Bab 4: Dia adalah Pendendam Terburuk Sepanjang Masa
Noura benci mengakuinya, tetapi dia tidak suka diabaikan oleh Devan.
Tidak. Tunggu.
Pengakuan Noura barusan terdengar salah karena dia seperti perempuan yang haus perhatian lelaki. Kenyataannya, dia tidak menginginkan perhatian Devan yang seperti itu, tetapi dia memang memiliki alasan yang kuat kenapa dia tidak suka diabaikan oleh Devan.
Karena, biar Noura beri tahu ke seluruh dunia, Devan adalah seorang pendendam paling buruk sepanjang masa.
Lalu, apa hubungannya dengan Noura yang tidak menginginkan sikap cuek Devan saat ini? Biar dia jelaskan, dimulai dari kejadian bertahun-tahun lalu yang masih dia ingat bagaikan sudah dipahat ke benaknya.
Waktu itu adalah ulang tahun ke-9 Devan. Sebagai anak tunggal, kedua orangtua Devan mengundang seluruh teman bermain anaknya untuk merayakan ulang tahun bocah itu. Noura yang menjadi salah satu teman bermain Devan juga ikut diundang. Kebetulan, Noura saat itu adalah pengagum berat boneka Barbie dan berpikir bahwa suatu hari nanti mereka harus bermain bersama. Lagi pula, bukannya Noura memberikan hadiah boneka perempuan, melainkan boneka Barbie dalam bentuk laki-laki. Itu, lho. Barbie versi pangeran.
Yang sangat mengejutkan bagi Noura kecil, Devan melempar hadiah pemberian Noura sambil berteriak, "Anak laki enggak main boneka!" Menurut teriakan-teriakan kemarahan Devan saat itu, Noura sengaja mengejek Devan sebagai banci dengan memberikan boneka kepada anak lelaki sepertinya. Namun, Noura sama sekali tidak memiliki pemikiran buruk seperti itu. Bahkan, dia sengaja memilih boneka pangeran paling ganteng!
Namun, sejak kejadian itu, Devan benar-benar tidak mengacuhkan Noura. Biasanya, bocah itu akan mengganggu atau ikut bermain bersamanya, tetapi dia tidak melakukannya lagi. Puncak balas dendam Devan adalah ketika Noura membuka tas dan menemukan kecoak mati di sana. Noura bisa mendengar dengan jelas dari ucapan bocah itu kepada teman-temannya bahwa rencana meletakkan kecoak mati di tas Noura, hewan yang paling ditakuti cewek itu, merupakan ide balas dendam terbaik.
Lihat? Devan adalah pendendam paling buruk sedunia. Dia akan mengabaikan seseorang yang dia benci hanya untuk mencari strategi balas dendam terbaik. Dan, karena kejadian surat cinta berhari-hari lalu, Noura yakin cowok itu juga memiliki rencana yang sama buruknya dengan kecoak mata di dalam tas.
Dihukum lari enam puluh putaran? Tidak. Noura yakin Devan akan menolak hukuman fisik berlebihan seperti itu. Membuat esai hingga berlembar-lembar? Mungkin. Membuat pantun untuk setiap mahasiswa baru? Mungkin. Atau, menyanyikan lagu daerah Indonesia? Sangat mungkin, apalagi kemarin seorang mahasiswa baru yang tidak membawa tugas OSPEK dihukum menyanyikan lagu daerah dengan suara lantang. Hasilnya bisa ditebak. Mahasiswa baru tersebut menjadi bulan-bulanan seniornya karena tidak bisa menyanyikan satu pun lagu daerah.
Melihat kesalahan salah satu temannya, Noura bertekad untuk tidak berada di dalam posisi itu dan memutar lagu "Kicir-Kicir" dari Betawi sejak kemarin sore hingga mual saking bosannya. Bahkan, saat dia sedang berbaris di hadapan panitia OSPEK pagi itu, Noura meyenandungkan lagu yang sudah dihafalnya di luar kepala tersebut. Namun, lagu "Kicir-Kicir" berhenti mengalir dari bibirnya saat mata Noura menangkap kemeja biru khas Devan yang sedang bergerak ke arahnya. Dengan langkah lebar, cowok itu berjalan semakin dekat, tetapi tidak ada satu pun tanda bahwa dia akan berhenti mengabaikan Noura. Lihat. Buktinya Devan selalu mengomentari setiap mahasiswa baru yang dilewatinya kecuali Noura. Cowok itu bahkan berani membuang muka saat melihatnya!
