa saja non," ujar supir dengan sopan.

"Makasih pak"

Brenda langsung berjalan masuk, ada beberapa pelayan yang menyambut dengan senyum dan dibalas senyum oleh Brenda. Mata Brenda mulai menyapu setiap sudut di rumah barunya, semua desain interiornya terlihat begitu elegan tapi simple. Brenda berdecak kagum pada arsitek yang mendesain rumah ini, karena rumah ini begitu mirip dengan rumah impiannya.

"Maaf non, biar saya antar kekamarnya. Pak Edwin sudah menyiapkan kamar untuk non." Ucap salah satu pelayan yang maju dengan sedikit menunduk.

"Iya, maaf sebelumnya. Bibi namanya siapa?" 

"Nama saya Suri, saya merupakan kepala pelayan dirumah ini. Silahkan non" Ujarnya. 

Brenda mengikuti bi Suri hingga kelantai atas tepat didepan tangga, itulah kamar Brenda. Dipintu tertulis namanya dalam bahasa jepang dan beberapa ukiran khas Jepang. Brenda langsung masuk kedalam tanpa menunggu bi Suri, rasa penasaran memenuhi dirirnya. Saat masuk, pemandangan Paris secara 3 dimensi yang begitu indah  dengan nuansa Paris. Dirinya seperti tinggal dikota Paris dengan keindahannya yang terasa nyata, sekali lagi Brenda dibuat kagum oleh arsitek itu. Bi Suri menaruh barang-barang Brenda dan pergi meninggalkan Brenda yang masih berdecak kagum. 

Menyadari bi Suri yang sudah meninggalkannya, Brenda langsung masuk ke kamar mandi yang tersambung dengan kamarnya. Nuansa Jepang menghiasi ruangan itu dengan aromatherapy yang menenangkan. Brenda merasa begitu bahagia melihat ruangan yang ia miliki, semua sesuai dengan impiannya. Kalau bisa, ia ingin berada terus di rumahnya, tanpa harus melihat dunia luar yang menyakitkan. Brenda langsung menganti bajunya kepakaian yang lebih santai dan keluar dari ruangan itu. ia memutuskan untuk berkeliling kerumah barunya yang lebih luas dari rumah lamanya, sampai ia terhenti ditaman. Ia memilih duduk diayunan yang dikeliling oleh bunga-bunga yang ia suka, angin yang sejuk membuat Brenda terbang ke masalalu.

~flashback~

"Pa! ayun lagi, lebih kencang pa!" Teriak seorang anak kecil dengan semangat.

"Oke, pegangan yang erat!" Pintah orang yang dipanggil papa.

"Pa, Brenda! sini!" Pintah seorang wanita yang tengah duduk sambil tersenyum melihat keakraban anak dan suaminya.

Edwin langsung memberhentikan ayunan itu dan mengendong Brenda ke wanita itu. "Kenapa sayang?" Tanya Edwin sambil menatap wanita itu dengan penuh cinta.

"Kita makan siang dulu ya pa, nanti Brenda sakit lagi, kalau telat makan." Ucap wanita itu.

"Makan makan makan." Ucap Brenda dengan suara lucunya, membuat si wanita dan Edwin tersenyum.

"Iya, kita makan. Sini Brenda, biar mama suapin." Ucap wanita itu sambil memegang box makan Brenda. "Pa, yang itu punya papa." Wanita itu menunjuk salah satu box.

"Brenda mau punya papa," minta Brenda dengan manja.

"Tapi ini punya kamu Brenda, mama suapin ya." Bujuk wanita itu.

"Engga engga engga, Brenda mau punya papa." Mata Brenda yang berkaca-kaca membuat Edwin mengalah.

"Udahlah ma, ini kasih Brenda aja, daripada Brenda nangis terus ga mau makan." Ucap Edwin, lembut.

Wanita itu adalah mama Brenda,Eylena.

"Ya udah deh pa, papa makan punya mama aja. nanti mama makannya bareng Brenda aja." Eylena mulai mengambil box Edwin dan menyuapi Brenda, sesekali ia juga ikut makan bersama Brenda. Brenda yang bahagia hanya tertawa dan bertepuk tangan membuat kedua orang tuanya ikut bahagia melihat tingkah anaknya yang begitu lucu. 