Setelah Devan berlalu, Noura memicingkan mata ke arah punggung cowok itu. Bukannya kembali mengulang hafalan lirik lagu "Kicir-Kicir", Noura malah berkomat-kamit membisikkan kekesalannya melihat Devan yang bertindak seolah Noura tidak ada. Sebenarnya, tidak masalah jika Devan benar-benar mengabaikan Noura, tetapi cowok itu pasti mengabaikannya karena sibuk merencanakan hal busuk!
"Lagi baca doa atau gimana itu?"
Noura terkejut setengah mati ketika suara yang selalu menyapanya tiap pagi selama kegiatan OSPEK berlangsung berdendang di telinganya seperti lagu kematian. Yudha, yang mengikuti arah pandang Noura, menggeleng-geleng.
"Liatin Devan?"
"Enggak, Kak," jawab Noura cepat. "Tadi pegel, makanya nengok-nengok."
Hanya orang bodoh yang percaya dengan kebohongan Noura, tetapi Yudha mengangguk-angguk. Lalu, tanpa diduga Yudha berseru lantang, "Devan!"
Kepanikan melanda Noura. Kenapa Devan dipanggil?
"Ya?" Devan, sumber malapetaka ini, berhenti dan menoleh ke sumber suara. Saat matanya menangkap sosok Noura yang pura-pura tidak menyadari kehadirannya dalam jarak beberapa langkah, dia berjalan ke arah cewek itu dengan cepat, seakan tidak sabar untuk mengetahui kesalahan apa lagi yang Noura lakukan. Dengkusannya terdengar sangat jelas saat kakinya berhenti di samping Noura. "Ada apa lagi?"
Ada apa lagi?! Noura mencibir kesal. Memangnya dia selalu membuat masalah sampai Devan harus bertanya seperti itu? Seolah Noura selalu mencari gara-gara saja.
Dagu Yudha menunjuk Noura. "Dari tadi liatin lo," kata Yudha setengah kesal. "Bukannya perhatiin tugas dari senior, dia malah sibuk liatin lo."
Devan mengangkat satu alisnya dengan sempurna dan bibirnya menyeringai dengan sangat menjengkelkan. "Benar begitu?"
Ya, keleus. Noura ingin memutar mata saking kesalnya, tetapi dia urungkan. Yang sebenarnya terjadi adalah, dia hanya menatap punggung Devan beberapa detik dan sibuk mengulang lirik lagu "Kicir-Kicir" agar tidak lupa.
Baiklah. Mungkin tidak beberapa detik, melainkan beberapa belas detik. Namun, tetap saja tidak lama, 'kan?
"Enggak, Kak. Tadi—"
"Kayaknya dia beneran suka sama lo, deh, Van. Tadi dia juga komat-kamit kayak lagi latihan pernyataan cinta buat lo," Yudha memotong kalimat Noura seenak jidat dan melemparkan asumsi yang tidak ada benar-benarnya.
"Bener lo lagi latihan?"
"Enggak!" seru Noura lantang dengan kepanikan yang tidak bisa ditutupi. Bisa berabe jika Devan mendapatkan informasi yang salah!
"Saya enggak latihan pernyataan cinta buat Kak Devan!" Noura kembali berseru sambil menggerak-gerakkan tangan tanda tidak setuju. "Tadi, saya lagi berdoa, Kak."
Saat Devan menaikkan alisnya lebih tinggi, Noura tahu dia telah melakukan kesalahan. Doa? Yang benar saja. Ibadah saja masih harus disuruh-suruh orangtua, apalagi berdoa!
"Doa?"
Noura ingin berkata lain, tetapi mulutnya ini memang benar-benar tidak bisa diajak kerja sama. Dalam waktu yang sangat singkat, mulut Noura sudah menyemburkan omong kosong lainnya. "Iya. Berterima kasih sama Tuhan karena masih dikasih hidup. Berdoa semoga kegiatan hari ini lancar. "
Mendengar jawaban Noura membuat Yudha menundukkan kepala dengan bahu bergetar. Karena seniornya yang satu itu tidak mungkin menangis pada saat seperti ini, maka dia pastilah tengah berusaha keras menahan tawa.
Namun, Devan tidak terpengaruh dengan jawaban asal Noura. Malah, dia kembali melemparkan pertanyaan, kali ini dengan nada kesal yang tidak bisa ditutupi. "Terus, kenapa lo malah liatin gue? Bukannya merhatiin pembagian tugas yang dikasih. Lo tahu, 'kan, tindakan lo yang kayak gini bakal menghambat tugas yang lain?"
Dengan sangat terpaksa Noura menggigit bibir. Bukan ingin sok seksi di depan senior-seniornya atau bagaimana, tetapi dia tidak ingin mulutnya mengeluarkan kata-kata aneh lagi!
"Jawab pertanyaan gue! Jangan malah diem sambil gigit-gigit bibir gitu! Lo belum sarapan emang?"
Pertanyaan Devan yang galak malah membuat Noura mengatupkan mulut. Kepalanya menunduk dan bahunya melengkung ke bawah. Tentu saja Noura tidak akan menjawab Devan. Memangnya dia cari mati?
Saat Noura tak kunjung menjawab, Yudha mengambil alih percakapan. "Lo tahu kalau lo salah, 'kan? Dan, lo tahu kalau setiap perbuatan ada konsekuensinya?" kata Yudha. "Lo tau lagu daerah?"
Kepala Noura yang tertunduk segera mengangguk-angguk cepat diiringi dengkusan dari Devan. Untung saja dia sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi hukuman ini. Jika tidak, Noura pasti sudah jadi bulan-bulanan.
Yudha melanjutkan, "Coba lo nyanyi lagu daerah di depan teman-teman lo—"
"Sambil lari keliling lapangan tiga kali." Devan memotong perintah Yudha, membuat Noura menolehkan kepalanya kepada cowok itu. Yang ditatap bertanya ketus. "Apa?"
Idih. Songong banget. Kalau bukan panitia OSPEK, sudah Noura sumpah serapahi dari tadi!
"Kenapa bengong aja? Sana lari. Buruan!"
Bagai kuda dipecut, Noura keluar dari barisan dan mulai berlari mengelilingi lapangan. Sambil berlari, dia bernyanyi dengan suara lantang. "Kicir-kicir, ini lagunya ...."
Nyanyian Noura memang terdengar ngos-ngosan dan nyaris tidak bernada, tetapi dia sangat puas saat melihat wajah Devan mengernyit tidak suka saat cowok itu menyadari bahwa Noura bisa menjalankan hukumannya dengan baik. Memangnya hanya Devan yang bisa? Noura juga bisa!
***
"Jadi, tadi lo dihukum karena perhatiin Kak Devan?"
Noura terbatuk-batuk seperti tersedak tulang ayam saat pertanyaan itu keluar dari mulut salah satu teman barunya, Angel. Saat itu memang jam makan siang dan mereka diberikan waktu luang untuk istirahat, tetapi Noura tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan terkutuk itu sambil asyik-asyik makan.
Putri, seorang mahasiswi baru yang perawakannya berbeda 180 derajat dengan namanya, menyodorkan botol minum Noura. Dengan sigap, dia menerimanya, lalu menenggak air layaknya pengelana padang pasir yang bertemu oasis untuk kali pertama. Rakus.
Setelah bangkit dari rasa terkejutnya, Noura tertawa sumbang. Kenapa semua orang bertanya seolah dia terus mencuri-curi pandang ke arah Devan? Kesannya Noura benar-benar naksir cowok itu!
"Gue liatin Devan enggak ada maksud apa-apa. Enggak sengaja gitu. Tapi, senior-senior pada resek dan ngasih kesan seolah gue merhatiin dia aja."
"Devan?" Putri bertanya, tetapi Noura pura-pura tidak mendengar. Keceplosan. Seharusnya, dia memanggil Devan dengan embel-embel Kak, panggilan yang tidak akan dia lakukan dalam keadaan normal karena Devan sangat jauh dari sosok seorang kakak yang mengayomi.
Untungnya, teman makan siang Noura yang lain juga mengabaikan pertanyaan Putri. "Gue kira lo beneran naksir Kak Devan. Abisnya dari kemarin lo ada masalah mulu sama dia."
Sebenarnya, definisi masalah mulu tidak sepenuhnya benar. Toh, hubungan Noura dengan Devan di kegiatan OSPEK hanya sebatas hukuman mengirim surat cinta. Lalu, tadi pagi. Selebihnya, Devan tidak mengacuhkan Noura. Sambil mencari ide balas dendam kali, nyinyirnya dalam hati.
Angel kembali melanjutkan, "Kalau misalnya lo emang beneran suka sama Kak Devan, enggak apa-apa, kok. Tapi, biar gue kasih informasi tentang Kak Devan. Dia itu cukup terkenal di kampus ini. Dia ganteng, pinter, dan aktif. Kata kakak gue yang juga kuliah di sini, tahun lalu Kak Devan itu satu-satunya mahasiswa tahun pertama yang ikut menggalang dana untuk sekolah informal PINUS sampai ke fakultas-fakultas lain. Makanya dia terkenal."
Sekolah informal PINUS? Noura sampai terheran-heran mendengarnya. Sejak kapan Devan bisa mengajar? Jangankan mengajar, dimintai tolong membantu tugas sekolah Noura saja omelannya mengalahkan ibu-ibu.
Melihat wajah kebingungan Noura, Angel mendengkus. Padahal, dia tidak tahu saja bahwa Noura bingung karena tidak bisa membayangkan Devan mengajar.