Setelah makan Brenda menjadi lebih lincah, ia bermain kejar-kejaran dengan Edwin. Eylena tidak mau hanya diam dan menonton, ia juga ikut lari mengejar Brenda yang tertawa tanpa henti. Siang itu, berlalu begitu indah, memberikan kenangan tersendiri bagi keluarga mereka.

~flashback end~

Tes... Tes... Tes

Angin sudah berubah menjadi air hujan yang mulai membasahi taman, perlahan hujan turun lebih deras. Brenda tak berpindah sedikitpun dari tempatnya, memandang kosong pada hujan yang membasahinya. Air mata Brenda yang turunpun tersamarkan oleh air hujan.

Edwin hanya dapat melihat anaknya melalui jendela yang cukup jauh dari tempat anaknya. Hatinya teriris melihat anaknya yang begitu rapuh, tatapan kosong Brenda sudah membuktikan bahwa ia gagal menjadi seorang papa yang baik. 

Brenda berusaha tersenyum lirih mengingat masa lalu yang indah, kini sudah sirna menjadi abu yang terbang entah kemana. Suasana hujan membuat Brenda puas melampiaskan semua kesedihannya dengan menangis, walau ia tetap menahan tangisnya agar tidak pecah. 

Perlahan Brenda sudah tidak dapat menahannya lagi, " ARGHHH...!!!" ia berteriak frustasi. Ia terengah dan tangisnya pecah.

Teriakkan Brenda membuat Edwin tersadar, ia langsung berjalan kearah Brenda dan memeluknya dengan erat, berusaha memberikan kekuatan untuk anaknya. Brenda membalas pelukkan Edwin lebih erat, seolah ia tak mau lagi kehilangan rasa hangat dan nyaman yang ia punya. Tangisnya mulai mereda berganti dengan rasa lelah akan hidup ini. Ia tak lagi memiliki tujuan, tujuannya telah sirna bersama kebahagiaanya.

Edwin merasakan tubuh Brenda yang basah dan dingin dalam pelukkannya. Perlahan Edwin mengangkat tubuh Brenda dan membawanya masuk kedalam kamar Brenda.

"Bi!" Teriak Edwin dengan nada khawatir yang tak dapat disembunyikannya.

Bi Suri datang dengan terengah-engah, "Apa tuan?" tanya Bi Suri dengan suara terputus-putus.

"Bantu Brenda untuk menganti bajunya, setelah itu bawakan makanan dan obat untuknya. Saya mau pergi dulu, titip Brenda ya bi." Edwin langsung pergi setelah memerintahkan bi Suri.

Dengan cekatan bi Suri melakukan semua yang diperintahkan Edwin, setelah itu ia menyuruh salah satu pelayan untuk mengawasi Brenda dan segera memberitahunya jika Brenda demam.

Brenda tak bisa tidur sama sekali, bayangan masa lalu terus berputar bagai kaset rusak. Perlahan air mata Brenda mengalir membuat pelayan yang melihatnya langsung cemas.

"Non, kenapa menangis? apa ada yang sakit non?" Tanya pelayan itu yang diacuhkan Brenda.

Pelayan itu mulai bingung dan berlari menuju bi Suri, memberitahukan hal ini. Bi Suri yang khawatir langsung berlari menuju kamar Brenda bersama pelayan itu. Saat bi Suri masuk Brenda sudah tidur karena pengaruh obat itu. Bi Suri mendekat, melihat mata Brenda yang sembab sehabis menangis.

Beberapa saat kemudian Edwin pulang, ia langsung menuju kamar Brenda. Melihat bi Suri dan salah satu pelayan duduk disamping Brenda yang tertidur membuatnya sedikit tenang. Bi Suri dan pelayan yang melihat kepulangan Edwin, langsung bergegas pergi. Edwin langsung mendekat ke arah Brenda.

"Maafin papa ya, papa engga bisa jadi orang tua yang baik untuk kamu." Bisik Edwin tepat ditelinga Brenda. Setelah itu Edwin pergi meninggalkan Brenda sendirian.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top