"Dulu, ada sekolah informal untuk anak-anak jalanan yang dikelola sama mahasiswa PINUS. Tapi, beberapa tahun terakhir emang enggak terurus lagi. Terus Kak Devan, Kak Yudha, dan senior-senior dari fakultas lain mulai menghidupkan lagi sekolah itu sejak tahun lalu. Berhubung Sekolah PINUS ini adalah kegiatan sosial atas inisiatif mahasiswa-mahasiswa dari berbagai fakultas, makanya mereka keliling kampus untuk minta bantuan dana."
Yah, Noura bisa membayangkan wajah galak Devan saat menyerahkan kotak dana kepada mahasiswa-mahasiswa lain. Daripada menggalang dana, Devan lebih cocok disebut memalak dana. Bayangan ini dia bagikan kepada teman-teman makan siangnya. Lalu, mereka terkikik-kikik geli saat wajah Devan yang membentak-bentak untuk meminta bantuan uang terlintas di kepala.
"Udah puas ngomongin senior lo?"
Noura yang sedang menunduk karena perutnya sakit akibat tertawa keras segera menutup mulut saat Devan muncul di hadapannya. Angel dan Putri yang masih mengikik ikut menutup mulut.
"Ternyata kalian dikasih waktu istirahat malah ngomongin orang, ya?" cibir Devan. Lalu, dengan tangan di pinggang, Devan menghadap kumpulan mahasiswa baru lainnya yang masih menikmati makan siang mereka.
"Dua ribu sembilan belas!"
"Siap, Kak!"
"Makan siang tinggal dua menit lagi."
Suara kesiap terdengar dari mulut-mulut yang masih sibuk mengunyah. Ada yang menggeram. Ada yang protes. Hingga ada yang pasrah dan menutup tempat makan karena ulah Devan. Coba bayangkan. Waktu istirahat yang seharusnya masih tersisa sepuluh menit malah dikorupsi cowok itu. Kurang ajar!
Noura adalah golongan mahasiswa baru yang menggeram kesal. Dengan meluncurkan tatapan mematikan ke punggung Devan yang membelakanginya, Noura berharap ada burung lewat yang membuang kotoran tepat di atas kepala Devan. Namun, cowok itu sepertinya memiliki mata di belakang kepala karena dengan cepat dia berbalik.
Saat mata Devan bertemu milik Noura, cewek itu tidak mengalihkan pandang. Malah, dia berusaha untuk membalas tatapan cowok menyebalkan di depannya. Namun, yang membuat geraman Noura semakin keras adalah sikap Devan selanjutnya.
Menunjuk tempat makan Noura.
Lalu, mengangkat tangan untuk membuat gerakan seperti orang mengiris leher.
***
"Lemah banget, gitu aja udah lemes."
Kalimat penuh ejekan itu menyapa Noura saat dia sampai di depan motor Devan untuk pulang bersama. Noura hanya bisa mendengkus kesal. Sudah jelas dia merasa lemas. Siapa yang memotong waktu istirahatnya sehingga dia tidak bisa menghabiskan makan siang? Tangan Noura terulur meminta helm, tetapi Devan malah menyerahkan sebotol Pocari Sweat dingin.
"Tadi kayaknya jatuh dari tas lo, deh."
Noura mencoba berpikir apakah dia membawa minuman selain air mineral. Sepertinya tidak. Lagi pula, dia jarang mengonsumsi minuman selain air putih.
"Bukan punya gue."
"Tapi tadi gue beneran lihat ini jatuh dari tas lo." Devan mencoba lagi, tetapi Noura menggeleng keras.
"Ini bukan punya gue. Buruan kasih helm."
Devan tetap bersikukuh menyodorkan botol minuman isotonik itu kepada Noura. "Ingatan lo kan jelek, makanya dulu remedi mulu. Lo pasti lupa. Udah, diminum aja kenapa susah banget, sih?
Apa? Noura tidak mengerti kenapa Devan membawa-bawa nilainya yang buruk. Random banget. Dan, sangat ngotot. Bagaimana jika minuman itu ternyata milik orang lain? Atau ..., jangan-jangan minuman itu diludahi Devan, ya?
Namun, ketika Noura bertanya penuh selidik, Devan malah mencak-mencak.
"Kalau enggak mau minum, bilang aja!" Devan membalas Noura ketus dan melempar botol minuman ke tasnya.
Lho? Kok malah marah?
"Ini helmnya. Buruan pakai."
Devan menyerahkan helm yang biasa digunakan Noura tanpa melirik cewekitu. Noura, yang masih terheran-heran, hanya memasang helm sambil bertanya-tanya dalam hati sebelum menaiki motor Devan.
Ini cowok kenapa coba?[]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top